Istri Mungil Kesayangan Raja

Satu hari sebelum bulan purnama Kabut Biru....

Kehidupan istana tampak berbeda beberapa hari belakangan, mungkin karena bulan purnama biru akan segera tiba bersamaan dengan festival bulan biru yang akan diadakan tahun ini.

Istana mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk festival ini, terutama dengan tujuan mengosongkan istana dalam tempat di mana raja tinggal.

Pada saat festival diadakan, sang raja akan tinggal sendirian di istana dalam selama penyakit gilanya kambuh. Hal ini dilakukan agar sang raja tidak menyerang penghuni istana saat kewarasannya tidak pada tempatnya.

Guang Lin kini berada di istana Raja Agung dan Permaisuri Agung yang adalah orangtuanya. Pria itu duduk diapit oleh Yang mulia Raja Agung Min Hao dan Permaisuri Agung Yi Fei.

" Nak, maafkan Ibu tidak bisa menyembuhkan mu ," lirih Permaisuri Agung Yi Fei sembari mengusap pucuk kepala putranya dengan penuh kasih sayang.

Saat ini, Guang Lin hanyalah seorang anak kecil yang sedang membutuhkan kekuatan dari ayah dan ibunya. Bukan sebagai seorang raja yang harus dihormati dan disegani.

Guang Lin memeluk ibunya dan tersenyum menenangkan Permaisuri Agung," tenang saja ibunda, A Lin bisa menahan semua ini, A Lin akan menanggung segalanya sebab kematian adik adalah kegagalan A Lin," ucapnya.

Yang Mulia Raja Agung Min Hao, pria yang wajahnya mulai berkeriput dan rambut yang mulai memutih itu menatap pedih ke arah putranya, penerus tahtanya.

" Nak.... Ayahanda dan Ibundamu akan berusaha mencari cara menyembuhkan dirimu, kami tidak bisa melihatmu terus menderita setiap bulannya," ucap pria itu dengan penuh kesedihan.

Guang Lin memeluk kedua orangtuanya," sudahlah, Ayah dan Ibu harusnya menikmati hidup, jangan memikirkan masalah A Lin, cukup kalian berdiri di sisi A Lin dan melihat A Lin berhasil menjadi anak yang membanggakan kalian, itu sudah menyembuhkan A Lin," ucapnya.

Raja Agung dan Permaisuri saling menatap dengan tatapan sedih.

Sepuluh tahun yang lalu menjadi tragedi berdarah yang tidak bisa dilupakan oleh keluarga Kerajaan juga seluruh negeri saat kematian putri Agung kerajaan diumumkan ke seluruh negeri.

Hari itu hujan begitu deras, seolah bumi ikut berduka atas luka yang dialami oleh Guang Lin dan keluarga kerajaan.

Guang Lin berdiri dengan tatapan kosong dan wajah pucat di depan makam mendiang putri Agung Min Hye Rim yang meninggal di depan mata Guang Lin setelah disiksa dan dilecehkan oleh lima pembunuh bayaran yang diperintahkan untuk menghancurkan keluarga inti kerajaan Azurethra.

"Hye rim... Hye rim... Hye rim... Hye rim...." Bibir Guang Lin terus memanggil nama adiknya. Tak ada emosi dalam tatapannya, dia hanya memanggil nama adiknya yang mati di usia 13 tahun. Saat itu usia Guang Lin baru 17 tahun, dan dia telah menyaksikan kematian adiknya tanpa bisa berbuat apa-apa.

Di belakangnya, Kang Tae Ha juga menangis menatap nisan yang juga berjejer sejajar dengan makam putri Agung bertuliskan "Putri Istana Bakung, Kim Mi Rae yang tercinta".

Kim Mi Rae adalah gadis yang telah dijodohkan dengan Kang Tae Ha, mereka akan menikah saat keduanya menginjak usia legal untuk menikah, tetapi takdir berkata lain, gadis itu mati di tangan penjahat.

Kang Na Rae dan Wang Raon kecil juga berdiri di sana, menangis sesenggukan dengan perasaan hancur lebur menatap dua orang terkasih mereka telah kembali ke langit yang indah.

Min Guang Lin sangat terguncang. Sejak kejadian itu, selama tiga tahun dia terus mengurung diri bahkan mengalami gangguan jiwa yang fatal. Selama tiga tahun dia terpuruk, tidak bisa terlepas dari bayang-bayang kematian adiknya.

Hatinya hancur, jiwanya pecah berkeping-keping bersama dengan kematian adik nya yang sangat dia sayangi .

Kala itu, bukan hanya Putri Agung dan Putri istana Bakung yang menjadi korban penculikan dan pembunuhan, anak gadis dari keluarga bangsawan lainnya juga mengalami hal serupa, hingga hari itu dikenal sebagai hari berdarah negeri Azurethra.

Meski pelakunya telah ditangkap dan dipenggal di depan semua orang, Guang Lin tidak puas sebelum dia berhasil menemukan otak utama dibelakang kejadian ini. Sampai detik ini dia masih mengejar orang-orang itu, pelaku sebenarnya dari kejadian itu.

"Ayahanda, Ibunda, bolehkan aku menitip seseorang pada kalian selama festival berlangsung?" Tanya Guang Lin. Setelah bertahun-tahun, ini kali pertama dia meminta bantuan ayah dan ibunya.

" Katakan nak, ibu akan lakukan apapun," ucap Permaisuri Agung sambil menggenggam tangan Guang Lin.

Pria itu tersenyum," ada seorang wanita yang Guang Lin bawa dari luar, aku ingin kalian menjaganya selama festival berlangsung, dia gadis yang malang," ucap Guang Lin.

Raja Min Hao dan permaisurinya saling bertatapan dengan wajah terkejut juga sedikit bahagia," wahhh.... Tumben sekali, ada apa ini? Jangan-jangan putra ayah sudah menemukan pengantinnya!" Ucap pria itu dengan nada usil.

Guang Lin terkekeh," sshhhttt.... Jangan bilang apa-apa dulu, biarkan Guang Lin mendekatinya dengan alami," ucapnya sambil tersenyum malu-malu.

Permaisuri tak sanggup membendung air matanya, dia langsung memeluk buah hatinya dengan erat," tenang saja sayang, ibu akan melindungi perempuan itu dengan segenap tenaga, tapi ibu sarankan masukkan dia sebagai bagian dari pelayan, agar keselamatannya terjamin," usul sang permaisuri.

" Aku akan mengeluarkan surat perintah, dia akan menjadi pelayan pribadiku, tetapi selama festival bulan biru, aku ingin kalian yang menjaganya, aku tidak mau dia melihatku kambuh dan akhirnya takut padaku, aku akan berusaha untuk sembuh," ucap Guang Lin dengan yakin.

Baru kali ini Guang Lin benar-benar serius membicarakan seorang wanita. Dan kabar ini sungguh membahagiakan bagi raja agung dan istrinya. Mereka sudah tidak sabar hendak bertemu dengan perempuan yang berhasil membuat putra mereka bersikap tegas dan bahkan hendak mengejar gadis itu.

" Baiklah, kau harus fokus untuk sembuh yang mulia raja, ayah dan ibu yakin kalau kehidupanmu akan berubah," ucap raja Agung Min Hao.

Guang Lin hanya tersenyum kecut, berharap impiannya memiliki rumah tangga yang bahagia seperti ayah dan ibunya bisa terwujud.

Sementara itu, Jihan yang baru selesai diperiksa dokter kini sedang duduk bersantai di gazebo di tengah kolam besar yang dia kunjungi semalam, tepat di mana Guang Lin dan Raon bersantai sebelumnya.

Dia duduk dengan santai sambil menikmati hidangan yang dia ambil diam-diam dari dapur. Gadis itu tidak terlihat terbebani dengan pembicaraan nya semalam dengan raja.

" Haihh.... Hidup nyaman ini juga ternyata sangat melelahkan, aku bosan!" Teriaknya frustasi, padahal baru beberapa hari dia hidup santai tanpa pekerjaan

" Arrrhhh.. aku mau latihan memanah, menembak, berkuda, bela diri tapi perut sialan ini masih sakit, huwaa... Menyebalkan sekali!" Rengek Jihan sambil menendangkan kedua kakinya ke udara.

" Akhh.. akhhh sakit!!!" Kesalnya sambil menekan perutnya yang belum sembuh sepenuhnya.

Jihan membuang nafas kasar, dia menatap ke arah langit dan kembali teringat atas kejadian yang dia alami," hah... Kurasa si cewek gatel itu pasti sangat senang setelah mendengar aku mati, dan dia pasti sedang bersiap-siap untuk menjadi calon ratu, cih... Dasar bodoh, aku akan pastikan kau dipermalukan!" Ucap Jihan yang bemonolog sendiri sambil melahap satu kaki kambing yang dia bawa dari dapur.

" Hei!! Kau mencuri kaki kambing kesukaanku!" Seseorang menatapnya dari atas dan merebut kaki kambing yang sedang dia santap.

" Arrkhhhhh!! Setan!!" Pekik Jihan yang terkejut dan sontak bangkit dari pembaringannya.

Bruk!! Tuk!!!

" Arrkhhh!!! Sakit!!!" Teriakan melengking dari Jihan dan orang itu menggelegar, kaki kambing yang direbut pria itu terlempar dan...

Plung!!!

" Huwaaa.... Kaki kambingku!!!" Teriak keduanya hendak menjangkau kaki kambing yang kini tinggal kenangan itu.

Jihan menatap tajam ke arah Wang Raon sama halnya dengan Raon," DASAR PENCURI!!!'' pekik keduanya histeris sambil saling menunjuk satu sama lain.