" Dia tidak mencintaimu, dia mencintaiku. Dia tidak ingin menikahi mu, akulah satu-satunya wanita yang ingin dia cintai. Kami saling mencintai, tapi karena beberapa hal kami belum bisa mewujudkan mimpi kami, berhentilah untuk menolak percaya, kami sungguh saling mencintai hingga nafas kami berdua amat sesak saat kami tidak bisa bersama meski kami berada di ruang yang sama. " Begitulah barusan kalimat yang keluar dari bibir indah wanita cantik berusia tiga puluh tahun itu. Tatapan matanya nampak begitu sendu dan ya tega mengatakan apa yang baru saja dia katakan. Rasanya ingin marah Ana mendengarnya, tapi bisa apa dia karena nyatanya memang begitu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Ana menangis di dalam kamar mandi tanpa suara. Dia merasa tubuhnya sangat kesakitan, perih dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Beberapa sat lalu dia melihat pantulan tubuhnya di cermin kamar mandi, noda merah yang ditinggalkan Jordan benar-benar sangat banyak, kedua ujung dari benda kembarnya juga sangat sakit, perih hingga bengkak lumayan parah. Bagian intinya, bagian yang paling berharga dan paling dia lindungi kini sudah kehilangan kesuciannya, iya! Jordan sudah merebut paksa hal yang dia anggap segalanya bagi seorang wanita dengan begitu kasar, dia benar-benar seperti iblis, penjahat yang tak kenal ampun.
Ana melihat kembali bagian bawahnya dengan posisinya yang sedang duduk di lantai, kedua lututnya sedikit terangkat, dan kedua pahanya juga agak terbuka. Masih ada sisa darah yang tertinggal disana, dan itu membuat Ana jadi teringat betapa sakitnya saat Jordan mendesak memaksakan miliknya untuk masuk dengan wajah marahnya.
" Aku tidak sanggup bangun. " Ucap Ana pelan.
Di luar kamar.
Setelah kegiatan itu selesai, Jordan kini berada di teras lantai dua rumah Kendra. Dia tak henti-hentinya mengusap wajahnya dengan kasar sembari merutuki kebodohannya hingga harus melakukan itu semua. Ana, gadis itu masih suci, dan dia melakukannya dengan sangat kasar seperti binatang yang tak kenal belas kasih menyergap mangsanya, mengoyak tubuhnya, ah! Jordan benar-benar tidak sanggup membayangkan kembali apa yang terjadi antara dia dan Ana beberapa saat lalu.
" Bagaimana aku harus menghadapi mu mulai sekarang? " Gumam Jordan dengan tatapan penyesalan. Sudah tiga batang rokok yang dia hisap sendirian di teras lantai dua, dan dia sudah cukup lama berada di sana. Sekarang dia harus kembali ke kamar, setidaknya dia harus meminta maaf dulu kepada Ana tidak perduli seberapa marahnya dia beberapa saat lalu, karena pada akhirnya Ana lah yang rugi dan menderita.
Sebentar Jordan menarik nafas dalam-dalam sebelum meraih handle pintu, mengerakkan untuk membukanya. Begitu sampai di dalam Jordan. justru mengeryit karena tak mendapati Ana di tempat tidur, karena dia penasaran maka Jordan melihat ke kamar mandi, dan begitu terkejutnya dia melihat Ana duduk di lantai kamar mandi masih dengan tubuh polosnya, kepalanya tergeletak di wc duduk yang tertutup. Dengan segera Jordan masuk kedalam, lalu membawa tubuh Ana untuk dia keluarkan dari kamar mandi. Perlahan Jordan merebahkan tubuh Ana, dan karena Ana tidak memakai pakaian apapun, Jordan sebentar mengambilkan baju, atau dress tidur dan memakaikannya.
" Ana! Ana! " Jordan menepuk pelan pipi Ana, dan sepertinya dia benar-benar pingsan jadi dia harus segera membatu Ana. Dengan segera Jordan keluar dari kamar, lalu mencari di manapun kotak obat. Ah! Dia tidak juga menemukanya, jadi Jordan pilih keluar saja sebentar dari rumah, dia ingat benar bahwa rumah Kendra tidak jauh dari apotik dua puluh empat jam, jadi segera Jordan pergi keluar. Sesampainya disana, Jordan membeli minyak angin, salep untuk di oleskan di bagian penting Ana, dan beberapa obat lain agar Ana bisa memilihnya nanti.
kembalinya Jordan kerumah rupanya Ana juga belum bangun. Jadi dia mengoleskan minyak angin di dekat hidung Ana, kemudian sisi kanan dan kiri wajahnya, telinga, dan juga kedua kaki. Dia pergi sebentar untuk ke kamar mandi dan mencuci tangannya, barulah setelah itu dia mengoleskan salep untu di oleskan di bagian yang luka di tubuh Ana.
Dingin, juga nyaman.
Salep yang di oleskan oleh Jordan benar-benar terasa dingin dan mempu mengurangi rasa perih di bagian inti juga ujung kedua benda kembarnya.
Jordan, pria itu tetap menunggu Ana untuk bangun dengan perasaan bersalah yang luar biasa. Padahal hanya karena kemarahan yang juga dari salahnya sendiri, tapi dia juga tidak menyangka kalau akan sejauh itu di berbuat nekat. Memang dia bisa lepas dan masa bodoh saja melindungi diri dengan statusnya yang adalah suami dari Ana sendiri jadi tidak akan ada yang menyalahkannya. Tapi, kalau ada yang tahu bagaimana yang sebenarnya, Jordan benar-benar pasti akan di anggap pria ter brengsek di dunia.
Pagi harinya.
Ana membuka mata perlahan, sebentar dia terdiam dan membiarkan matanya berkedip beberapa kali. Dia mengingat kilasan apa yang terjadi semalam, lalu dia merasakan adanya benda yang berada di dahinya. Ah, bukan benda, tali itu adalah tangan dai Jordan. Kenapa ada di kepalanya? Apakah dia menyesal dan merasa kasihan sekarang?
Sebenarnya kalau ingat apa yang terjadi semalam, Ana benar-benar ingin menampar wajah Jordan, memaki nya, dan meludahi kalau bisa. Tapi, mana mungkin dia melakukan itu? Meksipun kebenciannya terhadap Jordan bertambah, setidaknya dia inga benar bahwa Jordan adalah suaminya dan bukan salah dia melakukan itu padanya, karena yang salah adalah cara Jordan dan cara berpikirnya.
Ana perlahan menyingkirkan tangan Jordan, kemudian perlahan bangkit dan dia terdiam mendapati adanya macam-macam salep juga obat-obatan lain seperti alkohol, Betadine, dan ada beberapa obat lain di sana.
Dia mengobati ku? Batin Ana.
Ana mengeryit menahan sakit di bagian dada dan intinya yang hingga lagi masih terasa. Dia kini tengah berada di posisi duduk, juga sembari menatap wajah Jordan yang tertidur begitu pulas padahal ini sudah pukul tujuh yang biasanya Jordan sudah rapih. Ana terdiam melihat wajah Jordan yang ingin sekali dia pukul itu, tapi dibanding memukulnya dan membuat banyak masalah lagi yang akan timbul, Ana pikir akan lebih baik kalau dia menahan semua itu sebenarnya.
Ana menggerakkan tangannya, dia meraih pundak Jordan dan menggoyangkan perlahan.
" Jordan! Jordan! "
Merasa ada yang mengguncang tubuhnya, segera Jordan membuka matanya.
" Ini sudah pukul tujuh, kau akan terlambat, jadi pergilah mandi sana. "
Jordan bangkit dari posisinya dan menatap Ana yang terlibat pucat sekali lagi ini. Jordan jadi merasa bersalah karena ingat benar apa yang dilakukan semalam hingga gadis itu menjadi kesakitan, bahkan sampai pingsan segala.
" Bagaimana keadaanmu? "
Ana sebentar terpaku. Kabar? Apakah Jordan menanyakan kabarnya? Mungkinkah Jordan yang matanya hanya ada Soraya perduli padanya?
" Salep yang ada disana itu untuk mengobati lukamu, disana ada vitamin juga jadi kau bisa minum. " Jordan tak berani menatap Ana karena masih merasa gugup dan bersalah.
" Aku akan mengurus diri sendiri, pergilah mandi, setelah sarapan barulah kau bisa pergi ke kantor sebelum hari semakin siang. "
Jordan menatap Ana mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan gadis itu setelah semua yang terjadi, dan jelas Ana tak mau menunjukkannya. Sementara Jordan yang tak berani meminta maaf karena gengsinya yang terlalu tinggi, pada akhirnya hanya bisa diam-diam kebingungan sendiri.
Bersambung.
..maaf Thor AQ tinggal dulu ya sebenarnya suka tp masih kurang greget