Di sekolah, Dikta jatuh hati pada gadis pengagum rahasia yang sering mengirimkan surat cinta di bawah kolong mejanya. Gadis itu memiliki julukan Nona Ikan Guppy yang menjadi candunya Dikta setiap hari.
Akan tetapi, dunia Dikta menjadi semrawut dikarenakan pintu dimensi lain yang berada di perpustakaan rumahnya terbuka! Pintu itu membawanya kepada sosok gadis lain agar melupakan Nona Ikan Guppy.
Apakah Dikta akan bertahan dengan dunianya atau tergoda untuk memilih dimensi lain sebagai rumah barunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellowchipsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemilihan Perangkat Kelas
...٩꒰。•‿•。꒱۶...
...𝙏𝙐𝘼𝙉 𝙆𝙐𝘿𝘼 𝙇𝘼𝙐𝙏 & 𝙉𝙊𝙉𝘼 𝙄𝙆𝘼𝙉 𝙂𝙐𝙋𝙋𝙔...
...© Yellowchipsz...
...—Habis permen kentang asam-manis yang memanjakan indra pengecap, terbitlah jeruk cokelat yang melumer sampai ke jiwa.—...
...꒰✘Д✘◍꒱...
"Terus, siapa lagi yang mau jadi ketua kelas selain kamu, Dikta?!" geram pak Satria sampai rambut panjangnya acakan.
Suara dari sosok tak kasat mata kembali bermain di telinga Dikta, "Zayan. Sebut saja nama Zayan. Dia cocok menjadi ketua kelas." 🍃
Bibir Dikta pun tergerak untuk bicara, "Zayan aja, Pak!" Setelah mengucapkan nama tersebut, dada Dikta menyempit hingga ia menahan rasa sakit tiada tara yang mengejutkan.
Lingga sampai mendelik usai mendengar Dikta menyebut nama ZAYAN. Tubuhnya merinding. Menurut Lingga, Dikta benar-benar sudah gila! Tapi ... Lingga juga ikutan gila. Karena nama itu adalah ...
Hening.
Semuanya bergidik dan menatap aneh ke arah Dikta gara-gara nama seseorang yang disebut barusan.
Zayan? Siapa Zayan? Tidak ada murid di kelas 12 IPA 2 yang bernama Zayan, di kelas lainnya pun setahu mereka juga tidak ada. Apa maksud Dikta bicara begitu?
"Zayan anak mana???" tanya pak Satria keheranan. Dia sampai mengecek daftar kehadiran siswa untuk mencari nama Zayan, siapa tahu pak Satria lupa. Namun, nama itu memang tidak ada. Tak mungkin juga pak Satria tidak hapal dengan nama murid-muridnya selama ini.
Dikta terkesiap saat Saila menoleh ke belakang dengan tatapan bingung.
Bibir mungil Saila berbisik, "Dikta, ummm ... Zayan itu siapa?"
Berkelana pikiran Dikta memeluk gulita di alam bawah sadarnya yang rapuh. Dia menjawab pertanyaan Saila dengan tatapan kosong, "Zayan itu ... ketua kelas Dua Belas IPA Dua yang rajin. Dia suka sama Lavina Hafa, tapi Lavina memilihku."
Saila bersenandika dengan kerutan di dahi, Lavina Hafa?
Cemas hati pun tak terbendung di hati Saila ketika ia berhasil menelaah gulana di wajah Dikta. Segera lima jemari tangan kanannya yang cantik ia lambaikan untuk menyadarkan aksa Dikta yang terbelenggu kekosongan.
Tergempar dada Dikta hingga hampir paru-paru tak berfungsi. Barusan saja Dikta membahas Zayan, nama salah satu tokoh yang ada di dalam buku Bukan Malaikat Hujan milik abangnya.
Kepala Dikta pening hingga urat-uratnya bercerancangan, hampir tak tahu mana yang nyata dan yang semu. Dikta tidak mau dianggap gila sungguhan, apalagi Saila sampai menatap buncah ke arahnya. Namun, sosok Zayan terlalu nyata di otak Dikta sekarang.
Tidak! Dikta harus bersikap wajar jika tidak ingin disebut sesat akal.
"Saya cuma asal nyebut, Pak," ujar Dikta membuat suasana kelas tenang kembali meski menahan sakit kepala.
Tatapan jengkel diberikan pak Satria kepada Dikta, "Dasar, Manik-manik! Udah bikin takut. Saya kira Zayan siapa? Hantu sekolah?!"
Lingga yang sudah menyelami dua per empat isi buku Bukan Malaikat Hujan, tentu terkenang bahwa nama 'Zayan' berasal dari sana. Jujur, sosok Zayan juga terasa nyata bagi Lingga, buku itu seperti sudah menguasai tali jantungnya. Semua hal dari buku misterius itu terasa pasti, makanya Lingga tidak berkenan.
Ada banyak hal buruk tentang Lingga di dalam buku yang dia anggap terkutuk itu. Lingga tidak suka kehidupannya di dalam buku tersebut meski belum tahu akhirnya seperti apa. Lingga yakin buku itu punya akhir yang tidak baik, makanya Dirham pun tak mengizinkan Dikta membaca sampai akhir!
Tiba-tiba Saila mengangkat tangan kanannya sampai harum semerbak kulitnya yang mulus bertebaran di kelas. "Pak."
"Iya, Saila?" tanya pak Satria bagaikan mendapat anugerah. Padahal, dia tidak berniat menunjuk Saila karena tidak ingin membebani si pemilik gedung sekolah tersebut.
"Saya mau jadi wakil kalau Dikta ketua kelasnya," ucap Saila penuh sukacita, membuat pak Satria tersenyum penuh kemenangan.
"Heeeh???" kaget Dikta terperanjat. Sekali lalu dia memperhatikan rambut hitam panjang yang memikat milik Saila di depannya.
Saila meninjau ke arah Dikta di belakangnya, lalu memastikan, "Mau, kan?"
Tiada diperintah, kepala Dikta mengangguk sendiri disertai iras yang bersahaja memonitor Saila.
Keadaan kelas menjadi morat-marit karena tingkah seorang Saila mengejutkan mereka lagi, seperti terlihat begitu karib dengan Dikta. Layaknya sudah kenal sangat lama.
"Nggak diterima jadi wakil!" ketus Puri menentang.
Saila membalas Puri dengan berkata, "Puri cantik, kamu ‘tuh nggak diajak. Wleee!"
Tergelak sang Dikta melihat Saila begitu mahir meledek Puri. Dia tidak menyangka jika gadis imut di depannya bisa membalas lebih menyebalkan.
"Argh! Ngelunjak lo di kelas gue!" geram Puri ingin membanting kotak pensilnya ke arah Saila.
"Puri!!!" cegah pak Satria menggeleng, "Simpan kotak pensil mahalmu, atau bapak jual!"
"Pak! Jual aja semuanya!!!" rengek Puri tidak terima kalau wali kelasnya membela Saila.
Lingga mencerling ke arah Puri, lalu meminta pacarnya itu untuk tidak perlu mempermasalahkan tentang perangkat kelas.
Dengan murung Puri mengalah.
Pak Satria pun tersenyum menyeringai ke arah Dikta. "Manik-manik ..., mau kerja sama dengan Saila?"
Dikta menggaruk tengkuknya dan tanpa beranggar lidah lagi dia menjawab dengan pasrah, "Apa boleh buat. Senang kalau Saila membantu saya, Pak."
"Ow, sudah berubah pikiran dengan cepat," ledek pak Satria yang menyadari wajah Dikta bersemu karena gadis di depannya. "Nanti saat mendekati akhir jam istirahat, kalian gantiin tugas bapak untuk nekan bel masuk, sekalian buat pengumuman kalau kalian adalah ketua dan wakil Dua Belas IPA Dua."
"Iya, Pak," jawab Dikta dan Saila berbarengan diiringi senyuman gugup menanti akhir jam istirahat.
Akhirnya, pak Satria mencetuskan jika Dikta menjadi ketua kelas lagi selama periode kelas 12 ini dan dibantu oleh Saila sebagai wakil.
...꒰˘̩̩̩⌣˘̩̩̩๑꒱♡...
Jam istirahat diramaikan oleh hujan renyai penyejuk terik.
Dikta baru sempat membaca surat terbaru dari Nona Ikan Guppy di bawah kolong mejanya, sekaligus memberikan prakata balasan di kertas anyar.
💌dari Nona Ikan Guppy: ****Tuan Kuda Laut, Dikta, Tata! Kenapa bertengkar dengan Lingga?
Balasan tulisan Dikta, ✒Dia membicarakan tentang abangku, lalu aku hilang kendali. Semua itu karena buku Bukan Malaikat Hujan. Lingga sangat membenci buku itu walau belum tahu endingnya seperti apa. Aku sendiri pun belum tahu.
💌dari Nona Ikan Guppy: ****Pakai plester ini ya untuk luka kecil di keningmu.
Balasan tulisan Dikta, ✒Terima kasih plesternya, cantik sekali ikan-ikan guppy yang akan menghiasi keningku ini. Tatapanmu sejeli itu ya bisa melihat lukaku dari kejauhan.
Dikta meraba kening di sebelah kanan, lalu merasa girang hati karena Nona Ikan Guppy tidak kecewa padanya. Bekas lukanya masih ada walau sudah cukup kering. Akan tetapi, Dikta tetap akan memasangkan plester bergambar ikan guppy yang lucu itu ke keningnya.
Banyak hal yang terlangkaui selama Dikta diskors. Dikta juga merasa bersalah karena waktu itu Nona Ikan Guppy menerima surat balasan yang sudah kusut gara-gara remukan Lingga.
Sambil membalas surat untuk Nona Ikan Guppy, Dikta menyelipkan satu box berukuran sekepalan tangan yang berisi bola-bola jeruk cokelat dengan bungkus penuh estetika, berpita corak cokelat.
Pada bagian dalam bola-bola jeruk cokelat itu terdapat cokelat lembut melumer, sedangkan pada kulit jeruknya yang jingga bisa dimakan karena terbuat dari bahan cokelat juga. Dikta meletakkannya di atas surat balasan.
Semoga kamu suka cokelatnya, batin Dikta merindu.
Balasan tulisan Dikta, ✒Habis permen kentang asam-manis yang memanjakan indra pengecap, terbitlah jeruk cokelat yang melumer sampai ke jiwa. Dihabiskan ya, Pypy.
Pypy diambil dari kata belakang GupPy, sebagai panggilan manja dari Dikta untuk Nona Ikan Guppy yang memanggilnya Tata.
Di saat Dikta kepayahan memasang plester dengan melihat melalui layar smartphone, Saila memutar badan menghadap ke arahnya.
"Mau aku bantuin, Dikta?" tawar Saila dengan suara imut dan mata membulat teduh.
Bersambung ... 👑