cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.
Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.
Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 : Kekalahan Zhang Bao.
Mentari sore menerobos celah awan, menyorot medan pertempuran yang bagai neraka duniawi. Debu beterbangan, membubung tinggi di atas tanah yang basah oleh darah dan keringat. Ribuan mayat bergelimpangan, membentuk hamparan mengerikan di antara reruntuhan senjata yang patah dan bendera-bendera yang koyak. Suara-suara kematian masih bergema – teriakan kesakitan, desingan panah, gelegar pedang, dan dentuman keras yang mengguncang bumi. Di tengah kekacauan itu, Liu Bei dan Zhang Fei, bagai dua dewa perang yang tak kenal lelah, terus membabat habis sisa-sisa pasukan Zhang Bao.
Reina, dengan langkah ringan dan ceria, melompat-lompat kecil di samping Kei yang sikapnya tetap tenang dan dingin. Tatapan Kei menyapu medan perang yang sudah dipenuhi mayat, seakan menilai kerusakan yang telah ditimbulkan. Reina, dalam lompatan girangnya, tak sengaja menendang kepala seorang prajurit Zhang Bao yang sudah terkapar. THUD! Ia hanya mengangkat bahu, seolah itu hal yang biasa.
"Kei… mereka masih bertarung," kata Reina, suaranya sedikit lebih pelan dari biasanya, menyesuaikan dengan suasana yang mencekam. Senyumnya memudar, digantikan oleh ekspresi khawatir yang samar.
"Iya," jawab Kei, suaranya datar seperti biasanya. "Jangan pedulikan mereka berdua. Tujuan kita adalah Guan Yu." Matanya tetap tertuju pada Liu Bei dan Zhang Fei yang masih berjuang mati-matian. Dua pedang kegelapannya tergantung di pinggangnya, siap digunakan kapan saja.
Mereka menyusul Liu Bei dan Zhang Fei yang masih bertempur dengan sengit. CLANG! Pedang Zhang Fei menebas seorang prajurit Zhang Bao, tubuhnya terpental beberapa meter. SWISH! Tombak seorang prajurit lainnya melesat ke arah Liu Bei, namun dengan sigap Liu Bei menangkisnya dengan kedua pedang nya sendiri. THUD! Tubuh prajurit itu jatuh terkapar.
"Hei, Tuan Zhang Fei… aku duluan, ya… adios!" Reina berteriak, suaranya terdengar sedikit bercanda, namun tetap terdengar jelas di tengah hiruk pikuk pertempuran. Ia melambaikan tangan kepada Zhang Fei yang masih berjuang di tengah kerumunan musuh, sambil memberikan pose peace yang sedikit konyol.
Zhang Fei, yang biasanya tak pernah gugup, terkejut mendengar suara Reina. Ia mendorong seorang prajurit Zhang Bao dengan BOOM! yang keras, lalu menoleh ke belakang. Wajahnya dipenuhi dengan ketidakpercayaan. Melihat Reina yang masih melompat-lompat, ia berseru, "Hei! Gadis! Kau benar-benar santai ya, di tengah pertempuran begini?!"
Liu Bei, yang tampak kelelahan, menarik napas dalam-dalam. "Ada apa, Tuan Zhang Fei?" tanyanya, suaranya terdengar terengah-engah.
"Ha… coba kau lihat sendiri barisan depan yang baru saja kita tinggalkan!!" Zhang Fei berteriak, suaranya bergetar karena terkejut. Ia mengayunkan Ji Long Qiang-nya, SWISH! menebas dua prajurit Zhang Bao sekaligus.
Liu Bei menoleh ke belakang. Pandangannya terbelalak. Ribuan prajurit Zhang Bao yang sebelumnya siap menyerang, kini telah lenyap. Yang tersisa hanyalah mayat-mayat bergelimpangan dan genangan darah yang mengerikan.
"A… aku tidak percaya… mereka berdua membantai habis ribuan pasukan, sedangkan kita, melawan ratusan saja belum selesai-selesai…" Liu Bei bergumam, suaranya dipenuhi kekaguman yang tak terkira.
Zhang Fei, yang masih ternganga, berteriak kepada Reina yang telah berjalan menjauh, "Hei, gadis! Jelaskan! Bagaimana caranya?! Apakah kalian berdua pakai pesona?! Atau… kalian pakai jimat?! Atau… kalian memang dewa?!"
"Rahasia…" jawab Reina, suaranya lembut, namun tetap tegas. Ia terus berjalan, tanpa menoleh ke belakang, sambil menambahkan, "Tapi kalau maU tahu, rahasia itu… mahal harganya!" Ia tertawa kecil.
"Hei… apa sebenarnya terjadi? Mau pergi ke mana kalian berdua, hah?!" Zhang Fei berteriak lagi, suaranya dipenuhi rasa penasaran yang memuncak.
"Itu juga rahasia…" Reina menjahili Zhang Fei dengan senyum tipis. Ia terus berjalan bersama Kei, meninggalkan Zhang Fei dan Liu Bei yang masih tercengang.
Emosi Zhang Fei memuncak. WHOOSH! Cahaya emas yang menyilaukan terpancar dari tubuhnya, menunjukkan kekuatannya yang luar biasa. Hanya Kei dan Reina yang bisa melihatnya. Zhang Fei memutar-mutarkan Ji Long Qiang-nya dengan kekuatan penuh, CLANG! CLANG! CLANG! menjatuhkan puluhan prajurit Zhang Bao. "Ayo maju ke sini, orang-orang payah!!" teriaknya, suaranya menggema di medan perang.
"Dia sudah gila… semua lari…" teriak para prajurit Zhang Bao yang ketakutan, berhamburan menyelamatkan diri.
"Hei… mau lari ke mana kalian, hah…" Zhang Fei berteriak, ingin mengejar mereka, namun Liu Bei menghentikannya. "Sudah cukup, Tuan Zhang Fei. Sekarang, kita harus menolong Guan Yu…" kata Liu Bei, suaranya terengah-engah.
"Hah… baiklah…" Zhang Fei menghela napas dengan berat hati, menahan keinginan untuk membantai semua prajurit Zhang Bao.
Mentari sore yang tersisa menyinari medan pertempuran yang bagai lukisan neraka. Debu merah bercampur tanah basah darah beterbangan, menari-nari di atas angin senja yang dingin. Ribuan mayat bergelimpangan, membentuk hamparan mengerikan di antara reruntuhan senjata dan bendera-bendera yang koyak-moyak. Suara-suara kematian masih bergema—teriakan putus asa, desingan panah yang menusuk daging, gelegar pedang yang beradu CLANG! CLANG! CLANG!, dan dentuman keras yang mengguncang bumi, BOOM! BOOM!
Kei dan Reina berdiri di tepi medan pertempuran, sedikit menjauh dari hiruk pikuk pertarungan sengit antara Liu Bei dan Zhang Fei melawan sisa-sisa pasukan Zhang Bao. Reina, dengan langkah ringan dan senyum tipis, tampak kontras dengan suasana mencekam di sekitarnya. Ia sesekali melompat kecil, seolah-olah sedang berjalan-jalan di taman, bukan di tengah genangan darah dan mayat. Kei, dengan tatapan dingin dan tajam, mengamati medan perang dengan seksama, menilai situasi dan mencari celah untuk membantu Guan Yu.
"Sudah kuduga kau akan menjahili nya. " ucap Kei singkat, suaranya datar seperti biasanya. "Reina... sengaja sekali kamu membuat dia emosi, padahal kamu tahu sendiri bagaimana sikapnya." Kei melirik Reina yang berjalan sambil berdendang kecil, sebuah melodi ceria yang terasa janggal di tengah kehancuran.
"Sengaja banget, soalnya aku ingin menguji kekuatan jati diri Ashinamaru. Dan lihatlah tubuh Tuan Zhang Fei, sekarang tubuhnya bersinar!" seru Reina, matanya berbinar-binar saat ia melihat katana miliknya yang memancarkan cahaya redup. "Wah... katana-ku bersinar lagi, haha..." Ia keasyikan mengagumi pedangnya, seolah-olah sedang mengagumi perhiasan berharga.
"Hahahaha... kamu ada-ada saja, Reina..." suara Ashinamaru terdengar dari dalam tubuh Reina, tawa geli yang menambah suasana kontras.
"Astaga... sayang, kamu masih bercanda di saat peperangan serusuh ini," Kei terkejut melihat adaptasi Reina yang cepat terhadap dunia baru mereka.
"Mweheheh," Reina terkekeh kecil, wajahnya yang imut membuat Kei sulit untuk menegurnya dengan keras.
"Oi, Kei... sesekali kau bercanda seperti Reina lah..." ocehan Ashura terdengar dari dalam tubuh Kei.
"Berisik lagi..." Kei menjawab singkat. "Tapi di dunia asli, apa yang kamu lakukan setelah papa-mu keluar dari penjara?" Kei mencoba memecah suasana.
"Aku akan menebasnya..." jawab Reina polos, membuat Kei tercengang.
"Jangan disamakan dengan masa depan, manis..." Kei berusaha santai.
Beberapa menit kemudian, mereka melihat Guan Yu yang sedang beradu pedang dengan Zhang Bao. Delapan pengawal Zhang Bao telah tewas, tubuh mereka terkapar tak bernyawa. SWISH! CLANG! THUD! Suara-suara pertarungan itu terdengar jelas, diselingi teriakan Zhang Bao yang penuh amarah.
"Kei... lihat itu. Ayo ke tempat Guan Yu," Reina berseru, suaranya lebih serius kali ini.
"Baiklah," Kei menjawab datar, matanya tertuju pada pertarungan sengit itu.
"Hah... kau tangguh juga, kakek-kakek..." Zhang Bao mengejek Guan Yu dengan nada menjengkelkan.
Guan Yu, tanpa menjawab, terus fokus melawan Zhang Bao. CLANG! SWISH! BOOM! Benturan pedang mereka menciptakan percikan api dan suara-suara keras yang menggema.
"Reina... sudah saatnya menggunakan kekuatan jati diriku... sepertinya Guan Yu sudah lelah," Ashinamaru berbisik.
"Baiklah," Reina menjawab. "Hei, Tuan Guan Yu... semangat, jangan kalah dengan kakek-kakek tua yang hanya mengandalkan ribuan bawahannya!!" Suaranya lantang, namun tetap terdengar imut.
Guan Yu menoleh, terkejut melihat Kei dan Reina. Mendengar sorakan Reina, tiba-tiba cahaya emas menyinari tubuhnya, meningkatkan kekuatan dan semangatnya secara drastis. Dengan kekuatan baru itu, Guan Yu mendorong Zhang Bao hingga terpental beberapa meter. WHOOSH! Guan Yu mengangkat Guan Dao-nya tinggi-tinggi, lalu memutarnya dengan cepat, SWISH! SWISH!, menebas Zhang Bao hingga jatuh tak berdaya.
"Yeee, Tuan Guan Yu menang..." Reina bersorak riang.
Guan Yu, setelah membuang darah dari Guan Dao-nya, berjalan ke arah Reina dan Kei. "Terima kasih, gadis cantik. Kalian berdua telah membuatku bersemangat," katanya dengan hormat.
"Sama-sama, Tuan Guan Yu..." Reina menjawab dengan suara manis.
Tiba-tiba, suara Zhang Fei yang keras menggema, "Hei, kau lagi gadis sombong..."
"Sombong ga tu..." Reina berkata santai, senyum jahil masih terukir di wajahnya. Ia sama sekali tidak terpengaruh oleh suasana mencekam di sekitarnya.
"Reina... jangan menjahili Tuan Zhang Fei. Kamu membuat dia marah," Kei memperingatkan dengan suara dingin, namun penuh perhatian.
"Bagaimana cara kalian berdua mengalahkan ribuan nyamuk itu?" Zhang Fei bertanya, suaranya bergetar karena campuran amarah dan rasa ingin tahu. Ia masih belum bisa mencerna bagaimana Reina dan Kei bisa begitu mudah mengalahkan ribuan prajuritnya.
Reina hendak menjawab "rahasia", tetapi Guan Yu dengan sigap menarik Zhang Fei ke belakang. WHOOSH! Gerakan Guan Yu begitu cepat, Zhang Fei hanya sempat mengeluarkan teriakan, "Hei hei... apa yang kau lakukan!"
Guan Yu dan Liu Bei, dengan wajah penuh hormat, menundukkan badan mereka kepada Reina dan Kei. "Lupakan soal ribuan pasukan itu, yang terpenting..." Liu Bei mulai berbicara, suaranya terengah-engah karena kelelahan.
"A.. anu... Tuan Liu Bei, Tuan Guan Yu, jangan menunduk ke kami berdua. Seharusnya kami yang berterima kasih kepada kalian bertiga karena telah bertarung bersama kami..." Reina menjawab dengan suara lembut, pipinya memerah karena gugup.
"Wah... gadis muda ini sangat rendah hati," Guan Yu berkomentar, suaranya berat namun lembut. Ia terkesan dengan kerendahan hati Reina.
Liu Bei dan Guan Yu menegakkan badan mereka. "Ngomong-ngomong, siapa nama kalian?" Liu Bei bertanya dengan nada ramah.
Zhang Fei, yang sebelumnya mengoceh tak jelas, tiba-tiba terdiam. Ia berjalan cepat ke arah Reina dan Kei, matanya menunjukkan rasa ingin tahu yang besar.
"Namaku Hasane Reina... senang bertemu dengan kalian bertiga..." Reina memperkenalkan diri dengan senyum manis.
"Aku Hikari Kei," Kei memperkenalkan diri dengan nada datar dan tatapan dinginnya yang khas.
"Wah... nama yang unik... dari mana kalian berasal?" Guan Yu bertanya, terkesan dengan nama mereka.
Reina hendak membohongi Guan Yu, tetapi Zhang Fei kembali bersuara, "Memang unik, tapi aku sangat jengkel dijahili gadis ini!" Ia menggaruk kepalanya yang gatal, masih belum bisa melupakan rasa jengkelnya.
"Hei kau... gadis jahil... kau tidak tahu siapa aku hah!" Zhang Fei kembali mengoceh, suaranya keras dan penuh amarah.
"Kamu adalah si penjual daging kan...?" Reina menjawab dengan senyum jahil, masih mengusik Zhang Fei.
"Hah.... dari mana kau tahu—" Zhang Fei hendak membantah, tetapi Reina sudah mengalihkan perhatiannya.
"Wah... lihat itu, sayang... itu adalah pohon persik," Reina berkata dengan semangat, menunjuk ke arah sebuah pohon persik yang tampak rindang di kejauhan. Daun-daunnya berwarna hijau segar, dan buah-buahnya tampak menggantung ranum.
"Teman-teman... maukah kalian menemani aku pergi ke sana...?" Reina bertanya kepada Zhang Fei, Guan Yu, dan Liu Bei.
"Baiklah... aku sebenarnya ingin ke sana untuk beristirahat..." Liu Bei menjawab dengan senang hati. Ia tampak kelelahan setelah pertempuran panjang.
Reina menarik tangan Kei, berjalan menuju pohon persik. "Ayo Kei, jangan diam-diam begitu..." ucapnya sambil tersenyum manis ke arah Kei.
"Baiklah... jangan buru-buru," Kei menjawab, membiarkan Reina menarik tangannya. Meskipun dingin, ia terlihat lembut saat bersama Reina.
Zhang Fei, yang sebelumnya marah, tiba-tiba terdiam, memperhatikan Reina dan Kei. Suaranya melunak, "Apakah pria tersebut adalah pacar Reina? Sikap mereka berdua bertolak belakang..."
Guan Yu menjawab dengan lembut, "Iya... aku harap, cinta kasih sayang mereka berdua tidak akan memudar, bahkan di tengah peperangan yang mengerikan ini." Ia menatap Reina dan Kei dengan penuh kekaguman. Mereka berdua memberikan kesan yang sangat berbeda, namun harmonis.