Kejadian pilu pun tak terduga menimpa Bjorn, para polisi menuduh dia sebagai kaki tangan seorang kriminal dan akhirnya ditembak mati secara tragis.
Bjorn yang tidak tahu alasannya mengapa dirinya harus mati pun terbangun dari kematiannya, tetapi ini bukanlah Akhirat.. Melainkan dunia Kayangan tempat berkumpulnya legenda-legenda mitologi dunia.
Walau sulit menerima kenyataan kalau dirinya telah mati dan berada di dunia yang berbeda, Bjorn mulai membiasakan hidup baru nya dirumah sederhana bersama orang-orang yang menerima nya dengan hangat. Mencoba melupakan masa lalunya sebagai seorang petarung.
Sampai saat desa yang ia tinggali, dibantai habis oleh tentara bezirah hitam misterius. Bjorn yang mengutuk tindakan tersebut menjadi menggila, dan memutuskan untuk berkelana memecahkan teka-teki dunia ini.
Perjalanan panjangnya pun dimulai ketika dia bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.
(REVISI BERLANJUT)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudha Lavera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Kritis
Bjorn terus berlari ke lorong lebih dalam, jalan ini seperti tak menuju ke tempat apapun, lalu lilin-lilin di dinding beberapa kali menari tertiup angin kencang, sekejap lilin itu padam, anehnya lilin itu menyala kembali dengan sendirinya, tiba-tiba. Dihadapan Bjorn ada iblis berkepala plontos dengan kulit berwarna ungu legam, iblis-iblis itu tak memakai baju atasan, hanya memakai celana yang terbuat dari anyaman daun kering, dan gelang kaki biji manik yang melingkari kaki kekar mereka. Iblis itu bernama Wuhot.
Mereka para Wuhot tak menggunakan senjata apapun, tapi mereka memiliki otot tangan dan kaki yang sangat kuat, sekitar ada sepuluh Wuhot menutupi jalur lorong itu, berdesak-desakan dihadapan Bjorn.
Pria pirang ini memegangi lehernya dengan satu tangan, direnggangkan lehernya ke kiri dan kanan sampai berbunyi. Kemudian dia melakukan sikap kuda-kuda dengan melompat-lompat kecil, sikap itu posisi siap dari Taekwondo "Maju" Ucapnya.
Salah satu Wuhot berlari mendekat, tangan iblis itu terlentang seperti ingin menangkap tubuh Bjorn. Taekwondo-nya tak mungkin ia sia-siakan, kaki Bjorn menepis satu tangan iblis itu dengan tendangan, disaat yang sama kakinya ia tarik menendang satu tangannya lagi dengan tumit, tendangan keras itu mengakibatkan kedua tangan Wuhot tertanam disudut kiri kanan dinding yang sempit merentang.
Musuhnya yang sudah tak berdaya itu menarik paksa tangannya yang terjebak sekuat tenaga, telapak kaki Bjorn menjajak perut, dada, sampai kepala iblis itu secara rentetan dengan gaya beladiri Taekwondo. Iblis Wuhot itu tak lagi mengeluarkan suara, tubuhnya tak lagi menggeliat mencoba menarik tangannya yang tertanam di dinding, Iblis itu sudah tak sadarkan diri.
Perlahan Bjorn melangkah maju, melewati iblis yang sudah ia buat pingsan, membungkukan badannya melewati palang tangan kekar iblis itu "Satu. Selanjutnya" Ucap Bjorn menantang.
Jengkel dengan tingkah Bjorn, salah satu Iblis Wuhot yang lain terpancing emosi, cepat-cepat sang Wuhot berlari kesal mendekat. Bjorn melebarkan jarak kakinya, dengan sikap kuda-kuda karate, kedua tangannya mengepal bersilang setinggi bahu, lalu secara bersamaan, dihentak kedua tangannya, tangan kanannya ditarik mengepal di dekat dada, dan tangan satunya mengepal tekuk didepan pusar.
Wuhot itu melompat sambil menerjang, Bjorn menggeser tubuhnya menghindar dan membelokan arah tendangan itu dengan dua tangannya, sekejap dia memukul dagu lawannya dengan tinju kanan yang keras, bersamaan menendang pijakan iblis itu dengan kuat sampai si Wuhot terbanting ke lantai, Bjorn menarik tangan kirinya, sela gigi-nya mengeluarkan napas yang sudah ia simpan didalam perut "Psssshhhh"
Dengan sadis tinju kirinya menghantam wajah Iblis itu sampai membuat lantai retak. Iblis itu tak lagi bersuara. Benar, dia sudah tak sadarkan diri.
Pria pirang itu melangkahkan kaki perlahan, ia melemaskan dan mengocok pergelangan tangannya seraya membual "Ah, dua. Selanjutnya" Melangkahi Wuhot yang sudah terkapar pingsan dengan santainya.
Delapan Wuhot sisanya tidak menikmati tontonan itu, mereka bergidik, tampak napas mereka berderit sampai-sampai air liurnya menetes ke lantai, "Santai saja, apa aku terlihat se-lezat itu?" Ucap Bjorn bernada parau.
Serempak sisa Wuhot itu bersamaan menyerbu, mata Bjorn terbelalak, kehilangan sikap santainya, dia terpojok seperti tikus dalam perangkap, "Yah.. Aku tidak berharap kalian akan mengeroyok-ku sih" Ucapnya tidak antusias, Bjorn mendecakkan lidah.
Jika satu lawan satu mungkin hanya tenaga yang akan terkuras, tapi kalau sekaligus seperti ini, bahkan ahli beladiri sekelas Bjorn akan kesulitan jika lawannya adalah Iblis, ditambah mereka memiliki otot kekar dan kuat.
......................
Tumpukan tulang manusia berserakan di sepanjang lorong, napas Theo terengah-engah, ia terus menerus mengeluh karena tangan kanannya terasa lemas, mungkin selanjutnya Theo akan berpikir ulang untuk mengayunkan gada besi-nya tanpa jeda, ditambah tulang-belulang ini hanyalah replika yang memiliki ruh.
Lagipula, Undead ini tak ada habisnya! Theo tak mungkin harus terus-terusan mengikuti alur pertarungan tak jelas ini, terlalu menguras tenaga dan waktu. Tangan kirinya mengelap bintik-bintik keringat yang menetes dari dagunya, matanya melintasi dinding, tergesa-gesa mencari suatu hal yang mungkin saja ada didekatnya "Celah, celah. Dimana celahnya"
Matanya terbesit pada suatu lubang berbentuk persegi empat, mungkin perlu merangkak untuk bisa masuk kedalam celukan kecil itu, tangan Theo diangkat tinggi. Cincinnya mengeluarkan hamparan cahaya, perlahan cahaya itu membentuk serpihan dan menari seperti sutra lembut, mengkonsep sebilah golok besar yang ringan menggantikan cahaya terang itu.
"Sumpah, meladeni kalian membuatku pusing, aku mau saja melakukan ini seharian, asalkan kalian memberiku minuman soda, mie instan, dan kipas angi-" Salah satu Undeath memotong ucapan Theo dengan menyabetkan pedangnya, "He- Hei! Jangan sampai aku membawa anjing peliharaanku kesini! sudah jelas kalian akan jadi makan malamnya, sialan" Theo meliukkan badan seraya memberi serangan balasan, tergesa-gesa ia berlari menerobos menantang ketus.
Ia menerobos para Undead yang mengerumuni lorong lembab itu. Goloknya di seret dilantai sampai memercikan api kecil, menghunus dengan lihai pada kerumunan tengkorak hidup yang mencoba melawannya, tak bisa ia tahan lagi rasa lelah ini, Theo ingin cepat-cepat menuju celah persegi itu.
Ketika sampai tepat didepan celah yang ia tuju, Theo melontarkan goloknya dengan kuat, menumbangkan banyak Undead yang mengejarnya, cepat-cepat dia merangkak memasuki celah dinding itu. Tapi, beberapa Undead masih saja keras kepala dan ikut merangkak masuk kedalam. Hal itu memompa jantung Theo, ia semakin merasa tak nyaman, kalau celah ini membawanya kepada jalan buntu, sudah pasti ia akan terjebak, pria berambut pirang gondrong itu percaya diri dan terjerembab kedepan "Ngotot banget! padahal cuma makanan anjing" Meski cemas, Theo membual jengkel.
Lubang itu membawa Theo sampai ke ujung celah pintasan. Pria berambut gondrong pirang itu keluar dari lubang tanpa pijakan "Mana lantainya sialan?!" Ia terjungkir balik ke dasar lantai yang rendah "Duh, duh" Keluhnya memejamkan mata sambil mengelus bokongnya yang kesakitan.
Theo mengintip, kemudian membukakan matanya lebar-lebar, sekejap ia terbelalak setelah matanya mengitari tempat sepetak ini, sudah pasti sangat mencurigakan baginya, setelah Theo sadari, didepan matanya ada jeruji besi. Didalam kandang besi itu mengurung seorang gadis yang tak berdaya, wanita itu berpakaian gaun berkain mewah khas kerajaan, ia terbelenggu dengan rantai dipojok penjara yang keadaannya terpuruk, mulutnya tersumpal kain agar tak bisa berteriak, kelopak matanya sembab terlalu banyak menangis, rambutnya kusut berantakan.
Dan yang lebih parahnya lagi. Didepan penjara itu ada sebuah kursi kayu, kursi itu diduduki seseorang dengan setelan rapih layaknya Tuxedo. Pria itu berambut klimis mengkilat, duduk bersandar santai, kakinya terlipat menumpang disebelah kaki satunya "Yo, suara berisik dari tadi ternyata suara tikus" Ucap pria itu menggayakan rambut licinnya dengan tangan.
Pria ini bernama Damian, salah satu petinggi iblis sekaligus bawahan yang melayani Raja Asmodeus secara langsung.
"Hei, rambut musang. Cepat kau lepaskan gadis itu" Ucap Theo melipat belahan rambutnya ke sebelah telinga.
"Ra- rambut musang?!" Urat didahi Damian berkedut jengkel. Berani-beraninya orang berambut kusut dan gondrong seperti Theo mengejek rambut indahnya. Damian memukul penyanggga kursinya dengan kepalan tangan, kursi kayu itu hancur lebur, kursi yang sebelumnya ia duduki itu hilang tak berbentuk. Anehnya, posisi ia duduk tidak berubah sama sekali, Iblis itu seperti sedang duduk mengambang diatas udara.
Theo senyum keberatan, sepertinya orang dihadapannya ini cukup tempramen. Apa sapaan seperti itu berlebihan? apakah candaan rambut musang itu membuatnya marah? Theo merasa sedikit gentar, sisa energi yang ia punya apakah bisa melawannya? ia tak berharap bisa mengalahkan Damian, setidaknya mengimbanginya saja sudah keuntungan baginya.
Telapak tangan Theo terbuka lebar seperti bunga yang mekar. Cahaya cincinnya memancar, menghiasi jari manisnya, perlahan membentuk sebuah pedang yang kokoh. Cahaya silau itu seperti pedang yang menusuk mata Damian "Karunia Dewi, ya?" Gumam Damian seraya bangkit berdiri.
Damian tidak bisa menyepelekan orang asing ini yang sudah jauh-jauh menyelinap, dimasukan sebelah tangannya kedalam saku celananya. Tangan yang terbungkus didalam saku celana itu tak mau diam, menggeliat seperti merogoh sesuatu yang besar, Damian melangkah pelan menuju Theo yang berdiri tegang.
Iblis itu menarik pedang panjang dari saku celananya yang terlihat tidak mungkin menampungnya, ia mengayunkan pedangnya dengan gerakan yang anggun dan mematikan, meninggalkan jejak cahaya di udara. Bilah pedang itu berwarna merah menyala "Mudah sekali membunuhmu sekarang, cincin dijari-mu itu bahkan masih setengah hati" Ucap Damian memprovokasi
Theo mencoba membalasnya dengan kata yang mungkin akan Damian benci "Masa bodoh, setidaknya rambutku tidak seperti musang--" Sigapnya, pedang Damian berputar cepat, menciptakan angin kencang dan mengiris udara, bilah tajam itu masih sempat Theo tangkis, "Lalu, kau sebut apa rambut gondrong dan kusut itu? justru kepalamu lebih terlihat seperti kubang telur ayam!" Damian menetak pedang Theo sampai membuatnya mengejan pucat.
Pria berambut pirang itu sekuat tenaga melawan dan menghujam balik pedang Damian, "Gila! Berat sekali!" Pedang Damian akhirnya berhasil ditepis menjauh darinya meski bersusah payah. Theo kesulitan menahan ayunan pedang Damian, kekuatan iblis ini tak masuk akal, rasanya seperti menebang pohon dengan pisau.
Menurut rumor, tebasan pedang Damian bisa membelah bangunan rumah dengan mudah, itu karena tebasan pedangnya sangat lah kuat dan penuh teknik.
Jari Theo mulai terasa kebas, matanya mengintai, otot di tangannya kegang, urat di sekujur tangannya bermekaran, dahinya banjir keringat. "Jika ku lepaskan, pedangnya akan merobek dadaku" Theo kehabisan akal.
......................
Gemetar lelah ditangan Yver tak bisa disembunyikan, seluruh iblis yang menyerbu-nya telah ia bantai, seisi ruangan dipenuhi bercak darah, Pria bangsawan itu mengatur napasnya yang terengah, keringat deras bercucuran sampai ke telapak tangannya, ia menggenggam erat pedangnya yang sudah dipenuhi noda darah.
Muncul suara langkah kaki yang pelan dan hati-hati, membangkitkan rasa penasaran, suara pijakan itu di iringi suara tepuk tangan seseorang dari lantai yang lebih tinggi satu tingkat dari tempat Yver berdiri "Tak sopan sekali, ruang tamu yang rapih ini kau kotori seenaknya" Ucap seseorang yang menuruni anak tangga satu persatu. Mata Yver tak bisa berpaling padanya "Kartos.." Ucap Yver bergidik.
"Santai saja, dengan keadaanmu sekarang, jika aku ikut bertarung. Mungkin tak membutuhkan lima menit untuk membunuhmu" Ucap Kartos, menghentikan langkahnya tepat setelah ia selesai menuruni rentetan anak tangga.
Itu benar, Yver sudah pada batasnya. Jika melawan Kartos, kecil kemungkinan dia bisa menang darinya, hampir seluruh tubuhnya gemetar kelelahan, pedangnya telah membabi buta seisi ruangan luas itu beberapa jam lalu tanpa henti, apalagi dari awal musuhnya adalah ras Iblis.
"Jangan besar kepala dulu, Kartos. Kita bahkan belum pernah bertarung, jangan seenaknya mengukur kekuatanku" Ucap Yver.
......................
Bjorn mengusap darah di bibirnya dengan punggung tangan, wajah memar dan tubuh lecetnya menggambarkan kebrutalan yang dialaminya, dia mendesah puas. Sepuluh Wuhot yang melawan Bjorn sudah terkapar di lantai, tidak ada lagi musuh yang menghalangi jalannya, semua Wuhot pingsan dengan mengenaskan. Bjorn tidak lagi peduli, ia berjalan tegap melewati semua iblis itu, melangkahi tubuh mereka dengan santainya.
Di penghujung lorong ini menuntun, Bjorn menemukan sebuah pintu tua dengan engsel berkarat, ia meraih engsel lapuk itu hati-hati, memberanikan diri untuk membuka pintu misterius ini perlahan, dia mendorong pintu besi itu terbuka lebar. Mengungkapkan sosok dengan mata tajam dan aura dingin, membuatnya terpaku diam.
Dari balik pintu itu, terdapat sebuah ruangan mewah dengan hawa menyeramkan. Sang raja Asmodeus menatap-nya dari atas singgasana kesukaannya.
di sebelah singgasana, berdiri seorang wanita dengan sayap kelelawar hitam menjulang tinggi dan pria dengan tanduk domba yang mencuat terlihat mengancam.
Asmodeus menopangkan pipinya dengan tangan yang berhiaskan cincin emas, menatap Bjorn dengan licik yang mengungkap kejahatan, aura seram yang pekat menekan Bjorn terhimpit, membuat kakinya berat seperti timbal, situasi ini menghantui Bjorn membuatnya terjebak "Hai, kau tampak berantakan sekali" Ucap Asmodeus.