Damarius Argus Eugene (22 tahun), seorang Ilmuwan Jenius asli Roma-Italia pada tahun 2030, meledak bersama Laboratorium pribadinya, pada saat mengembangkan sebuah 'Bom Nano' yang berkekuatan dasyat untuk sebuah organisasi rahasia di sana.
Bukannya kembali pada Sang Pencipta, jiwanya malah berkelana ke masa tahun 317 sebelum masehi dan masuk ke dalam tubuh seorang prajurit Roma yang terlihat lemah dan namanya sama dengannya. Tiba-tiba dia mendapatkan sebuah sistem bernama "The Kill System", yang mana untuk mendapatkan poin agar bisa ditukarkan dengan uang nyata, dia harus....MEMBUNUH!
Bagaimanakah nasib Damarius di dalam kisah ini?
Apakah dia akan berhasil memenangkan peperangan bersama prajurit di jaman itu?
Ikuti kisahnya hanya di NT....
FYI:
Cerita ini hanyalah imajinasi Author.... Jangan dibully yak...😀✌
LIKE-KOMEN-GIFT-RATE
Jika berkenan... Dan JANGAN memberikan RATE BURUK, oke? Terima kasih...🙏🤗🌺
🌺 Aurora79 🌺
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora79, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
R.K.N-23 : DALRIAD...!
...----------------...
Lelaki dari Suku Barajah berjalan mengikuti Damarius menuju ke arah ambang pintu.
TAP!
TAP!
TAP!
CEKLEK!
Damarius meminta lelaki tersebut duduk di sebuah bangku dekat jendela. Lalu dia mulai membuka potongan-potongan kain kotor yang membalut lengan dan bahu lelaki itu.
SRET!
SRET!
SRET!
Ketika potongan kain terakhir itu terlepas....Damarius mengambil sebuah kesimpulan. Luka tersebut pada awalnya tidak begitu parah, tapi karena diabaikan...luka-luka itu berubah menjadi parah dan membusuk. Kini seluruh bahu lelaki terlihat sangat...buruk!
"Luka ini tidak terlihat seperti luka yang kamu dapat beberapa jam yang lalu..." ujar Damarius membuka percakapan.
"Benar...luka ini aku dapat...setengah bulan yang lalu..." jawab lelaki Suku Barajah itu.
"Kenapa kamu tidak langsung datang kesini, saat lukanya masih baru?" tanya Damarius.
"Aku tidak ingin datang hanya karena masalah sepele, seperti terluka hanya karena gigitan serigala. Tapi serigala itu sudah tua...giginya jelek...dan luka akibat gigitan itu...tidak mau sembuh!" jawab lelaki itu menjelaskan.
"Paling tidak...itu adalah sebuah pernyataan yang sangat jujur!" ujar Damarius.
Damarius mengambil salep dari inventori sistemnya dan menyiapkan perban baru. Dia juga mengambil cairan suntikan anti-inflamasi dan sebotol minuman barley sebagai pembersih luka, yang rasanya panas membara di dalam luka terbuka.
"Sekarang waktunya aku akan sedikit menyakitimu..." ujar Damarius pada lelaki itu.
"Aku sudah siap!" jawab lelaki itu.
"Kalau begitu, usahakan jangan bergerak! Letakkan lenganmu seperti itu...nah...oke!" ujar Damarius memberi arahan.
Lelaki itu meletakkan lengannya bertumpu diatas dengkul kakinya, sementara Damarius langsung bergerak untuk membersihkan lukanya dengan cermat.
SREET!
SREET!
SREET!
Sedangkan lelaki itu hanya terdiam seperti sebuah patung, dibawah perawatan kejinya.
Setelah selesai membersihkan luka itu, Damarius menyuntikkan secara diam-diam cairan anti-inflamasi dan infeksi tersebut...membubuhkan salep....dan membalut bahu lelaki itu dengan perban.
"Nah! Sudah selesai untuk saat ini. Akan tetapi, ini hanya untuk sekarang. Besok kamu harus kembali lagi kesini....setiap hari selama dua minggu, oke?" ujar Damarius.
"Oke..." jawab singkat lelaki itu.
TAP!
TAP!
TAP!
Mereka berpisah di ambang pintu blok rumah sakit tersebut.
"Kembalilah pada jam yang sama esok hari, Sobat!" ujar Damarius mengingatkan.
Lelaki itu hanya mengangguk tanpa menolehkan kepalanya, dia langsung berjalan dengan langkah ringan dan panjang seorang pemburu. Dia berjalan melintasi lapangan parade untuk menuju ke gerbang.
Damarius tidak berharap untuk melihatnya kembali, karena mereka lebih sering begitu. Hanya datang sekali, dan besoknya sudah menghilang.
Akan tetapi, sebuah hal mengejutkan terjadi.
Lelaki itu datang pada keesokan malamnya pada yang sama. Dia bersandar pada dinding blok rumah sakit tersebut.
Dan dia terus datang setiap hari setelah malam itu, duduk seperti patung ketika luka-lukanya dibalut, dan menghilang sampai waktu yang sama di hari berikutnya.
Pada malam ketujuh, Damarius sudah terbiasa mengganti perban lelaki tersebut. Tiba-tiba terlihat bayangan gelap yang menutupi pintu ruang prakteknya.
Ternyata itu adalah bayangan Gildas.
Gildas datang seperti biasa, untuk melihat Legiuner Obesilus yang masih terbaring di atas dipan dengan kakinya yang patah.
TAP!
TAP!
TAP!
Gildas melongokkan kepalanya, ketika melewati kedua lelaki itu di ambang jendela. Lalu Gildas berhenti dengan tatapan yang tertuju pada bahu lelaki itu.
Gildas menghela napasnya dengan suara mendesis.
"Ssssstttttf..."
"Ini sudah terlihat lebih baik! Beberapa hari yang lalu, lukanya terlihat lebih buruk dari pada ini..." ujar Damarius menjelaskan.
Gildas memperhatikannya dengan seksama.
"Ini...masih terlihat sangat buruk! Apakah karena gigitan...serigala?" tanya Gildas pada Damarius.
Lelaki itu mendongakkan kepalanya.
"Ya... Serigala..." jawab lelaki itu mengiyakan.
"Bagaimana bisa terjadi?" tanya Gildas.
"Siapa yang tahu bagaimana hal-hal seperti itu akan terjadi? Mereka terlalu cepat, sehingga tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi. Tapi perlu waktu yang agak lama, sebelum aku bisa kembali berburu bersama Suku Barajah!" jawab lelaki itu lugas.
"Suku Barajah.... Jika begitu, kamu bukan salah satu anggota Suku Barajah itu?" tanya Gildas kembali.
"Aku?... Suku Barajah?... Apakah tubuhku berwarna biru dari atas kepala sampai tumit, sehingga terlihat seperti seorang anggota Suku Barajah??" tanya balik lelaki itu pada Gildas.
Itu benar...!
Lelaki itu terlihat seperti Suku Barajah, dengan pola-pola pejuang biru pada d4d4 dan kedua lengannya.
Tapi tidak seperti orang Pict yang garis-garis tatonya berdekatan di seluruh tubuhnya.
Tubuhnya juga lebih tinggi dan putih dari pada orang-orang kedua Suku tersebut, seperti hal yang sama yang pernah dipikirkan Damarius saat pertama kali melihat lelaki ini bersandar pada dinding rumah sakitnya.
"Aku adalah penghuni muara-muara dan pulau-pulau di Pantai Barat sana....dibalik Tembok Perbatasan Utara tua....orang-orang yang berasal dari Erin pada zaman dahulu!" ujar lelaki itu menjelaskan.
"Orang Dalriad...!" ujar Gildas spontan.
Lelaki itu terlihat seperti menguatkan dirinya di bawah perawatan sepasang tangan Damarius.
"Dulunya aku orang Dalriad....orang Scot dari suku.... Ah, tidak...tidak! Kini aku tidak punya suku atau wilayah..." ujar lelaki itu menjelaskan.
Muncul keheningan singkat, setelah kata-kata lelaki itu jatuh.
Sedangkan tangan Damarius terus bergerak untuk memberikan salep pada luka gigitan serigala di bahu lelaki itu.
Lalu Gildas berkata dengan nada suara yang pelan.
"Itu adalah hal yang buruk! Apa yang terjadi, Sobat?" tanya Gildas pada lelaki itu.
Lelaki pemburu itu mendongakkan kepalanya, seperti seseorang yang mengingat-ingat akan cerita masa lalunya.
"Ketika usiaku enam belas tahun, aku membunuh seseorang saat terjadi sebuah Pertemuan Besar...sebuah pertemuan tiga tahunan antar Suku. Peraturan dalam pertemuan itu tidak diperbolehkan untuk membawa senjata, ketika Kelompok Dewan dibentuk. Jika ketahuan membawa senjata, maka hukumannya adalah kematian atau pengusiran dari dalam Suku tersebut..." jawab lelaki itu mulai bercerita.
"Karena aku adalah seorang bocah laki-laki yang baru saja menjalani 'Ujian Keberanian' pada musim semi itu, aku membunuh orang yang sudah menghina keluargaku! Raja memberikan perintah pengusiran dan bukan pembunuhan terhadap diriku. Oleh sebab itu, selama lebih dari lima belas tahun terakhir ini...aku berburu di antara Suku Barajah. Berupaya sebisa mungkin untuk bisa melupakan Suku-ku sendiri..." ujar lelaki itu dengan suara bergetar.
Damarius dan Gildas hanya terdiam saat mendengar cerita lelaki itu.
...****************...
mampir juga ya dikarya aku jika berkenan/Smile//Pray/