NovelToon NovelToon
Pangeran Tampan Itu Dari Dunia Lain

Pangeran Tampan Itu Dari Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Beda Dunia / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Worldnamic

Ayla tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berubah karena sebuah kalung tua yang dilihatnya di etalase toko barang antik di ujung kota. Kalung itu berpendar samar, seolah memancarkan sinar dari dalam. Mata Ayla tertarik pada kilauannya, dan tanpa sadar ia merapatkan tubuhnya ke kaca etalase, tangannya terulur dengan jari-jari menyentuh permukaan kaca yang dingin.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Worldnamic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31: Kebiasaan yang Tertukar

Pagi di dunia Ayla dimulai dengan keheningan yang aneh. Matahari baru saja naik, dan sinarnya yang hangat menyelinap melalui tirai jendela apartemen kecil itu. Ayla menggeliat di tempat tidur, menyadari bahwa ada sesuatu yang terasa… tidak biasa.

Ketika ia melangkah keluar kamar, pemandangan pertama yang menyambutnya adalah Kael dan Arlen—dan keduanya tampak tengah berselisih di dapur.

“Kael, apa yang kau lakukan?” Arlen bertanya dengan nada skeptis, matanya menatap tajam ke arah pria itu yang tengah memegang penggorengan terbalik di atas kompor.

“Memasak telur,” jawab Kael datar, alisnya berkerut saat ia menatap api yang terlalu besar di bawah penggorengan. Asap tipis mulai mengepul, membuat Ayla buru-buru menghampiri.

“Kael! Kau mau membakar apartemenku?” serunya sambil mematikan kompor dengan cepat.

Kael menatapnya, bingung. “Bagaimana aku tahu benda ini begitu mudah terbakar? Di istanaku, kami menggunakan perapian, dan—”

“Astaga, Kael, ini bukan istana,” potong Ayla sambil memandang penggorengan yang kini gosong di bagian bawah. Telur yang tadi ia tinggalkan di kulkas pun sudah tak berbentuk.

“Lalu apa gunanya benda ini?” Kael mengangkat penggorengan dengan wajah kecewa. “Ini bahkan tidak tahan api!”

Arlen menyandarkan diri ke dinding dengan seringai di wajahnya. “Aku sudah bilang, biarkan Ayla yang memasak. Kau terlalu tidak berguna untuk tugas-tugas ini.”

“Aku bisa memasak!” protes Kael dengan nada keras, matanya menyipit menatap Arlen. “Hanya saja alat-alat ini aneh. Kau bahkan tidak tahu cara menyalakan kompor ini!”

“Aku setidaknya tidak akan membakar rumah ini dalam percobaan pertama,” balas Arlen santai.

Ayla menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. “Kalian berdua duduk saja dan biarkan aku yang mengurus sarapan. Aku tidak ingin ada yang terluka sebelum hari ini dimulai.”

Namun, Arlen masih belum selesai. Ia berjalan ke ruang tamu dan mulai memainkan remote televisi yang tergeletak di meja. Saat layar menyala, sebuah iklan tentang makanan cepat saji muncul, lengkap dengan musik ceria dan gambar burger besar.

“Apa ini?” tanyanya sambil menunjuk layar. “Makanan di dunia ini tampak seperti gambar. Apa kalian makan gambar?”

Ayla menahan tawa. “Itu hanya iklan, Arlen. Itu gambar makanan untuk menarik perhatian orang.”

Kael ikut mendekat, menatap layar dengan ekspresi curiga. “Makanan apa itu? Sepertinya tidak ada di dunia kami. Apakah itu racun?”

Ayla menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. “Itu burger. Tidak, itu bukan racun. Tapi aku tidak yakin perut kalian bisa langsung menerima makanan cepat saji.”

“Burger,” ulang Arlen sambil menyipitkan mata. “Kedengarannya seperti sesuatu yang bisa mengalahkan naga.”

Kael tertawa singkat. “Kalau begitu aku akan makan sepuluh sekaligus.”

“Tidak, kalian tidak akan makan burger untuk sarapan,” tegas Ayla sambil membawa piring berisi roti panggang dan selai ke meja. “Ini lebih aman dan sederhana.”

Saat mereka duduk untuk makan, Kael mencoba mengoleskan selai ke roti dengan gagang pisau alih-alih bagian tajamnya. Ayla hampir tersedak melihat usahanya yang canggung.

“Apa kau serius, Kael?” tanyanya sambil merebut pisau darinya.

“Apa yang salah? Ini hanya pisau!” balas Kael dengan nada defensif.

“Ini pisau mentega, bukan pedangmu,” kata Ayla sambil memperlihatkan cara yang benar.

Arlen, yang dengan cepat memahami cara makan roti, menahan senyumnya sambil mengunyah. “Kau pasti prajurit yang hebat, Kael. Sayang sekali keahlianmu tidak berlaku di dunia ini.”

“Diam, Arlen,” desis Kael sambil mengalihkan tatapannya ke roti di tangannya, terlihat seolah-olah ia ingin menusuk sesuatu dengannya.

Sarapan mereka akhirnya selesai dengan banyak tawa kecil dari Ayla dan serangkaian keluhan dari Kael tentang “kelemahan” roti dunia Ayla.

Setelah itu, Ayla memutuskan untuk mengajak mereka berdua keluar untuk membeli pakaian yang lebih sesuai. Ia tidak ingin ada orang yang salah mengira mereka sedang dalam acara cosplay lagi.

Namun, perjalanan ke toko pakaian ternyata menjadi tantangan tersendiri.

“Kenapa aku harus memakai ini?” tanya Kael dengan wajah tidak puas saat Ayla menyerahkan kaos polos dan celana jeans.

“Karena kau tidak bisa berjalan-jalan di dunia ini dengan baju zirah lengkap,” jawab Ayla, setengah bersabar.

“Setidaknya ada jubah atau sesuatu yang lebih... elegan,” protes Kael, tetapi akhirnya menyerah setelah Ayla memberikan tatapan tajam.

Arlen, di sisi lain, tampak lebih santai. Ia bahkan terlihat menikmati mencoba beberapa pakaian berbeda, meskipun ia sering memilih warna gelap yang membuatnya terlihat lebih mencurigakan.

“Kau seperti penjahat dalam film,” komentar Ayla sambil menggelengkan kepala saat Arlen muncul dengan jaket kulit hitam.

“Penjahat?” ulang Arlen sambil memiringkan kepalanya. “Sepertinya itu akan membuat orang menjauh dariku. Bukankah itu lebih baik?”

Ayla hanya bisa menghela napas panjang.

Saat mereka akhirnya selesai dan kembali ke apartemen, Ayla merasa seperti telah melewati satu hari penuh petualangan hanya dengan mengurus dua pria ini. Namun, ada sesuatu yang menghangatkan hatinya melihat bagaimana Kael dan Arlen, meskipun berasal dari dunia yang berbeda, perlahan mulai menyesuaikan diri.

Sore itu, Kael duduk di sofa sambil memandang lampu-lampu kota yang mulai menyala di kejauhan. Arlen membaca buku—entah bagaimana ia memilih buku fiksi fantasi dari rak Ayla.

Ayla duduk di dekat mereka, merasa untuk pertama kalinya sejak mereka tiba bahwa semuanya mungkin akan baik-baik saja—setidaknya untuk sementara.

Namun, di tengah keheningan, Arlen tiba-tiba menutup bukunya dan berbicara. “Jadi, kapan kita akan mencoba burger itu?”

Ayla terkekeh, sementara Kael menatap Arlen dengan tatapan penuh semangat. “Ya, Ayla. Kapan kita akan memakan burger yang bisa mengalahkan naga itu?”

Dan sekali lagi, Ayla menyadari bahwa meskipun mereka berada dalam dunia yang berbeda, hidup bersama dua pria dari dunia lain akan selalu penuh dengan kejutan.

“Aku yakin kalian akan lebih fokus pada burger daripada memahami aturan dunia ini,” gumam Ayla sambil menyandarkan diri di sofa. Tapi, alih-alih membalas, Kael dan Arlen justru menatapnya dengan ekspresi penuh antusias.

“Kita benar-benar akan mencobanya, kan?” tanya Kael, matanya berbinar seperti anak kecil.

Ayla menghela napas panjang. “Baiklah, aku menyerah. Kita akan keluar mencari burger. Tapi setelah itu, aku ingin kalian mulai serius belajar tentang dunia ini. Mengerti?”

Kael mengangguk dengan penuh semangat, sementara Arlen tersenyum tipis dan berkata, “Aku janji akan belajar… setelah burger itu selesai.”

---

Restoran cepat saji di pusat kota selalu ramai, terutama di malam hari. Lampu-lampu neon terang memantulkan cahaya ke jendela kaca besar, memikat pelanggan untuk masuk. Ayla membawa mereka ke salah satu tempat favoritnya, berharap perjalanan ini tidak akan menjadi bencana.

Namun, sejak mereka masuk, perhatian orang-orang langsung tertuju pada Kael dan Arlen. Meskipun mereka sekarang memakai pakaian modern, postur mereka yang tegap dan wajah mereka yang mencolok tetap menarik perhatian.

“Kau tidak bilang tempat ini akan menjadi arena pertempuran,” bisik Kael sambil menatap pelanggan lain yang mencuri pandang ke arah mereka.

“Ini bukan arena pertempuran. Orang-orang hanya… penasaran. Berhenti menatap balik seperti itu,” balas Ayla dengan nada tegas.

Ketika mereka akhirnya sampai di depan kasir, Kael dengan penuh percaya diri berkata, “Aku ingin sepuluh burger. Besar.”

Ayla menepuk dahinya. “Kael, jangan rakus! Kita coba satu dulu.”

Kasir itu tertawa kecil sebelum menjelaskan, “Kami punya berbagai jenis burger. Apakah Anda ingin menu combo atau hanya burgernya saja?”

Kael terlihat bingung. “Apa maksudnya combo? Apakah itu seperti kombinasi serangan?”

Ayla mencubit lengannya. “Combo berarti burgernya datang dengan kentang goreng dan minuman. Astaga, kau tidak perlu menganalisa semuanya seperti itu.”

“Aku ingin itu,” jawab Kael dengan cepat, menunjuk gambar burger terbesar di menu.

“Aku juga,” tambah Arlen sambil menyelipkan tangannya ke saku celananya—tampaknya, ia baru menyadari bahwa ia tidak membawa uang.

“Tidak masalah. Aku yang traktir,” kata Ayla sambil mengeluarkan dompetnya.

Sementara mereka menunggu pesanan, Kael dan Arlen mulai mengamati restoran itu dengan rasa ingin tahu. Kael mencoba memahami cara kerja mesin soda, sedangkan Arlen sibuk memandangi mainan yang diberikan pada pelanggan anak-anak.

“Ini… hadiah dari peperangan?” tanya Arlen sambil memegang boneka kecil berbentuk hewan.

“Bukan. Itu hanya mainan untuk anak-anak,” jawab Ayla lelah.

“Dunia ini penuh dengan benda aneh,” gumam Arlen, menyimpan mainan itu ke saku jaketnya seolah-olah itu adalah benda berharga.

---

Ketika burger mereka tiba, Kael dan Arlen menatap makanan itu seperti menghadapi teka-teki kuno.

“Apa aku menggigitnya langsung?” tanya Kael, mengangkat burger itu setinggi matanya.

“Ya, Kael. Itu bukan pedang, kau tidak perlu memotongnya dulu,” jawab Ayla sambil mengambil gigitan pertama dari burgernya sendiri.

Kael akhirnya menggigit burgernya, dan mata birunya langsung melebar. “Ini… luar biasa!” serunya dengan mulut penuh.

Arlen, yang lebih berhati-hati, mencicipi sedikit dan kemudian mengangguk setuju. “Aku tidak tahu makanan seperti ini ada. Tapi aku bisa hidup dengan ini.”

Ayla tidak bisa menahan tawa melihat mereka berdua menikmati makanan itu seperti menemukan harta karun. Bahkan, beberapa pelanggan lain tampak geli dengan reaksi mereka yang berlebihan.

“Ayla,” kata Kael tiba-tiba, “bisakah kita membawa makanan ini kembali ke dunia kami? Aku yakin orang-orang akan menyukainya.”

“Aku ragu burger bisa bertahan di sana,” balas Ayla sambil menggelengkan kepala. “Tapi itu ide yang menarik.”

Setelah selesai makan, mereka berjalan pulang dengan perut kenyang dan hati riang. Kael dan Arlen mulai membicarakan rencana bagaimana mereka bisa membawa pengalaman “burger” ini kembali ke dunia mereka.

“Aku yakin aku bisa menciptakan sesuatu yang mirip di dapur istana,” kata Kael dengan percaya diri.

“Kalau begitu, aku akan membuka kedai kecil di pasar,” tambah Arlen dengan nada bercanda.

Ayla tertawa mendengar obrolan mereka, merasa untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir bahwa hidupnya tidak hanya dipenuhi ketegangan, tetapi juga momen-momen kecil yang menghangatkan hati.

Namun, di balik semua tawa itu, ia tahu bahwa tantangan mereka di dunia ini baru saja dimulai. Ia hanya bisa berharap keduanya bisa beradaptasi dengan baik—dan tidak menyebabkan terlalu banyak kekacauan di masa depan.

1
Faaabb
Update dong thor, jangan bikin kita mati gaya.
Worldnamic: di tunggu ya, mikirin idenya lama
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!