NovelToon NovelToon
MY ARROGANT EX HUSBAND

MY ARROGANT EX HUSBAND

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Anak Genius / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Wanita Karir / Trauma masa lalu
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Agura Senja

Setelah menikahi Ravendra Alga Dewara demi melaksanakan wasiat terakhir dari seseorang yang sudah merawatnya sejak kecil, Gaitsa akhirnya mengajukan cerai hanya dua bulan sejak pernikahan karena Ravendra memiliki wanita lain, meski surat itu baru akan diantar ke pengadilan setahun kemudian demi menjalankan wasiat yang tertera.

Gaitsa berhasil mendapatkan hak asuh penuh terhadap bayinya, bahkan Ravendra mengatakan jika ia tidak akan pernah menuntut apa pun.

Mereka pun akhirnya hidup bahagia dengan kehidupan masing-masing--seharusnya seperti itu! Tapi, kenapa tiba-tiba perusahaan tempat Gaitsa bekerja diakuisisi oleh Grup Dewara?!

Tidak hanya itu, mantan suaminya mendadak sok perhatian dan mengatakan omong kosong bahwa Gaitsa adalah satu-satunya wanita yang pernah dan bisa Ravendra sentuh.

Bukankah pria itu memiliki wanita yang dicintai?

***

"Kamu satu-satunya wanita yang bisa kusentuh, Gaitsa."

"Berhenti bicara omong kosong, Pak Presdir!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Panggilan Video

"Aku ingin lihat Biyu," ucap Ravendra saat wanita yang ditelepon olehnya memasang wajah tidak suka. Ini hari sabtu, seharusnya Ravendra pergi menemui Biyu di apartement Gaitsa, tapi pekerjaaannya yang ditunda sejak skandal mereka terkuak benar-benar tidak bisa ditinggalkan lagi.

Gaitsa mengarahkan kamera pada Biyu yang sedang duduk sambil memainkan balok bongkar pasang, ekspresinya terlalu serius untuk ukuran seorang bayi tujuh bulan.

"Sayang, coba lihat sini, ada Papa!" seru Gaitsa seraya mendekatkan ponselnya ke depan wajah Biyu, mencolek-colek pipi gembul anak itu yang terlihat mengernyit.

"Bwaba!" Biyu melemparkan mainannya dengan ekspresi yang menurut Gaitsa sangat menggemaskan. Ia tahu putranya berusaha memasang balok-balok itu seperti semula tapi selalu gagal. Raut wajah yang kesal dan penuh kerutan itu selalu sukses membuatnya tertawa.

"Eh, cintanya Mama jangan cemberut, dong!" Gaitsa mengangkat bayi tujuh bulan itu agar tidak menangis, membawanya ke pangkuan dengan menghadapkan wajah Biyu pada ponsel.

"Lihat siapa itu, Papanya Biyu!" ujar Gaitsa seraya mengangkat tangan Biyu dan melambaikannya.

Ravendra tersenyum, hatinya menghangat dan seluruh rasa lelahnya menguap saat melihat wajah menggemaskan Biyu. Ia bersyukur Gaitsa selalu memanggil dengan sebutan Papa setiap kali memperkenalkan Biyu pada Ravendra.

"Biyu sudah makan?" tanya Ravendra saat bayi di seberang telepon akhirnya melihat ke arah kamera.

"Sudah, dong! Papa sudah makan belum?" Gaitsa menjawab dengan suara yang dibuat seperti anak kecil, berniat menggantikan Biyu, tapi malah mendengar ledakan tawa Ravendra. Sial!

"Tidak cocok sama sekali," kata Ravendra setelah tawanya mereda. Ia biasa melihat Gaitsa dengan penampilan elegan dan cantik, tapi tidak pernah membayangkan melihat wanita itu berbicara seperti anak-anak hanya untuk menggantikan Biyu menjawab pertanyaannya.

"Terserah," pungkas Gaitsa sembari merotasikan bola mata. "Anda sepertinya tidak begitu sibuk, Pak Presdir?" tanyanya sambil menatap curiga pada Ravendra. Pria itu tidak menunda pekerjaannya lagi hanya untuk menelpon Biyu, kan?

"Tentu saja aku sibuk!" seru Ravendra membela diri. "Aku hanya sedang istirahat sebentar setelah makan," lanjutnya.

Mereka tidak bertemu sejak konferensi pers dua hari lalu diadakan. Ravendra sibuk dengan segala pekerjaannya dan Gaitsa sibuk bersama Biyu. Ada untungnya juga terlibat skandal dan harus cuti dari pekerjaan, jadi Gaitsa bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan bayinya.

"Tidak mau membawa Biyu ke sini? Aku merindukannya," ucap Ravendra saat melihat wajah putih anaknya yang sedang menggigiti tangan Gaitsa. Anak itu tampak tidak terganggu, sibuk menancapkan giginya yang baru tumbuh dua di tangan sang ibu.

"Ada siapa di sana?"

Ravendra mengernyit dengan pertanyaan yang dilayangkan Gaitsa, "Tentu saja hanya aku, memang siapa lagi?" jawabnya, mendongak saat mendengar ketukan di pintu.

"Ada apa? Bukankah sedang waktunya istirahat?" tanya Ravendra pada wanita berstatus sekretaris yang datang dengan dua paper bag di tangan. Itu makanan cepat saji dari kafe depan kantor, kenapa membawanya ke ruangan Ravendra?

"Saya khawatir Bapak belum makan apa pun, jadi saya bawakan makanan." Denara meletakkan satu paper bag di meja Ravendra, "Silahkan makan dulu, Pak. Saya akan makan juga di meja saya," lanjutnya seraya membungkuk sopan. Wanita itu memutar tubuh dan berjalan menuju pintu.

"Tunggu!" panggil Ravendra, membuat Denara yang memang berjalan agak pelan segera menoleh. Ravendra mengambil paper bag di meja dan berdiri, mendekati Denara yang tersenyum lembut.

"Aku tidak pernah memakan apa pun dari restaurant cepat saji. Ravasya akan marah kalau tahu aku mengonsumsi makanan yang tidak tahu proses pembuatannya," ucap Ravendra seraya menyerahkan lagi paper bag yang dibawa Denara sebelumnya.

Wanita bersurai panjang itu sempat terdiam sebelum menerima paper bag yang disodorkan, "Tapi Bapak belum makan apa pun," protes Denara setelah menyadari bahwa Ravendra menolak makanan yang ia bawa dengan alasan seperti itu. Memang siapa yang tidak makan makanan cepat saji di zaman sekarang?

"Gaitsa akan datang dan membawa makanan," pungkas Ravendra.

Pria itu berjalan kembali ke kursi kerjanya, menatap layar laptop, masih menampilkan wajah Gaitsa yang mengerut. Ravendra menutup bibir dengan telapak tangan untuk menyembunyikan senyumnya.

"Syukurlah kalau begitu," Denara membungkuk sebentar sebelum kembali memutar langkah dan keluar dari ruangan Ravendra.

"Bukankah keterlaluan menolak perbuatan baik seseorang?" Gaitsa menghela napas melihat wajah tidak bersalah pria di seberang telepon, "Lagipula aku tidak punya niat untuk mengantar makanan ke sana," lanjutnya.

"Aku sudah makan, tadi Ravasya membawakan bekal."

"Wah!" Gaitsa tidak bisa menahan ekspresi tidak percaya di wajahnya. Dengan mengatakan kalau Gaitsa akan datang membawakan makanan, artinya Ravendra membenarkan perkataan Denara kalau ia belum makan. "Aku jadi tidak yakin alasanmu pada Nona Denara tadi bisa diterima," pungkasnya.

"Tentangku yang tidak pernah mengonsumsi makanan cepat saji?" Ravendra mengangguk, "Aku mempelajarinya dari seseorang," katanya sambil tersenyum miring.

Gaitsa berdecih, mengingat kalau ia juga pernah menolak teh yang dibawakan Denara dengan alasan tidak menyukainya. Padahal teh adalah salah satu minuman yang biasa ia seduh setiap kali merasa lelah.

"Haruskah aku mendaftarkannya untuk mendapat hak cipta?" Gaitsa bertanya main-main, "Atau setidaknya menerima kompensasi dari orang yang menggunakannya tanpa izin," lanjutnya.

"Kalau begitu datanglah ke sini, akan kuberikan kompensasinya."

Ravendra menutup panggilan video setelah melambai pada Biyu.

"Mau bertemu Papa?" tanya Gaitsa pada bayinya yang kini berusaha meraih ponsel di tangannya.

***

Gaitsa biasa menerima tatapan iri dan tidak suka dari orang-orang yang menganggap hidup wanita itu terlalu sempurna. Sejak usianya sembilan tahun, ketika berangkat sekolah di antar-jemput dengan mobil mewah, menggunakan tas dan sepatu merk ternama bahkan mendapat nilai sempurna hampir di semua mata pelajaran, Gaitsa sudah terbiasa dengan kebencian yang ditujukan padanya.

Termasuk saat ini, ketika wanita itu berdiri di depan meja Denara untuk memintanya memberitahu Ravendra kedatangan Gaitsa. Wanita berstatus Sekretaris Presdir itu menatap penampilan Gaitsa dari ujung kepala hingga kaki. Pandangannya juga sempat berhenti beberapa saat di wajah bulat Biyu.

"Saya bisa masuk sendiri kalau Anda tidak bisa memberitahukan kedatangan saya pada Pak Presdir," ucap Gaitsa akhirnya, jengah dengan cara wanita itu menatap rendah bahkan pada bayinya.

"Pak Presdir sedang ke luar," Denara berdiri dari duduknya, "Saya tidak bisa membiarkan orang lain masuk ke ruangan saat beliau tidak ada," lanjutnya.

Gaitsa mengernyitkan dahi, mengeluarkan ponsel dari tas tangan, berniat menelepon Ravendra. Padahal pria itu yang menyuruhnya ke sini, tapi ia malah pergi? Wanita itu termenung membaca pesan dari Ravendra yang belum sempat terbaca. Lima belas menit lalu.

"Pak Presdir bilang saya boleh langsung ke ruangannya," ucap Gaitsa seraya memperlihatkan layar ponsel yang menampilkan pesan dari Ravendra.

Denara menggertakkan gigi, menatap netra gelap wanita yang ekspresinya tidak terbaca. Tubuhnya sedikit gemetar mendapat tatapan dingin Gaitsa.

"Kamu boleh menatap tidak suka pada saya. Kalau mau membenci dan merendahkan saya juga silahkan. Tapi, jangan pernah berikan tatapan itu ke anak saya." Nada tajam dan dingin Gaitsa membuat wanita di hadapannya menunduk, "Itu pun kalau besok kamu masih ingin melihat warna selain hitam," lanjutnya sebelum melangkah pergi, meninggalkan Denara yang tiba-tiba menggigil.

Jangan melihat Biyu dengan tatapan merendahkan kalau tidak mau lupa caranya melihat. Itu adalah ancaman yang jelas.

1
Agnes🦋
blm update ya kak
Agnes🦋
seruuuu
Agura Senja: Terima kasiiihh
total 1 replies
Agnes🦋
aslii seru tor ceritanyaaa, pliss update dong torr
Agura Senja: Terima kasih sudah mampir yaa... Gaitsa akan tayang 5 bab setiap hari 😍
total 1 replies
Agura Senja
otewe bucin parah
Sunarmi Narmi
Itu pak CEO kena karma
..rasain akibat bikin wanita sakit hati...bikin dia bucin thor biar ngak arogant
Agura Senja: otewe bucin parah 😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!