Arya Perkasa seorang teknisi senior berusia 50 tahun, kembali ke masa lalu oleh sebuah blackhole misterius. Namun masa lalu yang di nanti berbeda dari masa lalu yang dia ingat. keluarga nya menjadi sangat kaya dan tidak lagi miskin seperti kehidupan sebelum nya, meskipun demikian karena trauma kemiskinan di masa lalu Arya lebih bertekad untuk membuat keluarga menjadi keluarga terkaya di dunia seperti keluarga Rockefeller dan Rothschild.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chuis Al-katiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Strategi Mendirikan Umbrella Future Holding
Bab 25: Strategi Mendirikan Umbrella Future Holding
Kamis, 23 Februari 1984
Sinar matahari sore memancar hangat di halaman rumah keluarga Arya. Setelah pulang dari sekolah, Arya menemukan Amanda dan Tiara sedang asyik bermain di bawah pohon besar di depan rumah. Tawa mereka terdengar riang, memecah keheningan suasana pedesaan yang tenang.
"Kak Arya, sudah pulang sekolah?" sapa Amanda, wajahnya berseri-seri. "Kata ibu, Pak Mamat akan mengantar Kak Arya ke kantor perusahaan setelah makan siang."
Arya tersenyum mendengar pesan itu. "Kalian sudah makan siang belum?" tanyanya sambil menatap Amanda dan Tiara.
"Sudah, Kak Arya," jawab mereka serempak, sambil tersenyum bangga.
"Anak pintar. Tapi jangan main panas-panasan, ya. Kalau capek, istirahat di dalam rumah," pesan Arya sebelum masuk ke rumah.
Setelah berganti pakaian dan makan siang, Arya segera meminta Pak Mamat untuk mengantarnya ke kantor perusahaan di kota. Perjalanannya singkat, tetapi Arya memanfaatkan waktu untuk merapikan pemikirannya. Hari ini, ia akan menghadiri diskusi penting tentang pendirian perusahaan holding di Singapura, sebuah langkah besar untuk rencana ekspansi internasional keluarga mereka.
***
Begitu tiba di kantor perusahaan, Arya langsung menuju lantai atas, tempat ruang kerja Sulastri berada. Nadya, sekretaris Sulastri, menyambutnya dengan ramah.
"Selamat siang, Dek Arya. Ibu sudah menunggu di dalam bersama Dina dan Pak Andrian," kata Nadya sambil tersenyum.
"Terima kasih, Mbak Nadya," balas Arya sopan sebelum memasuki ruangan.
Di dalam, Sulastri duduk bersama dua orang lainnya: seorang perempuan muda dan seorang pria paruh baya keturunan Tionghoa. Arya segera mengenali Dina, salah satu murid Profesor Sugiharto yang pernah dia temui sebelumnya. Namun, pria paruh baya itu adalah wajah baru baginya.
"Arya, kebetulan kamu sudah datang," kata Sulastri dengan senyum hangat. "Kenalkan, ini Pak Andrian Wijaya, asisten ibu di Singapura."
"Salam kenal, Nak Arya. Nama Tionghoa saya Wei Jianlong," ucap Pak Andrian dengan nada ramah.
"Salam kenal, Pak Andrian," jawab Arya sopan.
"Dan ini Dina. Kamu pasti sudah mengenalnya," lanjut Sulastri, menunjuk Dina.
"Halo, Kak Dina. Kapan main ke rumah lagi?" sapa Arya dengan nada akrab.
Dina tersenyum kecil. "Kapan-kapan, Arya. Kalau tidak sibuk," balasnya ringan.
Setelah saling menyapa, Sulastri membuka diskusi. "Baiklah, mari kita lanjutkan pembahasan tentang pendirian perusahaan holding di Singapura."
***
Sulastri mulai menjelaskan, "Ibu, Dina, dan Pak Andrian sudah sepakat untuk menjadikan Dina sebagai nominee owner di perusahaan holding ini. Dina memiliki pengalaman bekerja di sektor perbankan Jepang dan juga merupakan murid kebanggaan Profesor Sugiharto. Sementara itu, Pak Andrian akan menjadi wakil Dina, mengurusi semua masalah perdagangan internasional dan relasi bisnis di Singapura serta Asia Tenggara."
"Rencana awal kami adalah mendirikan perusahaan holding dengan nama Umbrella Future Holding. Dari sana, kami akan mendirikan beberapa perusahaan cangkang di sektor-sektor strategis seperti real estate, perdagangan, teknologi, manufaktur, hiburan, dan investasi," lanjut Sulastri.
"Umbrella Future Holding?" tanya Dina, sedikit penasaran. "Nama yang unik. Apakah ada filosofi di baliknya, Arya?"
Arya tersenyum kecil, tapi tidak menjawab. Ia terlalu malu untuk mengakui bahwa nama itu terinspirasi dari sebuah perusahaan dalam video game masa depan.
Sulastri mengangkat bahu. "Baiklah, Arya. Apakah kamu punya rencana investasi atau saran untuk perusahaan ini?"
Arya mengangguk. "Aku punya beberapa ide, Bu. Berikut adalah rencana investasi yang telah aku susun untuk perusahaan Umbrella Future Holding. Fokusnya adalah Asia dan Australia." Arya mulai menjelaskan dengan detail.
***
Rencana Investasi Umbrella Future Holding
Real Estate
Jepang (1984-1985):
Investasi properti di Tokyo dan Osaka sebelum puncak gelembung ekonomi Jepang.
Strategi: Beli properti dengan yen undervalued dan jual setelah nilai yen menguat pasca-Plaza Accord (1985).
Hong Kong (1984-1989):
Fokus pada properti di distrik keuangan seperti Central dan Tsim Sha Tsui.
Singapura (1985):
Membeli properti undervalued akibat krisis ekonomi, lalu menjualnya setelah pemulihan ekonomi.
Pasar Saham
Jepang (1984-1989):
Saham blue-chip seperti Sony, Panasonic, dan Mitsubishi.
Jual sebelum gelembung pecah pada 1989.
Hong Kong:
Fokus pada Hang Seng Index dan perusahaan pelabuhan seperti Hutchison Whampoa.
Teknologi
Jepang:
Investasi di perusahaan elektronik seperti Sony dan Panasonic.
Semikonduktor: NEC dan Fujitsu.
Korea Selatan:
Samsung dan LG, yang mulai menjadi pemain global pada akhir 1980-an.
Energi dan Pertambangan
Indonesia:
Investasi di tambang batu bara dan minyak di Kalimantan dan Sumatra.
Australia:
Bijih besi dan gas alam di kawasan Pilbara dan proyek North West Shelf.
Infrastruktur dan Transportasi
China:
Investasi di pelabuhan dan jalur kereta api sebagai bagian dari modernisasi ekonomi.
Industri Agrikultur
Thailand dan Vietnam:
Produksi beras dan udang untuk ekspor global.
Australia:
Investasi di peternakan domba (wol) dan sapi (daging sapi), yang memiliki permintaan tinggi di Asia.
Pasar Mata Uang
Yen Jepang:
Long posisi sebelum Plaza Accord 1985.
Dolar Australia:
Stabilitas AUD menjadikannya pilihan investasi jangka pendek.
Hiburan dan Media
Hong Kong:
Investasi di studio film seperti Shaw Brothers dan Golden Harvest.
***
Arya juga memberikan estimasi keuntungan dan alokasi modal:
Real Estate: 30% ($300 juta)
Jepang (20%), Hong Kong (5%), Singapura (5%)
Pasar Saham: 20% ($200 juta)
Jepang (15%), Hong Kong (5%)
Teknologi: 20% ($200 juta)
Jepang (15%), Korea Selatan (5%)
Energi dan Pertambangan: 15% ($150 juta)
Australia (10%), Indonesia (5%)
Infrastruktur dan Transportasi: 10% ($100 juta)
China (5%), India (5%)
Agrikultur: 5% ($50 juta)
Thailand (3%), Australia (2%)
"ROI tahunan yang diharapkan sekitar 15-20% per tahun. Dengan pertumbuhan ini, modal awal $1 miliar dapat meningkat menjadi sekitar $2 miliar pada tahun 1989," jelas Arya dengan percaya diri.
***
Setelah mendengar penjelasan Arya, Dina dan Pak Andrian tampak tercengang. Penjelasan Arya begitu rinci dan teliti, seperti seorang ahli ekonomi yang berpengalaman.
"Arya, saat ini aku merasa seperti menghadiri kuliah Profesor Sugiharto, ya," ucap Dina sambil tersenyum kagum.
Pak Andrian menambahkan, "Di Hong Kong, ada seorang pebisnis sukses yang penuh perencanaan dan ambisi. Arya mengingatkan saya padanya."
Arya tersenyum mendengar pujian itu. "Bapak pasti sedang membicarakan Lee Ka-shing, pendiri Cheung Kong Holdings, bukan?"
Pak Andrian terkejut. "Bagaimana kamu tahu?"
Arya menjelaskan, "Aku ingin Umbrella Future Holding membeli saham Cheung Kong Holdings dan Hutchison Whampoa sebanyak mungkin sebelum 1985. Jika Lee Ka-shing ingin membelinya kembali, kita jual dengan premi 20%-30% dari harga pasar."
"Jadi sebelum tahun 1985 semua dana saham di alihkan untuk membeli saham di Hongkong, baru setelah tahun 1985 dana dari penjualan saham ke Lee Ka-shing kita alihkan kembali ke perencanaan awal," Kata Arya menjelaskan.
Pak Andrian semakin terkesan dengan wawasan Arya. Diskusi pun berlanjut hingga sore, membahas detail langkah-langkah yang akan diambil oleh Umbrella Future Holding.
kopi mana kopi....lanjuuuuttt kaaan Thor.....hahahahhaa