Semasa Joanna kecil ia tidak pernah menyukai kehadiran anak-anak laki-laki yang tinggal satu rumah dengannya. Namun, ketika duduk dibangku SMA Joanna merasa dirinya merasakan gejolak aneh. Ia benci jika Juan dekat dengan orang lain. Ia tidak bisa mengartikan perasaannya pada laki-laki itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnettasybilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25 : Tamu Tak Diundang
...- happy reading -...
...***...
Lelaki dengan paras tampan, idaman semua perempuan dengan seragam SMA nya itu berjalan tegap memasuki rumahnya. Hari ini terasa sangat melelahkan baginya.
Moodnya sudah hancur sejak pagi belum lagi tugas tugas menumpuk yang diberikan gurunya tadi.
"Juan..." Juan menoleh, dari tangga muncul Joanna dengan pakaian santainya.
"Gue kira lo udah pulang, tadinya gue mau—"
"Pulang bareng," ujar Joanna pelan dan Juan—ya lelaki itu melewatinya begitu saja tanpa memberikan reaksi apapun.
Joanna menatap Juan yang sudah menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu. Hatinya mendadak terasa sakit, jadi begini rasanya diabaikan? Selama ini ia terus mengabaikan Juan tanpa peduli perasaan laki-laki itu.
Tak ingin menyerah, Joanna berjalan ke dapur untuk membuatkan nasi goreng kesukaan Juan. Kali ini ia benar benar akan berusaha keras untuk mengambil hati adiknya itu lagi. Ya.
Dengan bermodalkan google, Joanna bergerak dengan gesit mengolah bahan makanan dari kulkas. Bahkan dengan percaya dirinya ia memasukkan bumbu bumbu tanpa takaran dari resep.
Setelah masakannya selesai, Joanna berjalan menuju lantai atas, kamar Juan. Sebelum mengetuk pintu, ia menghela nafas dan memasang senyuman paling manis yang bisa ia berikan.
Tok! Tok! Tok!
Sudah lima menit tak ada sahutan dari dalam, karena khawatir akhirnya Joanna langsung masuk ke dalam kamar Juan namun tak menemui lelaki itu. Joanna meletakkan piring berisi nasi goreng itu di meja nakas, lalu suara pintu kamar mandi terbuka. Disana muncul Juan yang masih mengenakan handuk menutupi pinggangnya.
"AAAAAKKKK LO NGAPAIN ANJIR!!"
Juan berteriak histeris karena terkejut melihat Joanna berdiri di hadapan nya. Ia tidak memakai pakaian apapun dibalik handuk kecil itu. Refleks Juan menghampiri Joanna dan memukuli perempuan itu sembari mengusirnya.
"Keluar cepett!! Mau macem-macem lo ya?!" pekik Juan sembari tangannya memukuli Joanna. Karena merasa sakit dipukuli, Joanna menahan kedua tangan Juan sembari meringis.
"Iya sabar! Gue kesini mau ngasih nasi goreng buatan gu— ANJIR!"
"AAAAAKKKK!!!"
Teriakan itu kembali menggelegar saat tak sengaja handuk yang Juan kenakan merosot ke lantai.
***
Keduanya saling duduk berjauhan, Joanna yang enggan menatap Juan sementara Juan menggigit bibirnya dengan wajah memerah. la masih malu dengan kejadian tadi, sangat sangat malu! Kenapa juga harus merosot seperti itu? Belum lagi ekspresi melongo milik Joanna yang membuatnya terpaku menatap bagian tubuh Juan yang harus ia lindungi dari makhluk seperti kakak nya itu.
"Ju—"
"Apa?!"
Mati sudah, batin Bryan.
Entah kenapa Juan jadi sangat menakutkan sekarang. Aura aura disekitarnya berubah jadi hitam. Niat hati ingin mengambil hati laki-laki itu tapi malah semakin parah situasinya.
"Anu.. tadi gue ga ada liat apa apa kok. Sumpah.. Gue ngga lihat." Joanna memasang wajah senyum polos seakan tak berdosa, jelas saja hal itu membuat Juan semakin sebal.
"Tau ah! Anggap aja ga liat apa apa," jawab Juan jutek.
"Iya kan gue juga bilang ga liat apa apa," sahut Joanna pasrah.
"Tau lah! Jangan masuk kamar gue sembarangan! Cukup hanya yang tadi," ujar Juan sinis.
Joanna hanya mengangguk, memang salah dia yang tak sabaran dan parno, padahal juga dulu dia sendiri yang melarang Juan masuk ke kamarnya sembarangan.
"Bunda sama Ayah lagi pergi keluar kota, kalo butuh apa apa bilang ke gue aja." Joanna bangkit dari duduknya dan berjalan menaiki tangga, meninggalkan Juan yang masih merengek sebal.
***
Hari ini hari minggu, Joanna menyambut paginya dengan ingatan semalam. Langsung saja ia menggeleng ringan.
"Mata gue yang suci benar-benar udah ternodai."
Joanna bangkit dari kasurnya namun merasa ada sesuatu yang aneh, setelah di cek benar saja, bulatan berwarna merah gelap nampak kontras di seprai berwarna abu abu miliknya.
"Argh, sial!!!" Joanna frustasi, pasalnya baru saja seprai itu diganti kemarin dan sekarang sudah terkena noda. Segera ia tutup noda itu dengan handuk kecil, saat berjalan menuju kamar mandi ia ingat sesuatu.
"Pembalut gue abis anjir, sial banget sih gue."
Joanna mengambil ponsel miliknya dan menelpon seseorang. Percayalah rasanya ia sangat sensi dihari pertama tamu bulanan nya. Di kamar sebelah, Juan terusik oleh nada dering ponselnya sendiri. Nama adiknya tertera disana, tanpa menunggu Joanna segera mengangkat telepon nya.
"Kenap—"
"Cepet kesini!! Gue butuh bantuan."
"Iya emang ada apa?"
Tuuutt...
Juan menggeram sebal, ia masih sangat mengantuk dan berniat bangun siang hari itu. Dengan langkah gontai, ia berjalan ke kamar sebelah. la mengetuk pintu kamar itu sembari mengucek matanya yang masih lengket. Tak lama pintu terbuka dan menampilkan Joanna yang berdiri sembari menahan pintu, seolah menutupi sesuatu.
la mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya pada Juan. Joanna menatap Juan bingung.
"Kali ini gue yang minta bantuan sama lo. Pembalut gue abis. Nih uangnya tolong belikan. Merk charm yang buat night aja biar ga bocor. Oke? Thanks.." Dengan cepat Joanna menutup kembali pintu kamarnya. Setelah sadar dengan maksud sang kakak, Juan memaki nasibnya yang buruk di pagi hari.
Seumur hidup ia tidak tahu jenis jenis pembalut. Akhirnya Juan tetap berjalan ke minimarket, dengan mengendap endap ia berjalan ke rak bagian pembalut. Melihatnya satu satu untuk memastikan ia tidak salah beli nanti.
"Merk charm yang buat night aja biar ga bocor."
Setelah menemukan yang ia cari, Juan berjongkok berusaha menjangkau pembalut itu. Ia mengambilnya dengan senyum senang, namun musibah kembali terjadi.
"Hah? 23 cm? 25 cm? Atau 30 cm?" Hampir saja Juan menangis, terlebih lagi pegawai minimarket itu menatapnya yang sedang memegang pembalut. Dengan gesit dikeluarkannya ponsel di saku hoodie. Ia mencari kontak Joanna dan menelponnya.
"Halo? Mau ukuran berapa ini Kak. Juan gak tau beginian..."
tanya Juan sembari tersenyum ke pegawai minimarket itu, tak lupa senyum balasan dari pegawai itu yang membuat suasana semakin canggung.
"Berapa aja udah, yang penting night. Buruan pulang biar bisa gue pake. Jangan buat emosi, cepat!" Sahut di sebrang sana.
"Iya bawel! Gini amat hidup gue."
Juan segera mengambil 3 pack pembalut lalu tersenyum kembali ke pegawai tadi sebelum berjalan ke kasir.
"Makasih mbak!"
Setelah mendengar suara ketukan, Joanna segera membuka pintu kamarnya dan mengambil plastik belanjaan itu.
"Makasih!" Lalu pintu tertutup kembali. Dengan senyum yang terkesan memaksa ikhlas, Juan berjalan menuju kamarnya untuk menyambung tidur.
"Apa semua perempuan kalau lagi datang tamu bakalan sensitif begitu?"