NovelToon NovelToon
Merebut Kembali Bahagiaku

Merebut Kembali Bahagiaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cerai / Pelakor / Kebangkitan pecundang / Dendam Kesumat / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:173.8k
Nilai: 4.9
Nama Author: Seraphine E

Hidup Dina hancur ketika suaminya, Ronny, berselingkuh dengan sahabatnya, Tari. Setelah dipaksa bercerai, ia kehilangan hak asuh bayinya yang baru lahir dan diusir dari rumah. Patah hati, Dina mencoba mengakhiri hidupnya, namun diselamatkan oleh Rita, seorang wanita baik hati yang merawatnya dan memberi harapan baru.

Dina bertekad merebut kembali anaknya, meski harus menghadapi Ronny yang licik dan ambisius, serta Tari yang terus merendahkannya. Dengan dukungan Rita, Ferdi dan orang - orang baik disekitarnya, Dina membangun kembali hidupnya, berjuang melawan kebohongan dan manipulasi mereka.

"Merebut kembali bahagiaku" adalah kisah tentang pengkhianatan, keberanian, dan perjuangan seorang ibu yang tak kenal menyerah demi kebenaran dan keadilan. Akankah Dina berhasil merebut kembali anaknya? Temukan jawabannya dalam novel penuh emosi dan inspirasi ini.

Mohon dukungannya juga untuk author, dengan like, subs, vote, rate novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Dina tiba di rumah Rita, menghembuskan napas lega setelah berhasil memberikan ASI untuk Gio melalui Linda.

Saat masuk ke rumah, Rita menyambutnya dengan senyum hangat. "Bagaimana? Apa semua berjalan lancar?" tanya Rita.

Dina mengangguk, "Saya sudah menitipkan ASI-ku diam-diam melalui Linda, pengasuh Gio" Jawab Dina sambil berusaha menyembunyikan kegelisahan yang masih tersisa.

Rita memeluk Dina dengan lembut. "Kamu sudah melalukan yang terbaik, percayalah, sebentar lagi kamu pasti segera berkumpul kembali dengan anakmu"

Rita kembali menatap Dina dengan penuh perhatian. "Bagaimana pengalamanmu bekerja di kantor, Dina? Sudah beberapa hari kan? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Rita mencoba menggali bagaimana perasaan Dina di tempat barunya.

Dina mengangguk sambil tersenyum, meski sedikit terkesan canggung. "Saya merasa senang, Bu. Lingkungannya cukup baik. Semua orang tampaknya profesional, dan saya merasa bisa belajar banyak." Jawab Dina.

"Karyawan di sana juga ramah, dan aku mendapat banyak kesempatan untuk menunjukkan kemampuan. Semua berjalan lancar," tambah Dina.

"Baguslah kalau begitu." kata Rita dengan senyum puas. "Aku tahu kamu pasti bisa menghadapinya dengan baik."

Tiba - tiba Rita menepuk tangannya, dia lalu tersenyum, "Oh ya, aku lupa mengatakan sesuatu. Tadi Ferdi sedang mencarimu. Mungkin ada sesuatu yang ingin dia bicarakan. Kau bisa menemui dia di ruang kerjanya di lantai dua" kata Rita santai, sambil meneguk teh favoritnya.

Dina sedikit mengerutkan kening, merasa heran, "Pak Ferdi mencari saya?"

Rita mengangguk pelan. "Iya, di ruang kerjanya. Mungkin ada hal penting yang ingin dia sampaikan. Sepertinya dia ingin kamu segera menemui dia." Suara Rita cukup persuasif, meskipun nada itu terasa lebih seperti anjuran daripada paksaan.

"Baiklah, saya akan menemui pak Ferdi dulu" Dina pun bangkit dari kursinya, menyusun langkah menuju ruang kerja Ferdi.

...****************...

Dina mengetuk pintu ruang kerja Ferdi pelan, suaranya terdengar agak gemetar. Setelah beberapa detik, ia mendengar suara Ferdi dari dalam, "Masuk."

Dina menarik napas dalam-dalam dan memutar kenop pintu. Begitu pintu terbuka, ia melihat Ferdi duduk di belakang meja kerjanya, tampak fokus memperhatikan layar tablet PC miliknya. Namun, begitu melihat Dina masuk, Ferdi meletakkan tablet-nya dan menatap Dina dengan ekspresi yang sulit dibaca.

"Dina, masuklah," kata Ferdi sambil melambaikan tangan, menunjukkan kursi di depan meja. "Ada yang ingin aku bicarakan."

Dina merasa sedikit canggung, namun ia melangkah masuk dan duduk di kursi yang ditunjuk. "Ada apa, Pak?" tanyanya.

Ferdi menatapnya beberapa detik, seolah menilai situasi sebelum akhirnya membuka mulut. "Sebelumnya, aku ingin mengatakan... kamu melakukan pekerjaan yang baik kemarin di meeting." Suaranya terdengar santai, tidak seperti biasanya. "Aku perhatikan presentasimu terlihat cukup profesional. Meskipun masih ada kekurangan di beberapa poin"

Dina terkejut dengan pujian itu, ia tidak menduga Ferdi akan mulai dengan kata-kata yang positif. "Terima kasih, Pak. Saya hanya berusaha melakukan yang terbaik,"jawab Dina dengan jujur tapi sedikit malu.

Ferdi mengangguk, kemudian matanya menatap Dina lebih intens. "Aku ingin bicara soal perkembanganmu di sini. Kamu pasti merasa ada beberapa tantangan, kan?"

Dina merasa gugup lagi. "Tantangan? Mungkin sedikit, tapi saya merasa saya bisa menghadapinya."

Ferdi mendiamkan sejenak, seolah berpikir sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan, dia lalu mengeluarkan sebuah kotak dari laci mejanya dan meletakkannya di depan Dina. Dina memandang kotak itu dengan wajah bertanya-tanya.

 "Ini untukmu" kata Ferdi sambil membuka kotak tersebut. Di dalamnya tergeletak sebuah laptop terbaru dengan desain ramping dan layar mengilap.

Dina terkejut, dan reflek mencoba menutup kotak itu kembali. "Pak, saya—saya tidak bisa menerima ini," katanya, "Ini terlalu mahal... saya tidak memiliki uang untuk menggantinya. Semua tabungan saya sudah saya habiskan untuk menyewa apartemen tempat saya tinggal nanti, jadi saya tidak bisa menerima pemberian ini"

Ferdi menatapnya, wajahnya tenang namun tajam. "Aku akan memberi pilihan lain," ujarnya dengan senyum tipis.

"Jika kamu tetap merasa tidak nyaman menerima pemberian ini begitu saja, bagaimana kalau kamu membayar cicilannya setiap bulan? Tidak perlu buru-buru, cukup secukupnya."

Dina terdiam sejenak, terkejut dengan tawaran itu. "Cicilan?" Dia menatap Ferdi ragu. "Tapi... apakah itu tidak terlalu banyak?"

Ferdi tersenyum santai, "Kamu bisa mulai kapan saja. Aku yakin kamu akan merasa lebih baik jika bisa membayar sedikit demi sedikit, bukan?"

Dina menghela napas, merasa terjebak antara rasa terima kasih dan rasa tidak enak. Akhirnya, dengan berat hati, dia mengangguk pelan. "Baiklah, saya setuju," katanya, meskipun ragu, tidak dapat dia pungkiri jika dia memang membutuhkan laptop untuk dia bekerja.

Ferdi lalu mengubah topik dengan nada lebih serius, menyandarkan tubuhnya ke kursi dan menatap Dina dengan penuh perhatian. "Dina, aku ingin memberi satu nasihat lagi," katanya, suara Ferdi yang serius kini mengisi ruangan.

"Pastikan selalu mengunci laptop atau komputermu. Jangan sampai berkas pentingmu jatuh ke tangan yang salah. Keamanan data adalah hal yang sangat penting di dunia kerja."

Dina mengangguk, meskipun dia tidak mengerti kenapa Ferdi mengatakan hal seperti itu padanya, tapi dia merasa disadarkan oleh perkataan itu.

Ferdi tersenyum, "Selain itu, aku ingin memperkenalkanmu dengan pengacara keluargaku. Dia bisa membantumu jika kamu perlu bantuan hukum, terutama soal masalah dengan Gio." Ferdi berbicara lagi, kali ini nada bicaranya mulai terdengar lebih serius.

"Aku yakin dia akan bisa membantu menemukan jalan terbaik untukmu."

Dina terdiam, matanya mulai berkaca-kaca mendengar perhatian yang diberikan Ferdi. "Terima kasih, Pak... Terima kasih.... Terima kasih banyak" ucapnya pelan, suaranya penuh rasa haru.

"Saya benar-benar tidak tahu bagaimana harus berterima kasih. Semua ini terlalu banyak bagi saya."

Ferdi hanya mengangguk. "Jangan terlalu merasa terharu. Ini hanya agar kamu bisa fokus dalam bekerja, kamu tidak akan bisa fokus jika banyak hal yang mengganggu pikiranmu." ucapnya dingin.

"Saya mengerti pak"

"Itu saja yang ingin aku bicarakan, kamu bisa pergi sekarang" kata Ferdi singkat.

Dina mengangguk, bergegas dia kembali ke kamarnya sendiri setelah pembicaraannya dengan Ferdi.

Di luar ruangan, Dina tak henti-hentinya bersyukur. Dia sudah mencari pengacara untuk mendampinginya dalam memperebutkan hak asuh anaknya, namun semua pengacara yang dia temui menolak permohonannya setelah mengetahui lawannya adalah Ronny Handoko.

Penawaran Ferdi hari ini, tentu saja memberikan harapan baru bagi Dina untuk merebut kembali sang buah hati. Tidak peduli, biayanya dia akan menghabiskan seluruh harta yang dia miliki, apapun akan dia lakukan selama dia bisa berkumpul lagi dengan Giovanni Alexis Soebijanto Handoko, putranya.

"Tunggu mama sayang, mama pasti akan menjemputmu kembali" ucap Dina dalam hati.

...****************...

Di sebuah kamar kost yang sepi, seseorang duduk termenung, matanya memandangi layar laptop dengan senyum penuh kemenangan. Jari-jarinya menari di atas keyboard, memastikan bahwa postingan anonim tentang Dina sudah terkirim ke papan buletin perusahaan, tempat informasi cepat menyebar. Foto Dina yang baru saja keluar dari apartemen milik Fifi terpasang jelas, termasuk foto dirinya bersama Ferdi dengan wajah yang diburamkan memasuki gedung apartemen, tidak lupa tambahan caption yang menyudutkan, menciptakan gambaran bahwa Dina terlibat dalam permainan kotor untuk memuluskan karirnya.

Pria itu mengedarkan senyum jahat, menunggu reaksi yang akan muncul. "Besok pagi, seluruh karyawan Mentari Grup akan tahu soal ini" gumamnya pelan, merasa puas dengan rencananya yang sudah tersusun rapih. Kegembiraan menghantui wajahnya, karena dia tahu bahwa berita ini akan menyebar dengan cepat—dan di antara rekan-rekan kerja, tentu akan ada yang percaya begitu saja dengan desas-desus yang belum tentu benar.

Di balik layar itu, tak ada yang tahu siapa yang bertanggung jawab, tetapi siapa pun yang melihat postingan itu pasti akan terpengaruh.

Dia menatap layar laptopnya, Pria itu lalu menekan ponsel dengan wajah yang penuh kepuasan. Setelah beberapa detik menunggu, terdengar suara seorang wanita di ujung telepon.

"Sudah selesai?" suara wanita itu terdengar tegas, namun seperti suara yang telah diubah menggunakan alat pengubah suara.

"Sudah, seperti yang kamu minta," jawab pria itu, matanya masih menatap layar laptop, di mana foto Dina masih terpampang di papan buletin. "Postingan sudah tersebar. Besok pagi semua orang di kantor akan melihatnya. Wanita itu pasti akan terpojok."

Wanita itu terdiam sejenak, seolah menilai hasil kerja pria tersebut. Lalu, dengan suara yang sedikit melengking, dia berkata, "Baiklah. Aku akan transfer uangnya segera. Tapi ingat, aku tidak ingin ada kesalahan"

Pria itu tertawa pelan, merasa yakin dengan apa yang sudah dia lakukan. "Tenang saja. Semuanya berjalan lancar. Aku sudah lama bekerja di bidang seperti ini"

"Baiklah kalau begitu," jawab wanita itu singkat. "Aku akan mengirim uangnya sekarang. Setelah ini, bakar laptop yang kau gunakan untuk mengunggah postingan itu, kau sudah memastikan bahwa kau menggunakan IP luar negeri yang tidak bisa dilacak kan?" tanya wanita itu lagi memastikan.

"Sudah kubilang, aku berpengalaman di bidang ini. Kau tidak perlu mengajariku tentang hal itu, kirimkan saja uangnya sekarang" jawab pria itu. Percakapan itu pun berakhir. Pria itu tersenyum lebar, merasa puas dengan dirinya sendiri.

...****************...

1
Lee Mba Young
kasian bayi nya, semoga gk berhasil atau keguguran saja. tari ngambil bayi itu gk ikhlas bayi itu cm buat senjata untuk di manfaat kan. sdng nenek si bayi butuh uang mkne tega seperti itu.
aku kl masalh bayi di adopsi hnya untuk kepentingan sungguh gk tega. aku gk setuju kl yg bgini. tari bukan tulus ma si bayi tp modus. dah di kasih penyakit ma karma bkn insyaf mlh makin menjadi.
Lee Mba Young
semoga bayi nya gk selamat, niat saja dah jelek ambil bayi itu untuk harta. tp pelakor apa sih yg di mau kl bkn harta. semoga gk berhasil deh.
Soraya
bu Ratna teriak teriak akhirnya tetangganya pada tau klo siti hamil
Soraya
Tari takut dipatuk ayam kakinya
Konny Rianty
jodoh kan dina sm ferdy thorrr...😊😊
murni l.toruan
Tari nungguin karma nih ya Thour
Sunaryati
Semoga Ronny cepat hancur, dari dalam ada Tari, Tedi, Mita dan dari Luar dari Dina
Soraya
Tari kok tau klo papa nya dah sadar dri koma
Soraya
Mami Rita Thebes,
Lee Mba Young
o tari ternyata ingin gunakan bayi untuk dpt harta Rony kurasa. ternyata masih picik pikirannya kn pling gk harta Rony hak dr anak kandungnya. kupikir dah insaf ternyata di balik ia menyerahkan bayi Rony pd ibunya ia punya rencana ambil bayi lain buat dpt in harta rony ya. ya bgitulah pelakor apa sih yg di ingin kan paling cm ngincer harta kan. kl bkn Rony orang kaya gk mungkin juga dia mau jd selingkuhan.
Sunaryati
Semoga impian Bu Tita kamu kabulkan Dina atas izin dan restu Author. Aku benar-benar salut atas cerita yg benar- benar hidup serasa nonton drama , Author memang the best
murni l.toruan
Rony punya malu nggak?
Soraya
ada yah orang tua kayak gitu
Soraya
dimana mana anak yg masih dibawah umur apa lagi masih bayi dh pasti ibunya yang lebih berhak mengurus anak nya
Soraya
klo hak asuh dimenangkan sama Ronny q stop baca, walaupun ini cuma cerita halu ya harus ada logika nya juga lah
Soraya
karma mu mulai berjalan Tari
Soraya
aneh orang kaya kok kulkasnya kosong ga ada isinya
Sunaryati
Ealah ingin hidup enak kok cuma dengan memanfaatkan anak gadisnya yang belum tentu masih perawan, ndak usah susah- susah cari menantu kaya jadi istri kedua, jual saja Cintya, Bu Marta jadi mucikarinya, dapat untung juga/Facepalm//Facepalm/
murni l.toruan
Mirisnya hidup Gio, ada bundanya tapi tdk bisa merasakan pelukan hangat yang tulus
murni l.toruan
Rony punya hati nurani ngak ya, tega banget misahi anak dengan ibu kandung yang memiliki ikatan batin. Semoga Rony secepatnya dapat karma
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!