Lara telah menghabiskan tiga belas tahun hidupnya sebagai wanita simpanan, terperangkap dalam cinta yang terlarang dengan kekasihnya, seorang pria yang telah menikah dengan wanita lain. Meski hatinya terluka, Lara tetap bertahan dalam hubungan penuh rahasia dan ketidakpastian itu. Namun, segalanya berubah ketika ia bertemu Firman, seorang pria yang berbeda. Di tengah kehampaan dan kerapuhan emosinya, Lara menemukan kenyamanan dalam kebersamaan mereka.
Kisahnya berubah menjadi lebih rumit saat Lara mengandung anak Firman, tanpa ada ikatan pernikahan yang mengesahkan hubungan mereka. Dalam pergolakan batin, Lara harus menghadapi keputusan-keputusan berat, tentang masa depannya, anaknya, dan cinta yang selama ini ia perjuangkan. Apakah ia akan terus terperangkap dalam bayang-bayang masa lalunya, atau memilih lembaran baru bersama Firman dan anak mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syah🖤, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 28
Jangan lupa like komen dan votenya yah
Terimakasih
_
Setelah percakapan penuh emosi dan mendapat restu dari orang tua Firman, malam itu Firman dan Lara memutuskan untuk menginap di rumah orang tua Firman. Keduanya merasa lega setelah melewati tahap penting ini dalam hubungan mereka. Mereka kini bisa melanjutkan rencana pernikahan dengan tenang, tanpa menyembunyikan apa pun dari keluarga.
Saat suasana mulai tenang, Firman mengajak Lara untuk berjalan-jalan mengelilingi rumahnya. Rumah keluarga Firman besar dan penuh kenangan. Foto-foto terpajang di dinding, memperlihatkan berbagai momen bahagia keluarga mereka. Lara, yang baru pertama kali menginap di rumah ini, memerhatikan foto-foto itu dengan penuh rasa ingin tahu.
Ketika mereka melewati ruang keluarga, mata Lara tertarik pada satu dinding yang dipenuhi foto-foto lama. Ada foto Firman saat masih kecil, foto keluarga di berbagai acara, dan yang membuat Lara terkejut adalah foto-foto yang memperlihatkan Firman bersama orang tuanya di rumah sakit juga seorang anak perempuan. Beberapa foto memperlihatkan ayah Firman mengenakan jas dokter, berdiri di depan sebuah bangunan rumah sakit.
“Mas…,” ujar Lara pelan sambil menunjuk ke salah satu foto, “ini rumah sakit tempat aku dirawat waktu itu?”
Firman tersenyum, mengangguk. “Iya, itu rumah sakit keluarga kami. Ayahku mendirikannya bertahun-tahun yang lalu, dan sekarang dia masih menjadi direktur di sana.”
Lara tertegun, baru menyadari kenyataan yang baru saja dihadapinya. “Jadi… kamu lahir dari keluarga dokter, dan bahkan rumah sakit itu milik keluargamu?”
Firman mengangguk lagi, sedikit canggung. “Aku sebenarnya tidak banyak cerita tentang ini, karena aku tidak ingin kamu merasa berbeda atau terbebani. Keluargaku memang memiliki rumah sakit itu, dan ayah serta ibu sama-sama dokter. Ayah seorang spesialis bedah, dan ibu adalah dokter anak. Dan seperti yang kamu tau aku juga mengikuti jejak kedua orang tuaku.”
Lara menatap Firman dengan takjub, perlahan mulai memahami betapa besar tanggung jawab yang mungkin dibebankan pada Firman oleh keluarganya. “Kenapa kamu nggak pernah cerita soal ini? Kamu tahu, aku dirawat di rumah sakit itu setelah aku terkena gangguan mental waktu kita pertama kali bertemu. Ini terasa seperti kebetulan yang luar biasa.”
Firman tersenyum lembut, meraih tangan Lara. “Aku nggak pernah merasa perlu bercerita, karena aku ingin kamu mengenalku sebagai Firman yang biasa, bukan sebagai anak dari pemilik rumah sakit atau sebagai dokter yang merawat mu. Aku ingin hubungan kita didasari rasa cinta yang murni, bukan karena siapa keluargaku.”
Lara mengangguk, tersentuh oleh kata-kata Firman. “Aku mengerti, Mas. Dan aku bersyukur kamu tetap rendah hati meski datang dari keluarga yang begitu terpandang. Tapi, aku juga merasa sedikit aneh baru tahu sekarang.”
Firman tersenyum, kemudian mengajak Lara duduk di sofa dekat foto-foto itu. “Iya, memang ini bukan sesuatu yang biasanya aku bicarakan. Tapi sekarang kamu bagian dari keluarga ini, jadi tidak ada lagi yang perlu dirahasiakan.”
Lara memandangi foto-foto di sekitarnya, merasa semakin terhubung dengan Firman dan memahami lebih dalam latar belakangnya. Ada rasa kagum, tapi juga sedikit rasa khawatir. Ia tahu bahwa menjadi bagian dari keluarga besar seperti ini akan membawa tanggung jawab dan harapan yang besar, namun dengan cinta dan komitmen yang kuat di antara mereka, Lara merasa yakin bahwa mereka bisa menghadapi apa pun bersama.
"Mas anak perempuan ini adik kamu yah?" tanya Lara penasaran sambil menunjuk Foto seorang anak perempuan yang berada di pangkuan ibu Firman.
Firman menoleh kearah jari telunjuk Lara" Oh dia memang adik ku tapi..." Firman terdiam sejenak
"Sayang nanti saja yah aku ceritain aku belum siap membicarakannya" Lanjut Firman, Mendengar hal itu tentu membuat Lara penasaran pikirannya menjadi tak karuan memikirkan anak perempuan yang ada di foto tersebut
Malam itu, Lara merasa lebih dekat dengan Firman dari sebelumnya, mengetahui bahwa meskipun Firman berasal dari keluarga terpandang, ia tetap memilih untuk menjalani hidupnya dengan sederhana dan penuh cinta namun sedikit ada yang mengganjal di hati Lara ia penasaran siapa anak perempuan yang ada di Foto itu dan kenapa Firman nampak enggan menceritakan tentang anak perempuan tersebut kepada dirinya.
“Terima kasih sudah jujur dan terbuka padaku, Mas,” ucap Lara dengan lembut.
Firman mengangguk, menatap Lara dengan penuh kasih. “Kamu adalah bagian terpenting dalam hidupku sekarang. Kita akan melalui semua ini bersama-sama, dengan atau tanpa beban dari masa lalu.”
Dengan begitu, mereka berdua menghabiskan sisa malam itu berbicara tentang masa depan, lebih memahami satu sama lain, dan semakin yakin bahwa cinta mereka cukup kuat untuk menghadapi apa pun yang datang.
Setelah mengobrol panjang tentang latar belakang keluarga Firman, malam itu Lara dan Firman akhirnya memutuskan untuk beristirahat. Kamar tamu di rumah orang tua Firman terasa nyaman, namun bagi Lara, pikirannya masih berputar, memikirkan semua yang baru saja ia ketahui. Meskipun begitu, rasa hangat dan aman di sisinya selalu muncul setiap ia mengingat senyum Firman dan ketulusan hati pria itu.
Keesokan paginya, mereka bangun dengan suasana rumah yang tenang. Firman mengajak Lara untuk sarapan bersama orang tuanya di ruang makan. Saat duduk di meja, suasana cukup santai. Namun, tiba-tiba, Ibu Firman memulai percakapan yang membuat Lara kembali merasa sedikit gugup.
"Jadi, Lara," kata Ibu Firman sambil menyajikan roti dan teh, "bagaimana perasaanmu setelah tahu bahwa keluarga kami terlibat dalam dunia medis? Apakah kamu merasa terbebani?"
Lara tersenyum canggung, namun mencoba menjawab dengan jujur. "Awalnya saya kaget, Bu eh Mah. Saya tidak pernah membayangkan bahwa keluarga Mas Firman memiliki latar belakang sebesar ini. Tapi, saya rasa tidak ada yang perlu saya khawatirkan, selama Mas Firman dan saya bisa menjalani semuanya dengan baik."
Ibu Firman tersenyum lembut. "Itu yang terpenting, Nak. Kami tidak pernah memaksakan Firman untuk mengikuti jejak kami. Meskipun ayahnya mungkin punya harapan besar, kami selalu percaya bahwa anak-anak harus memilih jalan mereka sendiri tapi nyatanya anak ini mengikuti jejak kami berdua. Dan jika Firman memilihmu untuk menjadi bagian dari hidupnya, kami juga akan mendukung keputusan itu sepenuhnya."
Ayah Firman, yang selama ini lebih banyak diam, tiba-tiba ikut berbicara. "Lara, jangan khawatir tentang status keluarga kami. Yang terpenting adalah bagaimana kamu dan Firman bisa menghadapi masa depan kalian dengan matang. Dunia medis memang berat, tapi aku yakin bahwa Firman membuat pilihan yang tepat dalam hidupnya, dan itu termasuk memilihmu."
Lara merasa sedikit lega mendengar kata-kata itu, meskipun ia sadar bahwa ada harapan besar yang menggantung di sana. Ayah Firman bukan orang yang banyak bicara, namun setiap kali berbicara, kata-katanya selalu penuh makna dan tak bisa diabaikan.
~
Salam Author;)
Katanya perlu bicara ujung2nya perlu waktu lagi dan lagi baik sama lara juga sama arini beberapa bab muter itu2 aja, Maaf ya Thor kayak ceritanya hanya jalan di tempat aja 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻