Benci Jadi cinta mengisahkan perjalanan cinta Alya dan Rayhan, dua orang yang awalnya saling membenci, namun perlahan tumbuh menjadi pasangan yang saling mencintai. Setelah menikah, mereka menghadapi berbagai tantangan, seperti konflik pekerjaan, kelelahan emosional, dan dinamika rumah tangga. Namun, dengan cinta dan komunikasi, mereka berhasil membangun keluarga yang harmonis bersama anak mereka, Adam. Novel ini menunjukkan bahwa kebahagiaan datang dari perjuangan bersama, bukan dari kesempurnaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nike Nikegea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
epilog : cinta yang tak pernah pudar
Waktu terus berjalan, dan perjalanan hidup Alya serta Rayhan semakin mendekati titik akhir dari kisah mereka yang panjang. Kehidupan mereka yang penuh warna, penuh perjuangan, juga penuh cinta, kini semakin terasa damai. Mereka telah melangkah melewati berbagai tantangan, dan akhirnya berdiri bersama, lebih kuat dari sebelumnya. Rumah yang dulu sepi kini dipenuhi tawa dan kebahagiaan, berkat kehadiran Adam, Clara, dan terutama Aisyah.
Namun, di balik kebahagiaan itu, Alya dan Rayhan tahu bahwa hidup ini tidak selalu mudah. Cinta mereka bukan tanpa rintangan, tetapi yang membuatnya bertahan adalah kemampuan mereka untuk selalu saling memahami dan mendukung, bahkan di saat-saat tersulit sekalipun.
Pada suatu malam yang tenang, ketika matahari mulai tenggelam dan langit berubah menjadi oranye keemasan, Alya dan Rayhan duduk di beranda rumah mereka yang baru, menikmati pemandangan yang penuh ketenangan. Aisyah sedang bermain di halaman, tertawa riang bersama Clara yang sedang mengawasinya. Adam baru saja kembali dari perjalanan bisnisnya dan sedang berbincang dengan Rayhan.
“Ray, ingat nggak waktu pertama kali kita bertemu?” tanya Alya dengan senyum lembut, menatap suaminya yang sudah menua di sampingnya.
Rayhan menatapnya dengan penuh kasih. “Tentu saja, Alya. Kamu adalah cinta pertama dan satu-satunya dalam hidupku.”
Alya tertawa pelan. “Kita dulu masih muda, penuh harapan dan impian. Banyak sekali yang belum kita ketahui. Tapi aku nggak pernah menyesal menjalani hidup ini bersamamu.”
Rayhan meraih tangan Alya dan menggenggamnya erat. “Aku juga, Alya. Kamu adalah segala-galanya bagiku. Tanpa kamu, aku nggak tahu apa yang terjadi pada hidupku. Kita punya anak yang hebat, rumah yang penuh cinta, dan cucu yang membuat hidup kita semakin berarti.”
Alya menatap mereka berdua—Rayhan yang selalu setia mendampinginya dan Aisyah yang kini menjadi sumber kebahagiaan mereka. Air mata perlahan mengalir di pipinya. “Kita sudah melalui begitu banyak hal bersama, Ray. Dan aku percaya, cinta kita tak akan pernah pudar. Meskipun kita mungkin tidak akan selamanya muda, tapi selama kita bersama, kita akan terus berjalan melewati segala yang datang.”
Rayhan mengusap air mata Alya dengan lembut. “Alya, aku sudah janji untuk selalu ada untukmu. Dari awal kita bertemu, sampai saat ini, dan bahkan nanti, aku akan selalu berada di sisi kamu. Cinta kita mungkin bukan yang sempurna, tapi itu adalah yang terbaik yang bisa kita miliki.”
Alya menunduk, merenung sejenak. Kemudian dia memandang suaminya dan berkata, “Kita tidak pernah tahu bagaimana akhir dari perjalanan ini, Ray. Tapi yang pasti, kita sudah melakukan yang terbaik. Kita sudah memberi cinta, kita sudah berjuang, dan kita sudah menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan. Aku tidak ingin meminta lebih dari itu.”
Rayhan tersenyum hangat. “Aku juga tidak. Kita sudah diberkahi dengan segalanya. Dan kini, kita hanya perlu menikmati setiap detik yang tersisa, bersama orang-orang yang kita cintai.”
Kehidupan mereka berjalan seperti itu—tenang dan penuh kedamaian. Adam dan Clara sering datang berkunjung, membawa kebahagiaan dan cerita baru. Aisyah, yang kini semakin besar, mulai menunjukkan bakatnya dalam seni, dan selalu berkumpul dengan kakek-neneknya untuk belajar lebih banyak tentang dunia di sekitar mereka. Alya dan Rayhan merasa bangga melihatnya tumbuh menjadi pribadi yang ceria, penuh kasih, dan penuh rasa ingin tahu.
Tahun demi tahun berlalu, dan keduanya semakin menikmati hari-hari mereka, meskipun tubuh mereka semakin lelah. Namun, hati mereka selalu penuh dengan cinta yang tak pernah pudar. Mereka merasa bahwa meskipun dunia ini terus berubah, keluarga mereka tetap menjadi tempat yang tak tergantikan dalam hidup mereka.
Suatu malam, ketika Rayhan terbangun dari tidurnya, ia mendapati Alya sudah duduk di samping jendela, memandangi bintang-bintang. Dia mendekat, duduk di sampingnya, dan menggenggam tangan Alya.
“Alya, apa yang kamu pikirkan?” tanya Rayhan dengan lembut.
Alya tersenyum dan menatap langit yang penuh bintang. “Aku hanya memikirkan hidup kita, Ray. Bagaimana kita bisa melalui segala rintangan bersama. Aku merasa begitu beruntung punya kamu. Aku merasa damai, meski waktu terus berjalan.”
Rayhan memeluknya dari belakang. “Aku juga merasa begitu, Alya. Kita mungkin tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi kita sudah cukup. Kita punya satu sama lain, dan itu sudah lebih dari cukup.”
Alya menunduk dan mengangguk, merasakan kehangatan dari pelukan Rayhan. “Kita sudah cukup. Kita sudah hidup dengan penuh cinta.”
Hari-hari berlalu, dan mereka terus menjalani hidup bersama, merayakan momen-momen kecil, tertawa bersama, dan saling mendukung dalam setiap langkah. Hingga suatu hari, di suatu pagi yang cerah, Alya merasakan kelembutan angin yang menembus jendela kamar mereka. Dia terbangun, melihat Rayhan yang sedang duduk di sisi tempat tidur, tersenyum padanya.
“Alya, terima kasih sudah menjadi bagian dari hidupku,” kata Rayhan dengan suara pelan.
Alya tersenyum, menggenggam tangan Rayhan dengan erat. “Dan aku berterima kasih pada hidupku karena memberi aku kesempatan untuk mencintaimu.”
Dengan kata-kata itu, mereka tahu bahwa perjalanan mereka telah mencapai titik kedamaian yang sempurna. Cinta yang mereka miliki tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh semakin kuat seiring waktu.
Hari-hari mereka mungkin sederhana, tetapi mereka tahu bahwa kebahagiaan sejati datang dari hal-hal kecil—cinta yang selalu ada, keluarga yang saling mendukung, dan hidup yang dipenuhi rasa syukur.
Dan meskipun waktu terus berjalan, meskipun tubuh mereka semakin menua, hati mereka tetap muda. Cinta mereka tidak akan pernah pudar. Karena mereka tahu, selama mereka ada bersama, hidup ini akan selalu penuh arti.
Begitulah cerita hidup mereka berakhir—dengan penuh kebahagiaan, kedamaian, dan cinta yang abadi.
" TAMAT"
semangat kak 🤗
sumpah aku jadi ketagihan bacanya 😁😁