Shiza, murid pindahan yang langsung mencuri perhatian warga sekolah baru. Selain cantik, ia juga cerdas. Karena itu Shiza menjadi objek taruhan beberapa cowok most wanted di sekolah. Selain ketampanan di atas rata-rata para cowok itu juga terlahir kaya. Identitas Shiza yang tidak mereka ketahui dengan benar menjadikan mereka menganggapnya remeh. Tapi bagaimana jika Shiza sengaja terlibat dalam permainan itu dan pada akhirnya memberikan efek sesal yang begitu hebat untuk salah satu cowok most wanted itu. Akankah mereka bertemu lagi setelah perpisahan SMA. Lalu bagaimana perjuangan di masa depan untuk mendapatkan Shiza kembali ?
“Sorry, aku nggak punya perasaan apapun sama kamu. Kita nggak cocok dari segi apapun.” Ryuga Kai Malverick.
“Bermain di atas permainan orang lain itu ternyata menyenangkan.” Shiza Hafla Elshanum
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn rira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua kata maaf
Shiza duduk termenung di bangku halte menunggu jemputan. Hari ini mereka pulang cepat karena guru disekolah ada rapat. Wajahnya tenang seperti biasa sambil memandangi kendaraan berlalu lalang. Shiza tidak habis pikir ada manusia semacam Fira manipulatif. Wajah gadis itu tidak selaras dengan perilakunya.
"Jemputannya masih lama?"
Shiza menoleh lalu beralih melihat ke depan. "Sebentar lagi." Ucapnya pendek.
Candra mengangguk ikut memandang ke depan. Suasana terasa canggung setelah lama tidak bertegur sapa. Candra cukup menahan diri selama berminggu-minggu. Tapi kali ini ia tidak bisa, kejadian di kantin tadi cukup menyadarkannya bahwa menjauh tidak menghasilkan apa-apa tapi Candra akan hati-hati ke depannya supaya kejadian masa lalu tidak terulang lagi. Candra cukup dewasa untuk membela diri saat ini apabila ada yang ingin menjebaknya lagi.
"Maaf." Candra menunduk menatap ujung sepatu. Ada rasa malu saat ini. "Maaf waktu itu bentak kamu."
"It is okay."
Candra langsung menoleh mendengar jawaban Shiza. Gadis itu tersenyum padanya seperti biasa. Tidak ada raut benci atau pun marah disana. "Kamu nggak marah sama aku?"
"Buat apa?"
Candra semakin bingung harusnya Shiza marah atau memakinya saat ini. Karena tidak ada alasan yang jelas tiba-tiba menjauh dari nya. Tapi apa yang terlihat dari gadis itu hanya bersikap biasa seolah tidak terjadi apa-apa. "Aku udah bentak kamu dan juga menjauh."
"Semua orang punya problem sendiri." Shiza menoleh menatap lekat. "Kamu juga seperti itu dan nggak mungkin setiap masalah kamu cerita ke orang lain, 'kan? Jadi aku memahami itu."
Candra speechless, perasaannya terenyuh seberapa positif nya pemikiran Shiza pada nya. Candra merasa sangat bersalah. Suasana hening kembali tidak ada percakapan lagi sampai mobil mama Adina tiba disana. Shiza menoleh lalu tersenyum lebar memastikan semuanya baik-baik saja. Gadis itu masuk ke dalam mobil lalu keluar lagi menggenggam satu botol air mineral. Tanpa berkata ia menyerahkan botol itu.
Candra menerimanya sambil membalas senyum. Kali ini ia tidak akan menjauh lagi, Shiza berbeda dari kebanyakan orang yang ia kenal. Gadis itu sangat baik. Candra menyimpan botol air ke dalam tas menjaganya seolah itu harta berharga. Kayuhan sepeda Candra sangat bersemangat. Keringat mengucur di seluruh tubuhnya, tanpa lelah menempuh perjalanan. Candra bersenandung riang seperti baru memenangkan lotre.
🌷🌷🌷🌷🌷
Ryuga baru saja menurunkan Fira, pemuda itu tampak tidak bersemangat sejak dari sekolah. Ia bahkan menolak untuk singgah seperti hari-hari lainnya dengan alasan ingin menenangkan diri. Ryuga memacu motornya membelah jalan, percakapan di roof top bersama dua sahabatnya dan juga Dimas membekas di benak. Tapi Ryuga tetap bersikukuh kalau Shiza salah dan Fira benar. Padahal ia senang karena kekasihnya pengertian dengan kedekatannya sama Fira. Tapi kenapa hari ini Shiza melewati batas ?
Ryuga kecewa, dari sekian banyak teman-temannya. Hanya dirinya yang mengerti bagaimana Fira. Gadis yang jadi sahabatnya itu sama sepertinya. Kesepian di tengah keramaian. Haus kasih sayang disaat memiliki orang tua. Rindu kebersamaan yang dimiliki keluarga lainnya. Ryuga merasakan semua itu begitu pun Fira. Karena merasa sama mereka menjadi dekat sejak di bangku SMP.
Setiba di apartemen, Ryuga membersihkan tubuhnya. Berharap mendapatkan ketenangan di bawah guyuran air shower. Setelah membersihkan tubuh pemuda itu merebahkan daksa yang amat lelah di atas kasur. Meraih benda pipih miliknya membuka room chat bersama Shiza. Sejak semalam tidak ada pesan baru atau telpon seperti biasanya.
Hari ini punya waktu nggak ?
Sambil menunggu balasan pesan, Ryuga memejamkan mata sejenak mengabaikan perut yang terasa lapar.
🌷🌷🌷🌷🌷
Shiza hanya membaca pesan dari Ryuga di gelembung pesan tanpa membukanya. Tarikan nafasnya panjang sambil memikirkan jawaban. Sebenarnya Shiza malas untuk keluar hari ini. Pada akhirnya gadis itu terlelap di atas kasur.
Di kaki langit barat, matahari sudah sempurna tenggelam. Shiza perlahan membuka mata merasa kamarnya gelap. Ia menyesuaikan penglihatan lalu bangkit dari kasur. Di dinding kamar waktu sudah menunjuk setengah tujuh. Shiza membersihkan tubuhnya sebelum keluar dari kamar.
"Apa lagi yang disiapkan, Tante?"
"Semuanya sudah." Mama Adina melihat yang tersaji di atas meja. "Kamu sudah lapar ? Gih, makan duluan biar tante bangunin Shiza."
"Kita makan sama-sama aja."
"Ryu..." Shiza terkejut melihat kekasihnya duduk di kursi ruang makan. "Kamu sudah lama?"
Ryuga tersenyum. "Dari sore, kamu nggak balas chat aku jadi aku kesini deh." Ucapnya menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
"Ryu bilang belum makan sejak tadi pulang sekolah terus dia lapar katanya mau ngajak kamu makan di luar tapi kamu nggak balas pesannya." Sambung Mama Adina atas penjelasan Ryuga.
"Maaf ya aku capek banget tadi jadi ketiduran, ayo makan." Shiza bersikap seperti biasa.
Ryuga meraih piring dan mengisinya. Mereka hanya makan bertiga karena Papa Rajendra sedang keluar kota. Setelah makan Shiza membawa Ryuga ke lantai atas dimana tempatnya favoritnya duduk.
"Aku minta maaf karena tadi marah sama kamu." Ryuga akhirnya menurunkan ego meminta maaf. "Aku kecewa karena kamu melakukan itu." Sambungnya menarik nafas dalam. "Fira dan aku sama. Kami punya orang tua tapi seperti tidak punya orang tua. Di saat kami kesepian maka kami saling mengisi dan menghibur." Cerita itu mengalir begitu saja.
"Kamu nggak percaya sama aku?" Shiza menoleh menatap tenang. Dari panjangnya kalimat yang keluar hanya satu yang di tangkap gadis itu. Ryuga tidak percaya padanya. "Kalau kamu nggak percaya sama aku maka jangan meminta maaf. Apa yang kamu lihat bisa saja itu faktanya tapi dari apa yang terlihat belum tentu itu kebenarannya."
🌷🌷🌷🌷🌷
Setelah Ryuga pulang, Shiza masuk ke dalam kamarnya. Di benda pipih miliknya sudah ada pesan dari Candra.
Besok mau ikut lihat kapal ikan ?
Shiza berpikir sejenak lalu mengetik hurup-hurup.
Boleh
Tidak menunggu lama balasan Candra masuk ke ponselnya.
Besok aku jemput, kebetulan tempatnya searah sama rumah kamu
Iya
Setelah membalas pesan Shiza mengambil alat lukisnya, mulai mengapresiasikan perasaan dalam warna. Jari-jarinya lincah membentuk pola, menentukan warna dalam imajinasi nya. Mencurahkan segala afeksi dan emosi pada kanvas yang sudah tidak lagi putih itu. Shiza menuang nya dengan baik pada tiap goresan kuas. Menyapu lembut tanpa takut berantakan seolah hafal pada porsinya masing-masing. Berkedip cantik menjelaskan penglihatan agar hasil lukisan sempurna.
Bila di tanya, apakah Shiza marah pada Ryuga? Tentu saja, karena pemuda itu tidak percaya padanya. Tentang kesepian yang di ceritakan Ryuga, ia bisa memahami itu tapi bolehkah menghakimi orang lain salah karena yang terlihat di depan mata tanpa tahu cerita di baliknya.