Ana, istri yang ditinggal merantau oleh suaminya. Namun, baru beberapa bulan ditinggal, Ana mendapatkan kabar jika suaminya hilang tanpa jejak.
Hingga hampir delapan belas tahun, Ana tidak sengaja bertemu kembali suaminya.
Bagaimana reaksi suaminya dan juga Ana?
Yuk, ikuti kisahnya dalam novel berjudul AKU YANG DITINGGALKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kata Talak
Tanpa memperdulikan Sahil yang terus saja menatapnya. Ana terus melangkah, mendekati Nara yang menatapnya.
"Hai Nara, aku ibunya bang Arkan dan Kayla. Ini, buah untuk Nara." ujar Ana.
"Makasih mbak ..." ujar Kinan memanggil mbak. Jika tidak ada Ana, dia enggan memanggil dengan embel-embel mbak.
Ana tersenyum menanggapi. "Bagaimana keadaan Nara?" tanya Ana ada Kinan.
"Ya, begini lah mbak ... Dia harus rutin cuci darah secara rutin." ungkap Kinan.
Kinan melirik Sahil yang terus saja menatap Ana. Walaupun, Ana tidak peduli, akan tetapi dia tetap cemburu.
"Bang, tolong belikan tisu basah untuk Nara." pinta Kinan.
Sebenarnya itu hanya sebuah alasan, karena dia gak mau Sahil terpesona dengan Kinan.
Sahil menghela napas, karena tidak berani menolak sebab adanya Ana disana.
"Kenapa kamu datang? Bukankah, aku hanya memberitahukan Arkan?" tanya Kinan dengan ketus saat Sahil keluar.
"Karena Arka. sedang sibuk, jadi dia gak bisa datang. Bukankah, itu sama saja?" balas Ana masih dengan lembut.
"Sama bagaimana? Lihatlah, penampilanmu ... Kamu sengaja dandan untuk menggoda suamiku kan? Aku tahu, niat busuk wanita sepertimu." ujar Kinan.
"Dan asalkan kamu tahu, Bang Sahil bukan lagi tipe ku. Dia sudah kubuang saat kutahu dia menikahimu. Karena aku, wanita seperti ku, gak mau sesuatu yang sudah di jamah orang lain." balas Ana membuat Kinan kalah telak.
"Aku tahu, sebenarnya kamu menginginkan aku untuk datang kemari. Mungkin kamu ingin memamerkan kemesraan. Tapi sayangnya, suamimu malah terpesona denganku kan?" kekeh Ana.
"Dan tebakan mu salah, bang Sahil malah sudah mengambil sebagian warisan yang mertuamu titipkan. Dan kamu tahu demi siapa?" kekeh Kinan dengan bangga.
"Siapa lagi, kalo bukan Nara. Dan aku juga tidak membutuhkannya. Jadi, bagiku itu bukan suatu masalah yang besar." ujar Ana acuh.
Kinan semakin panas mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Ana. Tidak terlihat aura cemburu diwajahnya. Atau jangan-jangan Ana memendamnya dengan rapi? Itulah, yang Kinan pikirkan.
Di luar, Sahil yang mendengar merasa tersinggung dengan ucapan Ana. Padahal, jelas-jelas disini, dia lah, korbannya.
"Ana ... Aku talak kamu dengan talak tiga ..." ungkap Sahil dengan muka merah.
Kinan yang mendengar itu, terkejut dan juga bahagia. Sedangkan Ana, tidak ada ekspresi disana. Bahkan, bisa dikatakan bahwa tidak ada kesedihan dimatanya.
"Kebetulan sekali, mungkin saja surat dari panggilan dari pengadilan sudah tiba di rumah mu. Karena aku sudah mendaftar perceraian di pengadilan, beberapa hari lalu." ungkap Ana membuat Sahil mengepal tangannya.
"Kamu itu memang tidak bertanggungjawab Ana. Aku begini gara-gara abangmu sendiri. Mereka yang menyebabkan kita berpisah." teriak Sahil.
"Dan mereka telah mendapatkan hukuman yang setimpal." sinis Ana. "Ingatanmu sudah kembalikan? Tolong tanyakan dihatimu. Apakah cintamu masih utuh untukku, atau memang sudah terbagi dengan Kinan?" lanjut Ana.
"Aku ..." Sahil bingung.
"Jelas itu sudah terbagi bang ... Dan setelah ingatanmu kembali, kamu tidak berhubungan suami istri dengannya kan? Jadi, jangan merasa disini kamu korban." kekeh Ana.
Sahil tidak menjawab. Mau berbohong pun, Kinan pasti menyanggahnya. Nyatanya, setelah ingatannya kembali, kebutuhan lelakinya tetap harus dipenuhi.
Ana pulang dengan perasaan campur aduk. Tapi yang jelas, dia merasa bahagia. Dadanya kembali plong.
Sedangkan Kinan, diam-diam merasa puas atas apa yang terjadi barusan. Dan Sahil sendiri, menyesali tentang apa yang telah di lakukannya.
Malam ini, untuk pertama kalinya Ana merasakan tidur gang teramat nyaman. Dia tidak lagi terbayang-bayang bayangan Sahil.
Dan esoknya, Ana langsung menceritakan kejadian saat dirumah sakit pada kedua anaknya itu.
Arkan bahagia melihat ibunya yang seperti telah membuang sebuah batu yang menghimpit dadanya.
Sedangkan Kayla, tidak ada tanggapan khusus dari. Mau dibilang sedih, dia tidak merasakannya. Dibilang bahagia, itupun biasa saja.
...🍁🍁🍁...
Beberapa bulan telah berlalu. Firman dan Jefri mulai merasakan kesepian yang teramat dalam. Mereka yang tidak pernah dikunjungi, merasakan pilu yang teramat sangat.
Firman merasa betapa bodohnya dirinya, yang telah terjebak akan nafsu dunia. Demi nafsu, dia rela menyengsarakan adik perempuan satu-satunya. Bahkan sekarang, dia kehilangan anak beserta istri yang teramat mencintainya.
Mau bertobat, rasanya dia malu. Dia malu menghadap Tuhan, setelah apa yang telah dilakukannya.
Andai Ana ada disana, dia akan bersujud memohon maaf dari adiknya. Tak apa dia mendapatkan hukuman seumur hidup. Tapi, setidaknya permintaan maaf telah dia lontarkan pada adiknya.
Dia menyesali perbuatannya. Harusnya sebagai abang, dia bangga pada Sahil yang begitu menjaga adiknya. Bukan malah mengajaknya Sahil mengikuti jejaknya yang rusak.
"Jefri ... Aku rindu pada saat kita masih kecil dulu." ungkap Firman pada Jefri.
Sekarang, mereka berada di ruang yang sama. Karena sebelumnya, mereka kerap kali mendapatkan siksaan dari teman-teman sel sebelumnya.
Apalagi, saat tahu kasus yang menyebabkan mereka berada disana.
"Dulu, kita begitu menjaga Ana. Bahkan, memanjakannya layaknya seorang putri. Tapi, sekarang ..." Firman menjatuhkan air mata penyesalan.
Jefri juga merasakan hal yang sama. Namun, ego dan dendam telah merasuki jiwanya.
"Aku menyesal Jefri, aku gagal menjadi abang untuk kalian berdua. Seharusnya, saat tahu kamu melakukan itu pada Armina, aku mencegahnya, bukan malah ikut menikmati." sesal Firman, tidak ada gunanya.
"Dan ini salah Arkan, andai dia tidak memberitahu Ana. Semua ini tidak akan terjadi." lirih Jefri.
"Dia sebagai anak tentu akan melakukan hal itu. Dan seharusnya kita bangga bukan? Karena Arkan jauh lebih baik dari ada kita, dalam hal menjaga Ana." balas Firman.
Jefri diam, dia enggan menanggapi ucapan dan perkataan Firman. Yang disesalinya hanya satu. Kenapa dia pergi terlalu cepat, sebelum memastikan Sahil mati terlebih dahulu.
Suara azan terdengar di mushola dalam tahanan. Beberapa orang langsung bangun dari tidurnya. Iya, sekarang sedang azan subuh.
Firman pun bangun, dan menyentuh sarung yang dibagikan petugas untuk tahanan. Akankah, tobat dan penyesalannya diterima? Dia ragu, ragu padanya, pada kesalahannya.
"Mau salat? Tumben ..." kekeh Jefri melihat abangnya yang melamun.
"Aku merasa terpanggil Jefri, sama saat seperti kita kecil dulu." lirih Firman.
"Percuma, kita juga akan mati disini." Jefri meringkuk, merasakan dinginnya lantai tahanan.
"Setidaknya, aku sudah bertobat. Walaupun Tuhan tidak menerimanya, setidaknya aku telah berusaha Jef ... Aku gak mau mati sia-sia disini." ujar Firman menarik sarung dari lipatannya.
Firman keluar sel dan menuju kamar mandi umum. Disana, dia menatap air mengalir itu dengan termangu. Dia menangis, merasakan betapa kotor tubuhnya saat ini.
"Allah, ampuni aku ... Jadikan ini awal mula, aku dekat denganmu ..." isak Firman mulai melakukan wudhu, seperti lainnya.
Beruntung orang-orang abai tentang apa yang Firman lakukan. Karena bagi mereka tidak penting berurusan dengan seorang pemerkosa.
lekas sehat kembali.💪 ditunggu karya Kaka selanjutnya. 🙏
jgn sampai, andai nara ga ada umur, kamu pun tetap menyalahkan ana n anak2 nya
padahal jelas2 kamu yg merebut kebahagiaan mereka😒
anak kandung suruh ngasih ginjalnya,selama ini yg kamu buat tuh luka yg dalam selingkuh Ampe punya anak.g kasih nafkah.
mau minta ginjal,otakmu dimana sahil