"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25 : Cukup Berat
..."Apapun yang kamu miliki tidak akan selamanya menjadi milikmu. Dan sesuatu yang kamu inginkan, belum tentu kau dapatkan. Hanya saja semua perlu waktu, tidak bisa untuk terburu-buru."...
...~~~...
"Kamu nunggu ya?" Papa Farhan malah meledeknya karena terlalu serius.
Alaska menatap sebal. "Jangan bercanda deh Pa! Alaska sudah capek," ucapnya dengan memalingkan mukanya ke sembarang arah.
"Syarat satu lagi, Papa ingin segera memiliki cucu dari kamu dan Arumi," ucap Papa Farhan terseyum membayangkan keinginannya itu.
Alaska terbelalak kaget dengan apa yang barusan papanya bilang. "Apa? Papa tidak salah bicara?" tanyanya agar tidak keliru.
"Itu bener, Papa ingin mendapatkan cucu darimu," jawab Papa Farhan sekali lagi, sehingga membuat Alaska meyakini bahwa apa yang didengarnya itu tidaklah salah.
"Kenapa harus itu Pa syaratnya? Emang tidak ada yang lain?" tanya Alaska dengan wajah melemas.
"Kenapa kamu menolak? Apa kamu tidak ingin memberikan Papa seorang cucu?" tanya Papa Farhan penuh selidik.
"Bukan begitu Pa, tapi itu terlalu cepat untuk Alaska. Lagian aku sama Arumi masih terlalu muda untuk memiliki seorang anak," ucap Alaska asal.
Ia sengaja mencari alasan agar Papa Farhan bisa berubah pikiran, karena Alaska tidak menginginkan seorang anak di dalam pernikahannya dengan Arumi. Bahkan untuk menyentuhnya pun ia engan.
"Masih muda bagaimana? Kamu sudah cukup umur, Alaska! Sudah sepantasnya kamu memiliki seorang anak, lagian kamu sudah semakin dekat dengan Arumi. Untuk apa kamu menundanya lagi?" lontar Papa Farhan, karena ia sangat tahu betul bahwa putranya itu sedang mencari-cari cara agar dirinya bisa berubah pikiran.
Deg!
Apa yang dilontarkan oleh Papa Farhan begitu menyindirnya. Alaska kebingungan karena ia tidak sama sekali mencintai Arumi, sedangkan ia harus tetep bersama istrinya itu karena rencananya belum selesai.
"Ya, tapi Arumi pasti belum siap Pa. Lagian Alaska baru bersamanya belum lama ini. Jadi, aku harus membicarakannya dulu dengan Arumi. Apalagi dia baru merima Alaska, masa sudah memintanya cucu? Tidaklah terlalu terburu-buru untuk itu, Pa?" tanya Alaska berusaha keras mempengaruhi Papa Farhan.
"Papa tidak mau tahu, pokoknya Papa mau cucu! Enggak ada yang lain!" tegas Papa Farhan sontak membuat Alaska tertegun.
"Tapi Papa enggak lihat Arumi gimana? Kan Alaska enggak tahu apa yang dirasakannya," ucap Alaska. Entah kesekian kalinya dia memberikan alasan.
"Tidak ada tapi-tapian lagi! Papa ingin punya cucu segera! Dalam waktu sebulan jika kalian tidak memberikan kabar kehamilan Arumi kepada keluarga kita, maka aset serta fasilitas yang kamu dapatkan akan Papa sita, dan kamu tidak akan mendapatkan apapun!" jelas Papa Farhan, keputusannya sudah tidak bisa lagi untuk diganggu gugat.
"Aahkk! Papa enggak salah mau menyita fasilitas Alaska juga? Jangan becanda deh," cetus Alaska kesal dengan ulah papanya itu.
"Tentu saja benar. Semua fasilitas yang Papa berikan kepadamu serta jabatan ini akan Papa alihkan kepada Arumi. Itu jika sampai kamu tidak kunjung memberikan cucu kepada Papa dalam satu bulan kedepan," kata Papa Farhan menambah perkataannya.
"Hah! Papa mana bisa begitu? Enggak ya! Alaska enggak mau semua diberikan kepada Arumi. Itu milik Alaska, dia enggak berhak nyentuh satupun milikku!" tegas Alaska kembali ke sikap aslinya yang terlalu egois.
Papa Farhan menatap heren Alaska. "Kenapa kamu tidak ingin memberikan semua milikmu kepada Arumi? Bukannya kamu sudah mencintainya?" tanyanya untuk menghilangkan rasa kejanggalannya.
Deg!
Alaska terdiam membisu, dia tidak menyadari apa yang dilontarkannya membuat Papa Farhan curiga. Kini Alaska begitu kebingungan untuk menjelaskannya.
"Sialan ini mulut! Pake keceplosan segala si? Aku harus cari cara buat ngalihin pembicaraan," gumamnya di dalam hati. Alaska sungguh menggerutuki dirinya yang tidak bisa mengontrol emosi.
"Eh enggak gitu Pa, tadi Alaska cuma kaget sama perkataan Papa saja. Mau sebanyak apapun yang Alaska punya, aku ikhlas memberikan semuanya kepada Arumi. Meskipun begitu, istriku menginginkan gunung emas pun akan aku sanggupi," ucap Alaska seolah-olah dirinya sangat mencintai Arumi.
"Benarkah itu? Apa kamu yakin akan memberikannya?" tanya Papa Farhan menanggapi perkataan putranya dengan serius.
"Ya tentu saja, Pa. Walaupun begitu, Alaska meski memberikan ginjal dan juga hati ini untuk Arumi, maka Alaska mampu," lanjut Alaska sangat lebay sekali.
Sontak hal itu membuat Papa Farhan tertawa terbahak-bahak dengan setiap perkataan putranya. Entah apa yang merasuki Alaska, seketika membuatnya jadi pujangga seperti itu. Si kutub es bisa berbicara begitu, sungguh aneh sekali.
"Haha, haha ... kamu ini bisa aja Alaska. Sejak kapan kamu jago gombal seperti itu? Aneh sekali," ucap Papa Farhan seketika membuat tubuh Alaska membeku.
"Is, sangat menyebalkan sekali! Kalau bukan untuk bersandiwara didepan Papa, enggak bakalan mau aku berkata lebay seperti itu," batin Alaska seakan tidak menerima apa yang Papa Farhan katakan.
"Ya mungkin karena efek saking Alaska mencintai istriku," ucap Alaska kembali datar.
"Ya sudah tidak apa. Asal kamu ingat saja apa yang Papa minta. Dalam waktu satu bulan, kamu harus sudah memberikan kabar baik kepada keluarga Dirgantara segara!" Papa Farhan menegaskan kembali ucapannya tadi yang sempat tertunda.
"Ya, Alaska coba usahakan," jawab Alaska antara kesal dan harus terseyum seakan senang.
"Bagus! Ini baru anak Papa. Semakin cepat semakin baik," lanjut Papa Farhan hanya ditanggapi senyuman tipis saja dari Alaska.
"Alaska balik ke ruangan dulu, Pa." Segera mungkin Alaska keluar dari ruangan Papa Farhan.
Langkah kakinya itu cukup lebar dan cepat, karena dia tidak ingin lagi mendengarkan apa yang papanya katakan. Sungguh itu sangat membuatnya emosi.
***
Kini pria tampan itu sudah berada di dalam ruangannya. Nampak Alaska duduk di kursi kebesarannya, ia memikirkan banyak hal yang entah kenapa tidak bisa dia biarkan begitu saja.
"Mana mungkin aku menghamili gadis kampung itu? Ini cukup berat untukku. Aaahkk! Aku harus bagaimana?" Alaska berteriak begitu kencang. Itu sangat aman karena ruangannya kedap suara.
Semenjak Alaska kembali dari ruangan Papa Farhan, wajahnya begitu kusut. Ucapan papanya terngiang-giang di kepala Alaska. Hal itu membuatnya tidak bisa tenang, bahkan sampai sekarang.
"Sialan! Papa pasti merencanakan semua ini dengan sengaja. Aku tidak boleh membiarkan semua ini terjadi. Bagaimanapun aku harus menyusun rencana baru! Dan untuk Arumi, siap-siap saja, aku tidak akan pernah membuatmu merasa tenang di deketku! Tunggu sampai aku pulang nanti," gumam Alaska dengan sorot mata tajam dan tangan yang dikepal begitu kuat.
Kejadian tadi sungguh membuatnya sangat kesal, apalagi Arumi terus dilibatkan oleh Papa Farhan sehingga Alaska ingin membuat istrinya itu semakin menderita. Apa yang dirasakannya sekarang hanya kebencian dan emosi yang begitu memuncak.
Berbeda dengan Papa Farhan. Di ruangannya, ia tersenyum penuh kemenangan. Entah apa yang dipikirkannya, sungguh membuat penasaran.