Menolak dijodohkan, kata yang tepat untuk Azalea dan Jagat. Membuat keduanya memilih mengabdikan diri untuk profesi masing-masing. Tapi siapa sangka keduanya justru dipertemukan dan jatuh cinta satu sama lain di tempat mereka mengabdi.
"Tuhan sudah menakdirkan kisah keduanya bahkan jauh sebelum keduanya membingkai cerita manis di Kongo..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Mendedikasikan hidup untuk manusia lain dan uang
"Hallo...Hallo..."
"Bang Jagat..."
Aza sudah ngoceh persis bebek tapi tak terdengar jawaban Jagat di sebrang panggilan.
"Oke. Terserah bang Jagat mau jawab aku apa engga, yang penting aku ngomong apa yang emang mau aku sampein sekarang..." ucapnya lagi memikirkan dirinya sendiri, jika boleh jujur Jagat hanya bisa menggeleng saja di tempatnya mendengar keegoisan Aza.
"Gini ya bang, mas, aa..." Aza menengok sebentar layar ponselnya, memastikan jika panggilan itu masih terhubung.
"Jangan tidur loh, soalnya aku lagi ngga dongeng sama kamu. To the point aja, aku lagi punya tugas dari dosen aku, buat memperbaiki nilai salah satu mata kuliahku. Dan tugasnya adalah dengan ikut charity, jadi relawan nakes di salah satu daerah, tepatnya negara lain dari nusantara...." jedanya.
"Hallo, mas Jagat masih disana kan ya?"
Jagat melipat bibirnya demi membiarkan Aza bicara dan ngoceh-ngoceh sendiri, gadis ini....dengan pedenya berbicara sendiri.
"Nah masalahnya, aku kesulitan minta ijin sama restu dari ayah--bunda. Jujur aja nih, aku mau ngerepotin, mau nyusahin bang Jagat. Oh ya by the way, kita kan udah kenalan kan ya...jadi kalo kenal pasti sayang dong yah..."
Jagat hampir memuntahkan jakunnya karena tingkat kepedean gadis itu.
"Kalo sayang, please....tolongin aku. Abis ini aku janji bakalan pura-pura ngga kenal bang Jagat deh! Aku tau perjodohan ini menyakitkan buat aku maupun bang Jagat...iya khan?"
Kini Jagat tak bisa untuk diam saja, "kenapa saya harus bantu kamu. Kenapa saya harus mau kamu repotin?" suara berat nan dalam milik Jagat mengisi pendengaran Aza, dan Aza beroh ria mendengarnya untuk pertama kali.
"Oke. Kita sama-sama jujur sekarang, apa bang Jagat terima perjodohan kita?" tanya Aza.
"Kamu sendiri?" Jagat balik bertanya, namun justru lengu han yang didapatnya dari Aza, "kenapa sih cowok tuh begitu, kalo ditanya pasti nanya balik...terus nanti kalo dijawab jawabannya pasti sama..." kembali komat kamitnya.
"Oke, karena aku pioner aku mau jujur sama bang Jagat, kalo aku udah punya pacar...tapi ngga tau apa sebabnya, bunda sama ayah mau aku nikah sama bang Jagat."
Jagat melengkungkan bibirnya dan mengangguk-angguk layaknya burung kakak tua, paham. "Kalau gitu, kenapa kamu ngga nolak?" tanya Jagat.
"Udah. Tapi sepertinya penolakanku kalah keras dari keinginan dan harapan ayah-bunda sama hubungan kita." Jawab Aza begitu formal dan terkesan bijak, ia menggunakan kata-kata yang enak untuk di dengar hati. Secara tidak langsung, Aza tak bisa menolak keinginan orangtuanya, sama seperti dirinya. Poin pertama, Azalea seorang anak yang penurut.
"Kalo abang sendiri?"
"Sama."
"Sudah kuduga." Ucap Aza malas. Jagat melihat panah detik dan perdetiknya di jam tangan, baru mengobrol beberapa menit saja, ia dapat menilai sosok Aza, jika Aza adalah sosok yang cukup humoris, bijak, baik, cerewet dan penurut, oke...oke...
"Ck. Kenapa kita jadi ngaler ngidul sih...intinya aku mau minta tolong, bang Jagat bujuk ayah--bunda buat kasih ijin aku jadi relawan nakes."
"Dengan alasan?" tanya Jagat menantang meski bernada santai, namun percayalah, Jagat sudah menegakan badannya untuk kembali meluruhkan malas badannya dan menyenderkan punggung di kursi.
"Biar kita sehati. Sama-sama mengabdi untuk profesi masing-masing"
"Lalu saya dapat keuntungan apa dari membantu kamu?" cecarnya lagi, mungkin otaknya itu sudah ter-stel menerima perintah sejelas mungkin dan masuk akal.
Ck. Ribet emang ngomong sama yang beginian.... Aza memutar bola matanya, jika saja ia sedang tak butuh Jagat...mungkin sudah ia lempar ponselnya ke pojok ruangan bersama dengan bunga 7 rupa dan kemenyan.
"Dapat pahala." celetuk Aza, karena jujur saja ia tak mau rugi mengeluarkan sepeser pun untuk orang yang tak ia kenal. Jagat hampir meledakan tawanya, namun masih bisa ia tahan disana.
"Aku do'ain bang Jagat selalu sehat dimanapun abang berada, langkahnya selalu diridhai Allah, rejeki abang dilancarkan. Jujur aku ngga bisa ngasih yang lebih lagi karena aku ngga punya apa-apa sekarang..." sembari merogoh koceknya dalam-dalam Aza hanya menemukan struk pembelanjaan indomarco dimana waktu lalu ia membeli air putih dan snack ekstrudat saja.
"Atau nanti pas aku udah kerja jadi dokter, aku bayar utang aku deh...aku traktir bang Jagat kalo kita berjodoh buat ketemu lagi." janjinya. Jagat mengangguk-angguk, "oke saya pegang janji kamu."
Aza membeliak tak percaya jika Jagat mau berbaik hati membantunya, salahkan ia...yang terlalu picik menganggap kalo serdadu itu bengis, sadis, galak, tegas dan ngga ada baik-baiknya.
"Hah! Seriusan?!!! Alhamdulillah!!" serunya senang, "semoga Allah membalas kebaikan abang, semoga besok ketemu jodoh yang soleha sama rejeki yang abang mau!"
Jagat sudah menahan bibirnya dari kedutan dengan kepalan tangan padahal jakunnya sudah naik turun, "semoga besok abang nemu uang di saku celana atau di jalan ya! Kalo gitu, nanti aku tunggu kabar baiknya! Assalamu'alaikum!"
Langsung saja Aza mematikan panggilan itu sepihak tanpa mau mendengar lagi Jagat ataupun sekedar balasan salam.
Wa'alaikumsalam, Aza.
"Duh, aus euy gueee....dari tadi ngomong terus!" Aza turun dari ranjangnya menuju dapur.
Jagat menurunkan ponselnya ketika tengah istirahat, bahkan kegiatan makannya tertunda oleh panggilan Aza sehingga naff suu dan rasa laparnya sudah kembali membumbung tinggi.
"Azalea Kamila..." gumamnya lirih, Jagat jadi mengingat foto kemarin yang ia lihat di CV Aza, sosok bercadar full plus topi, ia kembali menggeleng.
"Lettu Jagat, mohon menghadap danyon..."
"Siap!"
(..)
Jagat tersenyum dengan selembar surat yang dipegangnya, surat tugas dimana ia akan menjadi bagian dari pasukan misi perdamaian dunia.
Namun kembali, langkahnya terhenti di tengah lorong ruangan-ruangan kantor yang berderet, memandang langit di atas kesatuan yang biru.
Alisnya mengernyit, merasakan ada rasa sedikit khawatir akan Azalea, gadis yang dijodohkan dengannya, gadis yang baru beberapa detik lalu menghubunginya, meminta tolong dan membuat dirinya memberikan respect tersendiri.
Apakah keputusan yang diambilnya sudah benar? Kini keraguan itu melanda hati.
Drrrttt....
Bang Jagat, jangan lupa buat hubungi ayah sama bunda. Emot mengedip satu ia bubuhkan di belakang kalimat titahnya, tanpa membalas Jagat memasukan kembali ponselnya ke dalam saku gamblok celana dan meneruskan langkahnya.
"Bu, pak....aku mesti nugas ke luar. Ikut misi perdamaian PBB di Kongo."
Bapak tak bersuara, ibu pun lebih memilih diam. Mereka tak berani mendebat karena tau akan konsekuensi dan resiko pekerjaan seorang prajurit.
"Sampaikan maafku untuk pak Lukman dan bu Indah serta Azalea." Ucapnya antara gundah, tak enak hati dan merasa bersalah. Kenapa jadi begini?!
//
Setelah berbicara panjang lebar dengan ibu bapak, kini sosok tenang Jagat menghubungi nomor ayah Aza, yang ia mintai nomornya dari ayah.
"Assalamu'alaikum pak Lukman....maaf sebelumnya..."
\*\*\*
"Azaaa!" panggil ayah. Aza yang memang sudah tau dan menguping sejak tadi di tangga langsung turun menghampiri ayah.
Dengan wajah yang sudah ia kontrol kembali ia turun.
"Kenapa yah?" ia berpura-pura seolah tak tau dan duduk di sofa samping, bergabung dengan ayah dan bunda yang sudah berwajah ketus nan sebal.
"Kenapa ngga bilang kalo mau jadi relawan?! Apa segitu ngga pentingnya ayah bunda, sampe kamu lebih milih ngomong dulu ke Jagat?!" omel bunda.
Aza mengangkat kedua alisnya tak percaya, "bang Jagat bilang ke ayah sama bunda? Gimana sih, calon mantu idaman....kan Aza tuh udah bilang jangan dulu ngomong, sebelum Aza yang duluan ngomong....jadi ceritanya tuh Aza curhat sama bang Jagat bun, ayah....minta saran sama beliau..." kilahnya memutar balikan fakta, pintar! Licik.
Aza akhirnya menceritakan tugas dari prof. Suwitmo yang mana dirinya mendapatkan tugas menjadi relawan, namun satu-satunya penugasan relawan yang ada hanya ke Kongo, bersama beberapa dokter berpengalaman lain dari rumah sakit-rumah sakit ternama.
"Cuma sebentar, anggap aja Aza lagi koas..."
"Bunda ngga ijinin," dengan mata yang sudah berkaca-kaca, bunda tak mengijinkan, "itu jauh Azalea! Kenapa ngga cari yang deket aja, masih di nusantara misalnya!"
"Dibelahan bumi manapun akan tetap sama, bun. Aza itu calon dokter....bukan dimana tempat Aza mengabdi, tapi pada siapa, dan bagaimana Aza mengabdi...Dokter itu universal, bun...ijinkan Aza..." ia sudah merosot turun dan bersimpuh di kaki bunda, "seperti yang bang Jagat bilang, sama seperti yang dilakukan bang Jagat."
Ayah menghela nafasnya berat, memang berat melepas putri satu-satunya ke negri far-far away yang mereka pun tak tau sebelah mananya Ganjur!
Ayah mungkin mengerti, tapi bunda? Ia sudah sesenggukan menangis memeluk Aza, "kenapa milih jadi dokter sih nak..."
"Kalopun Aza milih jadi tukang seblak, tapi kalo jualannya di Mesir tetep aja pergi jauh bun," Bunda langsung menyarangkan pukulan pelannya pada Aza yanh terkekeh.
"Bukan pasal tempatnya. Tapi gimana kita menjalaninya bun, Aza mau jadi dokter....Aza mau mengabdi dan membantu orang lain, Aza mau mendedikasikan hidup Aza buat manusia lain juga....uang."
Dan ayah menyemburkan tawanya singkat mendengar itu, "kamu itu!"
.
.
.
.
kalau ada aza mesti rameeee🤣...
semangat up terus ya mak sin 💪😅🙏