Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.
Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.
#A Series
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19: Murid baru yang Mencuri Perhatian
Bel tanda masuk pun sudah berbunyi. Semua siswa SMA Global berlarian menuju kelas masing-masing. Ada juga yang masih bersantai-santai dengan teman sekelompoknya di kantin. Apalagi siswa yang tengah asyik bermain sepak bola di lapangan basket, mereka tidak menggubris guru yang berteriak-teriak menyuruh untuk segera masuk ke kelas.
“Hei, kalian di sana! Main bola terus ya? Cepat masuk kelas sekarang juga!” teriak Bu Sharen dengan nada tinggi sambil berkacak pinggang, wajahnya penuh kesal.
Respons dari para pemain bola itu jauh dari kata serius. Zidan malah berbalik dengan senyum memelas. “Sebentar lagi, Bu. Cuma lima menit, ya?” pintanya berusaha terlihat bersahabat.
Bu Sharen mendengus kesal, matanya memicing tajam. “Lima menit? Kalau kalian tidak masuk sekarang, Ibu kurangi nilai ulangan kalian lima puluh poin! Mau?” ancamnya sambil mengetukkan kakinya ke lantai.
Ancaman itu seharusnya cukup untuk membuat mereka berhenti, tetapi Zidan malah berceloteh, “Ah, Bu, santai dong. Jangan marah-marah terus, nanti cepat tua, loh. Eh, atau ... Bu Sharen memang sudah tua, ya?” ucapnya tanpa sadar.
Seketika wajah Bu Sharen berubah menyeramkan. Dia berjalan cepat menuju Zidan, tatapannya tajam seperti elang yang mengincar mangsa. Zidan dan teman-temannya langsung pucat pasi.
“Wah, gawat ini. Nilai ulangan gue aja cuma 40, kalau dikurangin 50, jadi minus 10 dong,” gumam Zidan. Matanya tidak berkedip menatap sosok Bu Sharen yang semakin dekat.
Fariz yang biasanya sedikit kalem malah ikut panik. Matanya membulat, mulutnya terbuka, seolah kehilangan kata-kata. “Gawat, Bro. Tatapannya itu kayak langsung menusuk jantung, paru-paru, usus, lambung—”
"Gue juga tahu kali, lo itu pinter Biologi, tapi jangan di saat genting kayak gini. Lebih baik lo kasih contekan ke gue waktu ulangan, nggak ada faedahnya kalau sekarang, Bro."
"Bro, genting sekolah kita kenapa dibawa-bawa?" bisik Fariz.
"Keadaannya yang genting, Riz. Bukan genting sekolah." Zidan menepuk dahinya. Dia merasa heran dengan temannya yang satu itu.
"Siapa juga yang bilang genting sekolah?" tanya Fariz yang membuat Zidan mengepalkan tangannya kesal. Saat Fariz melihat ke arahnya, Zidan tersenyum menampilkan wajahnya yang menahan emosi.
"Buju buset, Bu Sharen beneran ke sini, Zi. Nanti kalau dimarahi terus dihukum, bagaimana nasib para cewek cantik yang ada di sana kalau cowok ganteng kayak gue mau dibasmi?" Fariz menggoyang-goyangkan tubuh Zidan.
"Yang ada, manusia kayak lo ini perlu dilestarikan karena di dunia cuma ada satu dan nggak ada kembarannya."
"Kok gue disamakan hewan, sih?"
"Kebanyakan omong!"
Bu Sharen semakin mempercepat langkahnya. Zidan sedari tadi bersantai-santai sambil bersedekap dada melihat Fariz yang terus-terusan berbicara dan bersikap di luar batas alay. Bisa dibayangkan Fariz anehnya kayak gimana? Zidan yang merupakan sahabatnya saja sudah setengah mati menghadapi sikap Fariz yang kelewat aneh baginya.
"Zidan, Fariz, kok masih tetap di sana kalian? Segera masuk kelas!" teriak Bu Sharen yang menghentikan kegiatan gila mereka.
Zidan gelapan mendengar bu Sharen yang memberi perintah agar dia dan Fariz segera meninggalkan lapangan basket. Kalau sudah begini, Zidan bisa apa coba? Hanya ada satu jalan keluarnya. Zidan menoleh ke arah Fariz yang masih mengumpat tidak jelas, kemudian Zidan tersenyum jahil.
"KABUR ... " teriak Zidan sambil berlari kencang.
"Loh, Zidan kenapa gue ditinggal? Gue nggak kuat kalau sendirian menghadapi cobaan sebesar ini." Fariz berlari menyusul Zidan yang sudah jauh darinya.
"Dasar jomblo kuadrat nggak ada gunanya!" ucap Zidan dari kejauhan.
"Enak aja lo. Sini kalau berani!" tantang Fariz sambil melambaikan tangannya menyuruh Zidan untuk mendekat padanya.
Teman Zidan yang lainnya juga ikut berlari seperti Zidan. Mereka adalah siswa dari kelas XI yang terkenal bandel-bandel. Zidan dan Fariz membuka pintu kelas XI MIPA B dengan bersamaan. Rasya yang berada di bangku dekat pintu terkejut akibat ulah mereka.
"Habis ngapain kalian? Dikejar setan?" tanya salah satu temannya bingung.
"Bukan setan lagi," ucap Fariz yang terengah-engah. "Tapi monster."
"Oi, Matematika jam kosong. Nggak ada gurunya." Gibran, si ketua kelas, berjalan memasuki kelas.
"Hore ... jam kosong." Siswa Kelas XI MIPA B bersorak senang.
"Siapa bilang nggak ada gurunya?" Bu Sharen muncul dari belakang dengan tiba-tiba.
Gibran tersentak kaget. Gibran diam dan tidak mau menjawab.
"Ayo segera dipimpin doa! Lalu kerjakan tugas pertemuan terakhir yang belum selesai!" titah Bu Sharen.
Tidak perlu waktu banyak, Gibran langsung memimpin doa seperti apa yang diperintahkan oleh Bu Sharen. Suasana kelas sejenak menjadi hening. Mereka sibuk berdoa untuk kelancaran dalam belajar.
Setelah doa selesai, Bu Sharen kembali berbicara. “Ibu harus keluar sebentar. Tapi ingat, saat Ibu kembali, semua soal harus sudah selesai. Hari ini juga Ibu mau ambil nilai. Kebanyakan nilai kalian kemarin di bawah KKM, jadi jangan main-main!”
Siswa-siswa hanya bisa mengangguk patuh. Tatapan mereka saling melempar sinyal kepanikan.
“Ketua kelas,” panggil Bu Sharen sambil menunjuk Gibran yang duduk di bangku tengah. “Tolong temannya dikondisikan ya.”
“Baik, Bu,” jawab Gibran sambil mengangguk.
***
Di lain tempat, Aletta berlari tergesa-gesa dengan almamater yang ada dibahunya. Aletta pun masih membenahi dasinya yang baru saja dipakai. Dengan langkah yang cepat, Aletta harus sampai di kelasnya sebelum pelajaran dimulai.
BRUK!
Lagi-lagi karena kecerobohan Aletta, dirinya terjatuh menabrak seseorang. Tanpa banyak bicara, Aletta bangkit dan melanjutkan langkahnya menuju kelas. Dia tidak sempat berbasa-basi dengan orang itu, bahkan mengucapkan kata maaf saja dapat memperpanjang waktu.
Sementara itu, Abyan, korban tabrakan mendadak ini, terduduk dengan wajah kesal. Dia mengusap bagian pantatnya yang mendarat keras di lantai. “Aduh! Andai lantainya empuk kayak kasur, pantat gue nggak bakal sesakit ini,” gerutunya. Abyan berusaha berdiri, meskipun sekarang pinggangnya ikut terasa encok.
“Ya ampun, baru kemarin jatuh, kenapa hari ini harus jatuh lagi?” keluh Abyan sambil menatap langit-langit seolah meminta penjelasan. “Padahal tadi pagi gue udah optimis ini bakal jadi hari yang indah. Kalau bisa pilih waktu, mending gue jatuh minggu depan aja deh.”
Dengan wajah pasrah, Abyan melanjutkan monolognya. “Seenaknya ninggalin gue begini. Nggak sadar apa dia baru tabrak cogan? Udah jatuh, nggak ditolongin lagi. Apa ini kutukan jadi cogan?”
Abyan menggeleng pelan lalu menepuk seragamnya yang kotor terkena pasir. Tidak hanya itu, dia jongkok dan mulai memunguti lembaran-lembaran kertas yang berhamburan di sekitarnya. Kertas-kertas itu adalah hasil ulangan matematika minggu lalu. Abyan menyusunnya dengan rapi sebelum melanjutkan aktivitasnya dengan mengikat tali sepatu yang terlepas.
Setelah semuanya beres, Abyan berlari kecil menuju kelasnya. Dia tiba dengan napas yang masih sedikit tersengal dan ekspresi bingung. Tanpa banyak bicara, dia berjalan ke arah meja Rasya, wakil ketua kelas XI MIPA B.
"Sya, disuruh dibagi ke teman-teman," ucap Abyan sambil menyerahkan tumpukan lembar kertas itu kepada Rasya.
Rasya yang sedang mengerjakan soal, menaruh bolpennya lalu menatap Abyan.
"Lo atau gue yang disuruh bu Sharen buat bagi kertasnya?" tanya Rasya dengan tatapan mengimitidasi.
"Ya ampun, Sya, kasihan sedikit sama gue gitu, habis jatuh ditabrak orang. Sakit tau," ucap Abyan memelas.
"Ya sudah sini, biar gue aja yang bagi." Rasya mengambil lembar kertas yang ada mejanya.
"Makasih, Sya," ujar Abyan yang mendapat balasan senyum dari Rasya.
Abyan berjalan ke arah bangkunya. Dia berhenti saat melewati Fariz yang sedang menompang dagunya sambil mengerjakan soal pemberian Bu Sharen dengan malas-malasan.
"Zi, kelasnya kok ramai? Konsleting listrik?" tanya Abyan yang duduk di bangkunya.
"Bukan listriknya, tapi otak lo yang konslet," balas Zidan jutek tanpa melihat lawan bicaranya.
"Gue serius, Zi!" Abyan mendekat pada Zidan.
"Ih, Abyan." Zidan mendorong tubuh Abyan. "Sana! Abyan maho," kesal Zidan yang memberi jarak antara dia dan Abyan.
"Gue normal kali. Dasar jomblo!" umpat Abyan yang ditujukan pada Zidan.
Pertengkaran kecil itu menarik perhatian Gibran yang duduk di barisan tengah. Dia mengangkat alis lalu menegur dengan nada ketus. "Hei, kalian berdua ribut terus! Mendingan kerjain soal matematika yang kemarin daripada ngegosip!" Gibran menunjuk halaman buku yang sedang dia kerjakan.
Abyan mengangkat kedua tangannya seolah menyerah. "Oke, oke, ini juga lagi otw, Bos," jawabnya asal.
Abyan kembali ke kursinya dan mulai mengeluarkan beberapa buku pelajaran untuk jam pertama dan kedua. Namun, rasa malas langsung menyerangnya saat melihat buku matematika yang penuh angka dan simbol rumit. Buku itu masih kosong, bahkan menulis tanggal saja belum sempat dia lakukan.
Tiba-tiba suasana kelas berubah hening saat pintu terbuka. Semua mata tertuju pada sosok Bu Sharen yang masuk ke kelas, diikuti oleh seorang siswi baru yang belum dikenal.
"Kalian semua sudah kerjakan soalnya, kan?" Bu Sharen bertanya sambil menatap ke seluruh kelas. Tidak ada yang berani menjawab.
"Ayo, kenalkan ini ada murid baru. Dia akan bergabung di kelas XI MIPA B mulai hari ini," kata Bu Sharen sambil memberi isyarat kepada Aletta untuk masuk.
"Selamat pagi," sapa Aletta sambil tersenyum manis, mencoba menghilangkan rasa gugup.
Aletta menempatkan dirinya di depan kelas, di hadapannya terdapat teman-temannya yang sudah tidak sabar menunggu perkenalan dari Aletta. Sebelum Aletta memperkenalkan diri, netra cokelatnya meneliti setiap orang yang ada di kelas. Tatapannya jatuh ke arah Alfariel yang tampak tidak peduli dengan kehadirannya. Bukan hanya itu, di samping Alfariel ada laki-laki yang Aletta temui secara tidak sengaja semalam. Kenapa dunia begitu sempit? Aletta tidak menyangka akan berjumpa bahkan satu kelas dengan mereka.
"Perkenalkan nama gue Aletta Cloudyva, teman-teman bisa panggil gue Aletta. Gue siswa pindahan dari SMA Mentari. Gue harap kita bisa berteman baik. Sekian, terima kasih," kata Aletta dengan ceria.
"Anak-anak ada yang mau bertanya pada Aletta?" tanya Bu Sharen yang berdiri di samping Aletta.
Suasana kelas menjadi ribut, didominasi suara siswa laki-laki. Mereka berebut ingin bertanya. Namun, Alfariel terlihat sangat kesal dengan situasi ini. Dia melipat tangannya lalu menaruh kepalanya untuk memejamkan mata sebentar. Di sebelahnya, Abyan tersenyum senang, ternyata doanya semalam dengan mudah dikabulkan. Akhirnya Abyan dapat bertemu lagi dengan perempuan cantik yang dapat menimbulkan getaran aneh di hatinya sejak Abyan melihat dirinya pada pandangan pertama. Abyan tidak yakin kalau ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama.
"Al, minta nomor HP boleh nggak?" tanya Zidan lebih dulu.
"Hu .… " seru Fariz tiba-tiba. " Zidan modusnya model triplek, nggak berkelas," lanjut Fariz dengan nada mengejek.
Zidan melempar tatapan sinis ke arah Fariz.
"Boleh kok, tapi nanti, ya?" jawab Aletta sambil tertawa geli melihat ulah mereka berdua.
Bu Sharen menggeleng-geleng kepalanya heran. "Ada lagi yang mau bertanya?"
"Tidak ada," jawab beberapa siswa secara bersamaan.
"Baiklah, jika ada yang ingin bertanya lebih ke Aletta nanti saja saat istirahat. Aletta, silakan duduk di bangku yang masih kosong. Itu di samping Kayla juga kosong." Bu Sharen menunjuk ke arah bangku yang akan Aletta tempati.
Kini, siswa kelas XI MIPA B bertambah satu. Mungkin, setelah ini kelas mereka akan bertambah gaduh saat jam pelajaran.
***
Bersambung ….