Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi.
Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. KCTT 24.
Nayla melangkah cepat ke arah buku yang ia incar, melepaskan genggaman tangan Rory begitu saja dengan pemikiran harus mendapatkan buku terakhir. Satu tangannya terulur begitu buku itu berada dalam jangkauan. Namun, tepat saat Nayla meletakkan tangannya pada buku itu, tangan lain mendarat di atas tangannya, menarik perhatian wanita itu untuk mengangkat pandangan.
Selama beberapa saat, keheningan terbentuk diantara mereka, ketika seorang pria asing telah berdiri di depan Nayla dengan tangan mendarat di atas tangannya.
"Maaf, saya mendapatkannya lebih dulu," Nayla berkata sopan, berharap pria itu segera menyingkirkan tangan darinya
"Maaf, tapi saya melihatnya lebih dulu," jawab pria itu tak mau kalah.
"Haahh,,,," Nayla mendesah panjang.
"Tidak ada yang tahu siapa yang lebih dulu melihat, tapi saya mendapatkannya lebih dulu," balas Nayla engan mengalah.
"Ada apa?" suara Rory dari belakang Nayla terdengar mendekat.
"Aku mendapatkan bukunya, tapi dia mau merebut buku ini dariku," adu Nayla sembari mengerakkan kepala menunjuk ke arah si pria asing.
Rory menatap pria yang berdiri di depan Nayla, beralih pada tangan si pria yang masih berada di atas tangan Nayla dengan sorot tidak senang.
"Tidak bisakah Anda mengalah pada wanita, Tuan?" Rory bertanya dengan keramahan yang bisa ia berikan.
"Saya ingin, tapi maaf, saya tidak bisa. Saya menantikan buku ini sejak lama, dan ini buku terakhir," ujarnya beralasan.
"Dan bukan hanya Anda satu-satunya yang menantikan buku ini. Siapa cepat dia dapat! Dan saya lebih dulu menyentuh buku ini," sambut Nayla.
Perdebatan kecil mereka berhasil menarik perhatian beberapa orang, hingga membuat si penjaga stand buku menghampiri mereka.
"Maaf, Nona, Tuan, ada apa ini? Apakah ada masalah?" penjaga bertanya ramah.
"Begini saja," pria itu berkata cepat sebelum Nayla menjawab pertanyaan penjaga stand.
"Saya akan membayar dua_,,,, tidak tiga kali lipat atau empat kali lipat untuk buku itu. Bagaimana?" tawar pria itu.
"Hehh,,,!" Nayla mendengus kesal.
"Ini bukan tentang harga, tapi akulah yang lebih dulu mendapatkan buku ini,"
"Apakah aku terlihat seperti orang yang kekurangan uang bagimu?" sindir Nayla menghilangkan sisi formalnya dengan sorot tidak senang.
Rory meraih lengan Nayla sembari memberikan tarikan ringan pada wanita itu.
"Nay,,, sudahlah, kita mencari di tempat lain saja, aku akan mencarikan buku yang sama untukmu," bujuk Rory.
"Tidak bisa!" bantah Nayla.
"Buku ini sudah tidak dicetak lagi, dan ini buku terakhir. Aku sudah menantikan buku ini selama beberapa tahun, bagamana bisa aku melepaskan ini setelah mendapatkannya?" jawabnya tidak rela.
Pria itu mengerutkan kening begitu mendengar apa yang Nayla ucapkan, merasa ada yang salah dengan keadaan yang tengah mereka hadapi.
"Tunggu sebentar,,, Apa maksudmu beberapa tahun? Buku ini baru diedarkan beberapa hari lalu," ucap pria itu dengan ekspresi bingung.
"Tentu saja buku yang akan aku ambil," jawab Nayla.
"Maksudmu,,, Kamu bukan mau mengambil buku yang ada di bawah tanganmu?" tanya pria itu memastikan.
Nayla menaikkan alisnya, lalu memberikan gelengan pelan, mulai menangkap kemana arah yang dimaksudkan si pria.
"Bukan, tapi buku yang berda di bawah buku ini,"
"Aahh,, Maaf," pria itu menarik cepat tangannya dari tangan Nayla dengan rona merah di wajah.
Nayla menggeser tangannya untuk melihat buku apa yang ada di bawah tangannya, buku yang memiliki warna cover hampir sama namun memiliki judul berbeda dengan nama penulis 'NYLOES'.
Nayla membaca sekilas nama penulis dari buku itu, mengambil buku yang berada tepat di bawahnya, dan menunjukan pada si pria, lalu terkekeh geli menyadari tindakan konyol yang baru saja ia lakukan.
"Ini yang ingin ku ambil," ucap Nayla.
"Hanya saja tanganku tertahan saat ingin mengambilnya. Aku sempat berpikir kamu mengincar buku ini, itulah mengapa aku tidak ingin melepaskannya,"
"Conan Doyle? Misteri?" pria itu mendesis dengan kedua mata melebar.
"Astaga,,,," ujarnya sembari meletakkan telapak tangan di wajah.
"Memalukan! Maafkan aku, kupikir kamu menginginkan buku ini." dia berkata sembari menunjukkan buku yang kini berada di tangannya dengan nama penulis 'Nyloes'.
"Aku tidak menyangka kita memperebutkan buku yang bahkan berbeda sama sekali," imbuhnya disertai tawa ringan.
"Maafkan atas sikap tidak sopanku," dia berkata lagi
"Jadi,,, Apakah masalahnya selesai?"penjaga stand menyela mereka dengan senyum geli.
"Ahh,,, Ya, maafkan aku sudah menimbulkan keributan. Kami sudah tidak ada masalah." pria itu berkata sembari membungkukkan sekaligus meminta maaf pada penjaga stand.
Rory mendesah keras, bersiap untuk mengeluarkan suara ketika dari sudut matanya menangkap Thomas yang kebetulan masih berada di sana setelah selesai membeli buku.
Thomas menggeleng pelan, memberi tanda pada Rory agar tidak bertindak gegabah di tengah keramaian yang akan membuat identitasnya terekspos.
"Sekali lagi maafkan aku," dia berkata lagi sembari menatap Rory dan Nayla bergantian.
"Bukan masalah," jawab Nayla.
"Dalam hal ini aku juga bersalah karena salah mengira kamu akan mengambil buku yang aku inginkan," imbuhnya.
"Ijinkan aku membayar buku itu sebagai permintaan maafku," dia berkata lagi dengan sorot tulus.
"Tidak perlu!" tukas Rory cepat.
"Aku sendiri lebih dari mampu untuk membayar ini,"
"Maaf, aku tidak bermaksud buruk, aku hanya ingin membayar buku sebagai permintaan maaf dariku," dia berkata lagi.
"Terima kasih tawarannya, tapi aku menolak," sambut Rory dengan sorot tak bersahabat.
Rory menyambar buku dari tangan Nayla, memberikan beberapa lembar uang pada penjaga stand, dan berlalu pergi setelah penjaga stand membungkus buku yang telah ia bayar.
"Tuan! Uang Anda terlalu banyak!" seru si penjaga stand.
"Ehh,,, Tunggu,,," protes Nayla.
Protes Nayla terputus ketika tubuhnya terhuyung lataran mendapat tarikan dari Rory, mengabaikan seruan dari penjaga stand serta meninggalkan rasa bersalah pada pria yang mereka tinggalkan.
"Ahh,,, Sial,,,!" pria itu mengumpat sembari mengacak kasar rambutnya.
"Sepertinya dia cemburu,"
"Jelas saja! Aku memegang tangan kekasihnya terlalu lama, sangat wajar jika dia cemburu. Aku akan meminta maaf dengan benar jika bertemu dengan mereka lagi," imbuhnya pada diri sendiri.
.
.
.
"Roy,,,,"
"....."
Nayla memanggil, namun tidak mendapatkan respon apapun. Sementara langkah kakinya mulai kesulitan untuk mengimbangi langkah kaki pria yang kini terasa seperti menyeretnya.
"Roy,,,"
"....."
Pandangan Nayla kini tertuju pada punggung pria itu, melihat sekilas kemarahan pada sorot matanya meski sebagian wajah pria itu tertutup masker.
"Roy,,,,"
"...."
Kali ketiga, penggilannya masih tidak mendapatkan respon, ia bahkan merasakan cengkraman tangan Rory pada pergelangan tangannya menguat.
Nayla menghembuskan napas cepat, mengumpulkan sisa tenaga yang masih ia miliki untuk menghentikan langkah kaki pria yang masih menyeretnya.
"RORYYY,,,,,!"
Tubuh Rory terhenti, bahkan nyaris terhuyung ke belakang saat satu tangannya tertahan untuk terus melangkah, lalu menoleh dengan gerakan cepat dengan sisa emosi yang masih menyelimuti hatinya.
"Akhirnya berhenti juga,"
Amarah yang sebelumnya memenuhi hati Rory seketika lenyap tanpa bekas ketika ia berbalik dan melihat Nayla sedikit membungkukkan badan dengan satu tangan berada di lutut.
"Aku kesulitan untuk mengikuti langkah kakimu," ujar Nayla dengan napas tersengal.
"Ada apa denganmu sebenarnya? Kenapa terburu-buru sekali? Kamu bahkan terlihat marah,"
Wanita itu mengunci pandangan pada pria di depannya, beralih pada pergelangan tangannya sendiri, lalu kembali ke wajah pria itu.
"Bisa sedikit kamu longgarkan cengkraman tanganmu? Itu sedikit sakit,"
Sekali lagi, kalimat terakhir Nayla justru membuat rasa bersalah mengikat kuat hatinya. Rory melonggarkan cengkraman tangannya pada wanita itu, namun tidak melepaskannya.
Sebaliknya, Rory justru membawa wanita itu menuju sebuah kursi panjang yang masih kosong, menjauh sejenak dari keramaian dan meminta wanita itu untuk duduk.
"Maaf,,,,"
Nayla menghembuskan napas panjang, mengedarkan pandangan hingga ia menemukan sesuatu yang cukup untuk menarik perhatiannya.
"Ayo ikut!"
. . . . .
. . .. . .
To be continued...