Semuanya telah benar-benar berubah ketika mantan kekasih suami tiba-tiba kembali. Dan Elmira Revalina berpikir jika berita kehamilannya akan dapat memperbaiki hubungannya dengan suaminya— Kevin Evando Delwyn
Namun, sebelum Elmira dapat memberitahukan kabar baik itu, mantan kekasih suami— Daisy Liana muncul kembali dan mengubah kehidupan rumah tangga Elmira. Rasanya seperti memulai sebuah hubungan dari awal lagi.
Dan karena itu, Kevin tiba-tiba menjauh dan hubungan mereka memiliki jarak. Perhatian Kevin saat ini tertuju pada wanita yang selalu dicintainya.
Elmira harus dihadapkan pada kenyataan bahwa Kevin tidak akan pernah mencintainya. Dia adalah orang ketiga dalam pernikahannya sendiri dan dia merasa lelah.
Mengandalkan satu-satunya hal yang bisa membebaskannya, Elmira meminta Kevin untuk menceraikannya, tetapi anehnya pria itu menolak karena tidak ingin membiarkan Elmira pergi, sedangkan pria itu sendiri membuat kisah yang berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Panggilan
"Dia masih berpikir dunia berputar di sekelilingnya." Gerutu Davina lirih.
Kevin sudah pergi, tetapi kemarahan dalam diri Davina masih menggelegak.
Davina kembali dengan identitas baru untuk melupakan masa lalunya dan memulai hidup baru, tetapi sepertinya dia kembali terjerat dengan Kevin dan Daisy.
Raut wajah Davina sulit digambarkan ketika wanita itu mengingat kata-kata penjahat sebelum mereka membakar gudang. Seseorang ingin menyingkirkannya dan Davina nanya bisa berasumsi bahwa dalang adalah Daisy.
Sekarang Kevin memberikan perhatian yang tidak dibutuhkan, Davina tahu jika itu hanya masalah waktu sebelum dirinya menjadi target Daisy lagi.
'Aku harus menghindari Kevin dengan segala cara untuk melindungi diriku dan anak-anakku.' Batin Davina.
Ya, jika Daisy mengetahui jika Davina memiliki anak bersama Kevin, mungkin tidak ada yang tahu apa yang dilakukan Daisy pada mereka.
Aksa memperhatikan raut wajah Davina dan pun bertanya. "Davina, kamu mengenal Kevin?."
Aneh sekali bagaimana pria itu terus mengikuti Davina kemana-mana.
Davina tersadar dari lamunannya setelah mendengar pertanyaan Aksa. "Bagaimana aku bisa mengenal pria sepenting dia? Aku hanya anak yatim piatu sebelum Ayah dan Ibu menemukan aku, kamu ingat?."
Davina tidak berniat membicarakan tentang masa lalunya. Setelah dikhianati, Davina menarik Kevin keluar dari hati dan hidupnya, dia juga tidak punya rencana untuk melihat ke belakang.
Baginya, mereka hanyalah orang asing yang baru saja bertemu.
Aksa terkekeh kecil sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya. "Kamu benar, Kevin adalah bagian dari keluarga yang sangat penting... mungkin dia memperhatikan mu karena kamu putri dari paman Edwar."
Davina mengangkat ke-dua bahunya. "Mungkin, tapi itu bukan urusanku."
Ketika Aksa melihat betapa acuhnya Davina pada Kevin, hatinya menjadi tenang.
"Benar sekali, pria itu seperti itu tidak akan pernah puas dengan satu wanita. Dan kamu lebih baik menghindari dia." Kata Aksa dan mereka pun melanjutkan makan malam.
***
Sementara itu, di tempat lain. Kevin sedang dalam suasana hati yang buruk. Ketika duduk di kursi belakang, rahang tegasnya masih terkantup rapat dan urat-urat yang berwarna hijau masih terlihat di dahinya.
Kevin tidak mengerti mengapa dirinya bisa begitu marah seperti saat ini, tetapi dia juga tidak bisa menahan dirinya sendiri. Wajah Davina terus berkelebat di depan matanya, bayangannya tumpang tindih dengan Elmira.
Daisy melirik dan rasa cemburu berkobar dalam dirinya, melihat Kevin yang masih begitu marah, membuat Daisy yakin jika pria itu sedang memikirkan kejadian di restoran tadi.
Karena Davina datang ke kota ini, Kevin sudah tidak menjadi dirinya sendiri!
'Aku harus menyingkirkan dia!.' Batin Daisy.
"Kevin..." Panggil Daisy. "Kapan kamu akan datang menemui orang tuaku? Ayah terus bertanya tentang kamu."
Kevin mengernyitkan dahinya. "Aku akan datang kalau aku sudah punya waktu."
"Bagaimana dengan pernikahannya? Aku rasa kita harus menikah sekarang." Tanya Daisy, jantungnya berdebar kencang.
Kevin menoleh, menatap Daisy. "Kita bahas masalah ini nanti saja. Aku masih sibuk dengan urusan perusahaan."
Daisy mengerucut bibirnya, sebal.
Selalu saja ada alasan yang datang silih berganti dan sebelum mereka menyadarinya, enam tahun telah berlalu sejak dia kembali ke Negara Ini!
Kevin terus menunda pernikahan mereka.
Meskipun perasaan Daisy merasa tidak senang. Dia tetap tersenyum menatap Kevin. "Tidak apa-apa. Aku bersedia menunggumu sampai kamu siap."
Kevin diam, Pikirannya masih memikirkan ketika mereka berada di restoran, bertanya-tanya apakah Davina akan menghabiskan malam bersama Aksa.
Daisy mengepalkan tangannya, hingga kukunya menancap di telapak tangannya.
"Besok aku akan ke fisioterapi, kamu mau ikut tidak? Aku ingin memeriksa kakiku," pinta Daisy.
Ketika Kevin mendengar hal itu, dia menunduk untuk melihat kaki Daisy dan saat itulah Kevin merasa bersalah. Dirinya memang sedang kesal, tetapi tidak adil untuk melampiaskannya pada Daisy.
Sembari menatap Daisy, Kevin kemudian menganggukkan kepalanya. "Tentu, aku juga ingin tahu apakah kita perlu mendatangkan lebih banyak ahli untuk merawat kakimu."
Daisy tersenyum senang. Selama dirinya tidak bisa menggunakan kakinya, Kevin akan selalu merawatnya.
Ponsel Kevin tiba-tiba berdering dan pria itu segera mengangkat panggilan tersebut, ketika mengetahui bahwa kakeknya— Robert Delwyn yang menghubungi nya.
"Hallo Kakek." Kata Kevin.
"Apakah Elmira masih hidup?." Tanya pria tua itu dari seberang sana. Ada sedikit rasa gembira dalam nada bicaranya.
Kevin tahu apa yang dibicarakan oleh kakeknya itu. Dia pasti sudah melihat berita dan melihat foto Davina.
Sembari menghela nafas, Kevin menjawab. "Sayang sekali aku harus mengecewakanmu, Kakek. Tapi, wanita itu bukan Elmira."
"Apa maksud mu? Cepat pulang dan jelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Kakek!." Perintah Robert.
Ketika Kevin memutuskan sambungan telepon mereka, Daisy menoleh. "Apa aku boleh ikut denganmu menemui kakek?."
Kevin mengernyitkan dahinya. Kakeknya tidak pernah menyukai Daisy dan beliau hanya menyukai Elmira. Akan menjadi ide yang buruk untuk membawa Daisy menemui kakeknya.
"Tidak untuk malam ini." Jawab Kevin
Setelah mengantarkan Daisy ke rumahnya, Kevin langsung bergegas menuju rumah kakeknya. Begitu sampai di sana, Kevin masuk ke dalam ruang kerja kakeknya dan menemukan jika pria tua itu tengah membaca sebuah majalah hiburan.
"Kakek." Panggil Kevin dan Robert menurunkan majalahnya untuk melihat cucunya itu.
"Apa kamu yakin wanita itu bukan Elmira? Apa kamu sudah menyelidikinya?." Tanya Robert.
"Dia bukan Elmira... dia tidak mengenaliku dan dia adalah putri dari Tuan Alister Edwar Ardonio, sementara Elmira adalah seorang yatim piatu." Jawab Kevin.
Robert menghela napasnya. "Sayang sekali... Kakek pikir dia Elmira. Tapi, bukan masalah. Kakek ingin bertemu dengan wanita muda itu. Apa kamu bisa mengaturnya?."
Kevin mengernyitkan dahinya. "Apa kakek akan mengatur pernikahan lagi untukku?."
"Bagaimana menurutmu?." Robert justru balik bertanya. "Bagi Kakek, tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan Elmira. Jadi, Kakek tidak akan memaksamu untuk melakukan apa pun. Tapi, Kakek ingin bertemu dengan Davina Grizelle Ardonio."
"Aku akan lihat apa yang bisa kulakukan... tapi dia tampak waspada pada ku—"
"Itu karena kamu bergaul dengan wanita bermuka dua itu! Bahkan kakek akan menjauhi mu kalau kamu masih bergaul dengan wanita yang merepotkan itu. Sampai berapa lama kamu akan membiarkan wanita itu ada disisi mu?." Sindir Robert.
"Aku berjanji akan menikahi dia, Kakek." Jawab Kevin
Daisy terluka ketika wanita itu akan menemui Kevin. Jika Kevin meninggalkan nya, Kevin pikir Daisy mungkin tidak akan bisa hidup dengan dirinya sendiri selamanya.
Robert mengernyitkan dahinya ketika dia menatap Kevin. Robert tidak dapat mengerti bagaimana seseorang yang begitu pintar bisa membiarkan seorang wanita menipunya.
"Selama Kakek masih hidup, kakek tidak akan pernah mengizinkannya." Kata Robert. "Daisy Liana tidak akan pernah menjadi menantu keluarga Delwyn." Kata Robert dengan penuh wibawa dan Kevin tidak berani untuk mencoba menyakinkan Kakeknya itu.
Meski pun Robert sudah tua, dia masih memiliki jabatan sebagai ketua di Delwyn Group dan aura dominannya masih jelas terpancar.
"Kakek dia terluka karena—"
"Kakek tidak peduli dengan kebohongan apa pun yang dia katakan. Kakek tidak ingin kamu menjadi seperti ini, Kevin. Kalau kamu ingin berakhir seperti ayahmu, teruslah menghibur wanita pembohong itu. Kakek sudah sangat kecewa dengan perlakukan mu pada Elmira, Dia wanita yang manis dan baik, tapi kamu mengacaukannya," kata Robert.
Keheningan menyelimuti mereka. Bagi Kevin, mendengar orang menyebut nama Elmira membuatnya merasa sakit hati. Dia telah menyesal karena kehilangan Elmira. Kegagalannya untuk melindungi Elmira selalu menghantui dirinya.
Setelah beberapa detik, Kevin menghela napas. "Aku akan mengatur pertemuan Kakek dengan Davina."
Setelah itu, Kevin berbalik dan pergi meninggalkan ruang kerja Robert. Tetapi, dia tidak sengaja bertabrakan dengan adik tirinya— Claudia Edmonia Delwyn.
"Ah! K-kakak—"
"Apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu menguping pembicaraan kami?." Tanya Kevin, pria itu terlihat marah.
Kevin memang tidak dekat dengan saudari tirinya, karena mereka memiliki ibu yang berbeda.
Kevin benci ketika ayahnya melupakan segalanya begitu saja setelah ibunya meninggal.
Claudia mengubah posisinya dengan gugup. "A-aku ingin bertemu dengan kakek! Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padanya."
Kevin menyipitkan matanya dan kemudian dia berjalan pergi.
Begitu Kevin menghilang dari pandangannya, Claudia menghembuskan napas leganya.
Hampir saja.
Kevin hampir mengetahui bahwa Claudia datang untuk memata-matai nya dan mendengarkan apa yang sedang pria bicarakan dengan kakek mereka.
Claudia kemudian meraih ponselnya dari dalam saku dan mengirimkan pesan untuk melaporkan apa yang didengarnya.
****
Di pagi harinya, dua wanita terlihat sangat asyik mengobrol dan entah apa yang sedang mereka obrolkan.
"Aku tidak menyangka kamu akan langsung terjebak dalam perangkap Kevin begitu kamu kembali ke negara ini. Apa kamu tidak belajar dari kesalahanmu?." Tanya Sonia Natalia, sahabat Davina.
Davina menghela nafasnya ketika mereka meninggalkan kafe tempat mereka biasa minum kopi sebelum berangkat bekerja. "Aku tidak terjebak dalam perangkapnya... ini hanya bisnis."
"Bisnis? Ketika wajah mu masih terlihat seperti mendiang istrinya? Bagaimana kalau dia tahu yang sebenarnya?." Tanya Sonia sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Setelah apa yang kamu alami, aku tidak menyangka kamu akan masuk ke sarang singa atas keinginan mu sendiri."
"Jangan khawatir, aku tidak akan membiarkan diriku menderita lagi. Aku hanya ingin menjauhkan anggota dewan dari ku ketika aku sedang bekerja. Dan aku hanya memanfaatkan perusahaan Delwyn Grup seperti mereka yang memang memanfaatkan aku." Kata Davina menjelaskan.
Sonia menghela napas beratnya. Dia menatap sahabatnya dan berharap jika keputusan yang diambilnya memang benar. Sonia tahu jika Kevin adalah pria yang cerdik dan licik, jika dia tahu jika Elmira masih hidup, siapa yang bisa tahu apa yang akan pria itu lakukan?.
"Yang bisa aku katakan adalah, pastikan dia tidak tahu tentang kamu... Kalau dia bertanya lagi, katakan saja kamu doppelganger." Kata Sonia.
Mereka berdua kemudian tertawa terbahak-bahak dan saling berbagi pandangan.
"Haha! Itu bagus.... aku akan menjawabnya seperti itu." Jawab Davina..
Tanpa sepengetahuan mereka, seseorang yang sedang mengemudi di jalan kebetulan melihat mereka.
"Cukup tentang bajingan itu, bagaimana kabar dua malaikat kecil itu?." Tanya Sonia, mengacu pada anak kembar Davina.
Sebuah senyuman lembur tersungging di bibir Davina ketika dia mengingat tentang anak-anaknya. "Mereka baik-baik saja. Ayah menjemput mereka dan mengantar mereka ke sekolah baru."
"Aku tidak sabar mengajak mereka untuk menginap di apartemen ku." Kata Sonia, membuat Davina tersenyum..
"Ya, aku yakin mereka akan sangat bahagia." Jawab Davina.
Sonia dan Davina tetap berhubungan baik setelah Davina meninggalkan negara itu bersama orang tuanya. Mereka tetap menjaga persahabatan mereka dan saling memberi kabar tentang apa yang terjadi dalam kehidupan mereka.
***
Sementara itu, di tempat lain.
Kevin terlihat baru saja sampai di ruang kerjanya dan tiba-tiba dia mendapatkan panggilan masuk dari sahabatnya— Aiden Nicholson.
"Kevin... astaga! Kau tidak akan bisa membayangkan siapa yang baru saja aku lihat hari ini." Kata Aiden dari seberang sana.
Mendengar suara sahabatnya itu, Kevin tahu kemana arah topik pembicaraan mereka. 'Dia pasti bertemu dengan mantan pacarnya.' Batin Kevin, dia bosan dengan sahabatnya yang memiliki banyak sekali wanita.
Sementara itu, setelah tidak mendapatkan tanggapan dari Kevin, Aiden kembali buka suara. "Aku melihat Elmira, dia masih hidup!."
Aiden adalah salah satu dari sedikit orang yang tahu bahwa Elmira dan Kevin telah menikah secara diam-diam dan Aiden juga tahu bahwa Kevin berada berada dalam kondisi yang buruk setelah Elmira meninggal dalam ledakan di gudang enam tahun lalu.
Mendengar kata-kata Aiden, Kevin kemudian bereaksi. "Aku rasa yang sedang kamu bicarakan adalah Davina. Aku dan dia sudah pernah bertemu di pesta penyambutannya. Dia bukan Elmira, mereka hanya mirip."
"Astaga! Kevin. Aku sangat yakin jika dia Elmira. Dia sedang bersama sahabatnya, Sonia. Hubungan mereka masih sama akrabnya seperti enam tahun yang lalu."
Kevin mengernyitkan dahinya dan jantungnya berdebar kencang.
Davina bersama Sonia Natalia?
"Aiden, ambil gambar mereka dan kirimkan padaku!." Pintanya, jantungnya masih berdebar kencang.
Setelah menerima foto tersebut, Kevin baru mengonfirmasi bahwa wanita yang bersama Davina, memang benar-benar Sonia— Sahabat Elmira.
'Sialan, Davina. Apa semua ini kebetulan? Kenapa kamu mempunyai teman yang sama dengan Elmira? Kamu selalu menyangkal kalau kamu bukan Elmira, tapi apa yang kamu bersama Sonia?.' Batin Kevin.
Tanpa membuang banyak waktu lagi, Kevin beranjak dari tempat duduknya dan bergegas keluar. Dan tidak butuh waktu yang lama bagi Kevin untuk tiba di perusahaan perhiasan barunya karena dia tahu Davina pasti akan bekerja di sana untuk sementara waktu.
Kevin langsung menuju ruang kerja Davina dan menerobos masuk begitu saja.
Davina mengangkat kepalanya dan melihat kearah pintu. Ketiak dia melihat Kevin, sebelah alis Davina terangkat. "Ada sesuatu yang bisa saya bantu? Tidak sopan sekali anda langsung masuk—"
Kevin menghampiri meja Davina. Pria itu menatap mata Davina dan mencoba menenangkan dirinya. "Davina, ada sesuatu yang ingin ku konfirmasikan padamu."