NovelToon NovelToon
23.55 "Lima Menit Sebelum Tengah Malam"

23.55 "Lima Menit Sebelum Tengah Malam"

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Balas Dendam / Wanita Karir / Trauma masa lalu
Popularitas:817
Nilai: 5
Nama Author: Nurul Wahida

Sebuah kota kecil bernama Reynhaven, seorang pria ditemukan tewas di rumahnya, tepat lima menit sebelum tengah malam. Di pergelangan tangannya, ada tanda seperti lingkaran berwarna hitam yang terlihat seperti dibakar ke kulitnya. Polisi bingung, karena tidak ada tanda-tanda perlawanan atau masuk secara paksa. Ini adalah korban kedua dalam seminggu, hingga hal ini mulai membuat seluruh kota gempar dan mulai khawatir akan diri mereka.

Di lain sisi, Naya Vellin, seorang mantan detektif, hidup dalam keterasingan setelah sebuah kasus yang ia ambil telah gagal tiga tahun lalu hingga membuatnya merasa bersalah. Ketika kasus pembunuhan ini muncul, kepala kepolisian memohon pada Naya untuk kembali bekerja sama, karena keahliannya sangat diperlukan dalam kasus ini. Awalnya ia sangat ragu, hingga akhirnya ia pun menyetujuinya. Akan tetapi, dia tidak tahu bahwa kasus ini akan mengungkit masa lalunya yang telah lama dia coba lupakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Wahida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hanya Umpan?

Malam semakin larut ketika tim detektif berkumpul di ruang rapat kantor pusat kepolisian. Papan besar di depan mereka penuh dengan foto korban, catatan investigasi, dan benang merah yang menghubungkan berbagai petunjuk. Suasana di ruangan itu terasa tegang, tak ada seorang pun yang berbicara. Mereka semua menunggu satu hasil autopsi yang dijanjikan oleh Dr. Ranmor.

Ponsel Naya yang berada di meja tiba-tiba bergetar, memecah kesunyian. Nama Dr. Ranmor terpampang di layar. Dengan cepat, dia mengangkat panggilan itu dan mengaktifkan mode speaker agar semua orang bisa mendengarnya.

"Dokter, bagaimana hasilnya?" suara Owen terdengar tegas, seperti biasa.

Di ujung telepon, suara Dr. Ranmor terdengar serius. "Saya baru saja menyelesaikan autopsi terhadap Victor. Dan dari hasil yang saya temukan… dugaan kami benar."

Semua mata kini tertuju pada ponsel tersebut.

"Luka di dada Victor disebabkan oleh pisau yang dirancang khusus untuk dunia militer atau seseorang dengan pelatihan tingkat tinggi. Ini bukan jenis pisau sembarangan, melainkan jenis yang hanya digunakan dalam operasi tertentu."

Evan menyandarkan tubuhnya ke kursi, lalu menghela napas panjang. "Jadi benar, pembunuh ini bukan orang biasa."

Rayyan mengetuk meja dengan jemarinya. "Itu berarti kita sedang berhadapan dengan seseorang yang bukan hanya sekadar pembunuh berantai. Dia punya latar belakang tempur, atau setidaknya pernah mendapatkan pelatihan di dunia militer atau agen khusus."

Rayna menggigit bibirnya, ekspresinya terlihat cemas. "Kalau begitu, bukankah ini akan membuatnya semakin sulit untuk ditangkap?"

Dr. Ranmor melanjutkan. "Selain itu, saya juga menemukan zat kimia di sekitar luka Victor. Zat ini digunakan untuk mempercepat pembekuan darah. Pembunuh ingin memastikan sesuatu dari tubuhnya sebelum dia benar-benar tewas."

Naya mengerutkan kening. "Apa mungkin Victor sempat berbicara sebelum dia meninggal?"

Hening sejenak sebelum Dr. Ranmor menjawab, “Entahlah. Hanya kalian yang bisa memastikan itu.”

Ruangan kembali diliputi keheningan. Jika Victor sempat berbicara sebelum tewas, itu berarti ada kemungkinan pembunuh bayangan hitam mendapatkan sesuatu darinya. Sesuatu yang mungkin sangat berharga.

Suasana di ruang rapat kepolisian berubah menegang. Semua orang sibuk dengan pikirannya masing-masing, mencoba mencerna fakta baru yang terungkap. Victor bukan sekadar manajer klub biasa. Dia telah dibunuh oleh seseorang dengan keterampilan tingkat tinggi, dan yang lebih mengkhawatirkan, si pembunuh itu tahu cara menghilangkan jejaknya hampir tanpa cela.

Tiba-tiba, suara dentingan jari Evan yang mengetuk meja memecah keheningan. Dia menatap papan bukti dengan tatapan tajam, seolah mencoba menghubungkan semua titik yang masih terputus.

"Ada yang aneh," gumamnya.

Semua orang menoleh ke arahnya.

"Apa maksudmu?" tanya Owen dengan alis berkerut.

Evan menghela napas sebelum menjawab. "Selama ini, semua korban pembunuh bayangan hitam memiliki keterkaitan dengan proyek Astra Land. Tapi Victor? Dia tidak punya hubungan dengan itu. Jika dia dibunuh, berarti ada motif lain."

Naya menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap foto Victor di papan bukti dengan ekspresi berpikir. "Atau mungkin kita melewatkan sesuatu... Bisa saja dia tahu sesuatu yang berbahaya, tapi tidak kita sadari."

Rayyan yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Atau ada kemungkinan lain. Bisa jadi Victor bukan target sebenarnya. Bisa saja dia hanya umpan."

Ucapan itu membuat suasana ruangan semakin berat. Jika Victor hanyalah umpan, itu berarti pembunuh bayangan hitam sedang mengalihkan perhatian mereka dari sesuatu yang lebih besar.

Rayyan berpikir sejenak, lalu menatap Owen. "Kita harus bertindak sekarang. Jika kita terus menunggu, dia akan selalu selangkah di depan kita."

Owen mengangguk, tatapannya penuh ketegangan. "Baik. Kita harus cari tahu apa yang Victor sembunyikan sebelum semuanya terlambat."

Tapi pertanyaannya adalah… apakah mereka masih punya cukup waktu sebelum pembunuh bayangan hitam melangkah lebih jauh?

Tak ingin membuang waktu, mereka segera kembali ke klub malam Inferno untuk mengecek rekaman CCTV.

...****************...

Seorang teknisi keamanan klub, pria berkemeja biru dengan headset di lehernya, duduk di depan monitor besar. Dengan beberapa kali klik, dia mulai memutar rekaman dari malam kejadian.

"Oke, ini dia. Ini rekaman dari lorong menuju ruang VVIP," katanya sambil menunjuk layar.

Di sana terlihat Victor berjalan masuk ke dalam ruangan. Beberapa menit berlalu, dan kemudian seseorang masuk setelahnya. Namun, tepat sebelum dugaan waktu kematiannya, layar tiba-tiba berubah menjadi statis.

"Apa yang terjadi?" Owen bertanya dengan nada tajam.

Teknisi itu terlihat kebingungan. "Tunggu… ini aneh. Sepertinya ada bagian yang hilang."

Rayyan berdiri dan berjalan mendekat, matanya menyipit melihat layar. "Seseorang telah menghapusnya."

Rayna menghela napas panjang, "Jadi pembunuh bayangan hitam bukan hanya seorang eksekutor yang hebat, dia juga punya akses ke teknologi."

Evan mengepalkan tangannya. "Atau dia bekerja dengan seseorang di dalam klub ini."

Naya berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata, "Kalau begitu, kita harus mencari tahu siapa yang memiliki akses ke sistem keamanan ini."

Owen menyetujui, "Juga, kita harus bicara dengan semua karyawan yang bekerja malam itu."

Tiba-tiba, suara notifikasi ponsel Naya berbunyi. Semua orang langsung menatapnya dengan waspada. Naya meraih ponselnya dan membaca isi pesan yang masuk.

"Kau terlalu lambat, detektif."

Keheningan di ruang CCTV semakin mencekam setelah pesan misterius itu masuk. Naya masih menatap layar ponselnya dengan ekspresi tegang. Darahnya berdesir. Jari-jarinya mencengkeram ponsel erat, seolah bisa meremukkan perangkat itu hanya dengan genggamannya.

"Apa itu?" tanya Rayna dengan suara sedikit bergetar.

Naya mengangkat kepalanya, ekspresinya berubah dingin. "Dia mengawasi kita."

Evan mengepalkan tangannya. "Brengsek! Kita tidak bisa membiarkan dia terus mempermainkan kita seperti ini."

"Ini sudah keterlaluan," gumam Evan dengan rahang mengeras.

"Dia bukan cuma tahu pergerakan kita, dia juga mengejek kita secara langsung."

Rayna melipat tangan di dada, matanya menajam. "Berarti dia tahu kita masih mencari sesuatu... sesuatu yang kita sendiri belum sadari."

Rayyan menghela napas panjang, lalu menatap Owen. "Kita tidak bisa terus menunggu. Kalau kita hanya bereaksi setiap kali dia bergerak, kita akan terus tertinggal. Kita harus mulai mengendalikan permainan ini."

Owen mengangguk, matanya penuh perhitungan. "Kita perlu tahu apa yang Victor sembunyikan, dan cepat. Jika tidak..."

Dia tidak melanjutkan kalimatnya, tapi semua orang tahu maksudnya.

Jika tidak, korban selanjutnya bisa saja sudah dipilih.

Naya menatap papan bukti di depan mereka. Foto Victor, laporan autopsi, sketsa kemungkinan pelaku, semuanya ada di sana. Namun, ada sesuatu yang masih terasa tidak pas.

Lalu, tiba-tiba, dia menyadarinya.

"Kita melewatkan sesuatu."

Semua mata tertuju padanya.

"Apa maksudmu?" tanya Evan dengan nada waspada.

Naya menatap foto Victor lagi. "Kalau Victor memang hanya umpan, lalu siapa target sebenarnya? Siapa yang seharusnya mati malam itu?"

Kata-katanya membuat ruangan seketika membeku.

Jika Victor bukan target utama, itu berarti pembunuh bayangan hitam masih memiliki nama lain dalam daftar buruannya.

Dan lebih buruk lagi...

Mereka belum tahu siapa orang itu.

Owen menegakkan tubuhnya, matanya bersinar tajam.

"Kita tidak punya banyak waktu. Kita harus menemukan jawabannya sebelum dia bergerak lagi."

Mereka semua saling bertukar pandang.

Tidak ada pilihan lain.

Mereka harus mendahului si pembunuh… atau menyaksikan kematian berikutnya.

...To be continue ...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!