Buku ini adalah lanjutan dari buku Tabib Kelana.
Menceritakan perjalanan hidup Mumu yang mengabadikan hidupnya untuk menolong sesama dengan ilmu pengobatannya yang unik.
Setelah menikah dengan Erna akan kah rumah tangga mereka akan bahagia tanpa ada onak dan duri dalam membangun mahligai rumah tangga?
Bagai mana dengan Wulan? Apa kah dia tetap akan menjauh dari Mumu?
Bagai mana dengan kehadiran Purnama? Akan kah dia mempengaruhi kehidupan rumah tangga Mumu.
Banyak orang yang tidak senang dengan Mumu karena dia suka menolong orang lain baik menggunakan ilmu pengobatannya atau menggunakan tinjunya.
Mumu sering diserang baik secara langsung mau pun tidak langsung. Baik menggunakan fisik, jabatan dan kekuasaan mau pun melalui serangan ilmu yang tak kasat mata.
Akan kah hal tersebut membuat Mumu berputus asa dalam menolong orang yang membutuhkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan
Senja mulai merayap di langit Kota Yogyakarta. Hiruk-pikuk kota semakin ramai saat orang-orang pulang dari pekerjaan mereka.
Mumu, yang baru saja selesai menangani beberapa pasien di Poli akupunturnya dan ditambah lagi barusan menolong pasien di ruang ICU, memutuskan untuk jalan-jalan sebentar di Malioboro sebelum pulang ke rumah.
Udara sore yang sejuk di Jogja memberikan sedikit ketenangan setelah seharian penuh menghadapi berbagai macam keluhan pasien.
Namun, ketenangan itu tiba-tiba pecah oleh suara dentuman keras di kejauhan.
Suara logam yang berbenturan disusul oleh teriakan orang-orang.
Mumu yang sedang berjalan menuju motornya, langsung berbalik dan melihat sekelompok orang mulai berkumpul di dekat sebuah persimpangan jalan.
"Ada kecelakaan!" Teriak seseorang dari kerumunan.
Tanpa pikir panjang, Mumu berlari menuju sumber suara.
Di sana, terlihat sebuah mobil sedan yang remuk bagian depannya, menabrak sebuah motor yang hancur.
Pengemudi mobil tampak terkejut dan bingung, sementara di dekat motor, seorang gadis muda tergeletak di aspal, tubuhnya terluka parah dan napasnya terengah-engah.
Mumu merangsek maju di antara kerumunan, mendekati gadis yang terluka itu.
Orang-orang sekitar mencoba menolong, tetapi mereka kebanyakan hanya berdiri dalam kepanikan, tidak tahu harus melakukan apa.
“Permisi! Saya dokter!” Kata Mumu dengan suara lantang, membuat kerumunan segera memberi jalan.
Mumu berlutut di samping gadis itu dan memeriksa kondisinya dengan cepat.
Darah mengalir dari beberapa luka di tubuhnya, terutama di lengan dan kakinya yang tampaknya terluka parah akibat benturan.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah pernapasan gadis itu yang semakin lemah.
"Dia mengalami syok." Gumam Mumu pelan, menyadari betapa kritis situasi ini.
"Panggil ambulance!" Perintahnya.
Setelah itu tanpa membuang waktu, Mumu meraih tas kecil yang selalu dia bawa di dalam cincin ruangnya.
Tas yang berisi jarum-jarum akupuntur. Di tengah situasi darurat seperti ini, keterampilan akupunturnya mungkin bisa menjadi penyelamat sementara sebelum bantuan medis datang.
Ia tahu, dengan menstimulasi titik-titik tertentu di tubuh, ia bisa membantu menstabilkan pernapasan dan sirkulasi darah si gadis.
Tentu saja ia akan mengerahkan sedikit kekuatan spiritualnya untuk menjamin keberhasilan tindakannya.
"Maafkan aku, aku harus melakukannya." Bisiknya lembut kepada gadis itu, meskipun ia tidak yakin gadis itu bisa mendengarnya dalam kondisi ini.
Dengan cepat, Mumu membersihkan beberapa area di tubuh gadis itu dengan cairan antiseptik yang ada di tasnya, lalu ia mulai menusukkan jarum-jarum akupuntur di beberapa titik vital di sekitar pergelangan tangan, telapak tangan, dan sekitar lutut.
Mumu memilih titik-titik yang dikenal untuk meredakan syok, meningkatkan aliran darah, dan memperbaiki pernapasan.
Orang-orang di sekitar tampak bingung melihat tindakan Mumu. Beberapa berbisik satu sama lain, sementara yang lain hanya menonton dengan harapan ada keajaiban yang terjadi.
Perlahan, setelah beberapa menit, napas gadis itu mulai lebih teratur.
Tubuhnya yang tadinya kaku mulai sedikit rileks, kondisinya sudah melewati kritis.
Mumu terus memantau setiap perubahan, memegang pergelangan tangan gadis itu untuk memastikan denyut nadinya kembali normal.
"Alhamdulillah..." Ucap Mumu lirih saat denyut nadi gadis itu menjadi lebih stabil.
Ia pun menghentikan aliran kekuatan spiritualnya yang tadi terus memperbaiki organ dalam dan titik-titik saraf gadis itu.
Ambulance akhirnya tiba dengan sirene yang memekakkan telinga.
Paramedis dengan cepat berlari menuju lokasi kecelakaan, siap untuk mengambil alih penanganan.
Mumu segera memberi penjelasan singkat kepada mereka.
“Saya sudah menusukkan jarum akupuntur di beberapa titik untuk menstabilkan kondisinya."
"Dia sudah melewati masa kritis, tapi tetap saja masih perlu perawatan di rumah sakit.” Kata Mumu.
Paramedis menatapnya dengan takjub dan sedikit ragu. Akupuntur jarang digunakan di situasi darurat seperti ini, tapi melihat kondisi gadis yang mulai stabil, mereka tidak bisa menolak bahwa apa yang dilakukan Mumu berhasil.
"Terima kasih, Dokter." Kata salah satu paramedis, sebelum mereka dengan hati-hati mengangkat gadis itu ke tandu dan membawanya ke ambulance.
Mumu berdiri sejenak, memandang ambulance yang perlahan bergerak menjauh dengan sirene yang masih meraung.
Gadis itu sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit, dan tugas Mumu di sini sudah selesai, setidaknya untuk sementara.
Namun, hati Mumu masih terasa berat. Ada sesuatu tentang kecelakaan ini yang membuatnya merasa tidak tenang.
Entah itu karena kondisi gadis tadi yang sempat begitu kritis atau karena firasat bahwa peristiwa ini akan membawa konsekuensi lebih besar, ia tidak tahu pasti.
Tiga hari berlalu sejak kecelakaan itu.
Saat ini Mumu sedang memeriksa pasien di Poli Akupuntur saat sebuah pesan masuk di ponselnya.
Ternyata, pesan itu dari rumah sakit tempat gadis yang ia tolong kemarin dirawat.
Mumu tak tahu bagai mana mereka tahu namanya dan bisa memperoleh nomor kontaknya.
Seingatnya waktu itu ia hanya menyebutnya sebagai seorang dokter.
Ternyata Dokter di sana ingin berbicara dengannya mengenai kondisi si gadis.
Kebetulan hari ini tak banyak pasien yang Mumu tangani.
Oleh sebab itu, menjelang tengah hari Mumu langsung ke rumah sakit tempat gadis itu di rawat.
Setibanya di sana, ia disambut oleh seorang Dokter berusia paruh baya yang terlihat ramah namun tegas.
"Dokter Mumu, terima kasih sudah datang. Kami ingin mengucapkan terima kasih atas tindakan cepat Anda di tempat kejadian. Tanpa bantuan Anda, pasien mungkin tidak akan selamat."
"Jangan terlalu sungkan, Pak. Memang sudah menjadi tugas kita untuk menolong selama kita mampu."
"Oh ya bagai mana kondisinya sekarang, Pak?"
"Dia sudah stabil. Kami sudah melakukan operasi untuk memperbaiki luka-lukanya, terutama di bagian kaki dan lengannya."
"Namun, yang mengejutkan adalah... tindakan akupuntur yang Anda lakukan berhasil menstabilkan kondisi internalnya sebelum dia tiba di sini."
"Itu sangat membantu dalam mengurangi syok dan menjaga organ-organnya tetap berfungsi."
“Alhamdulillah, senang mendengarnya, Pak."
“Kami akan memantau pemulihannya. Tapi saat ini, semuanya terlihat baik. Kami juga ingin berbicara dengan Anda lebih lanjut tentang metode akupuntur yang Anda gunakan. Ini sangat menarik bagi kami."
Mumu tersenyum kecil.
“Saya hanya melakukan apa yang bisa saya lakukan. Saya senang bisa membantu, Pak.”
Mereka tak tahu, seandainya Mumu mau, ia bisa mengobati gadis itu hingga sembuh menggunakan kekuatan spiritualnya tanpa harus operasi.
Tapi ada berbagai pertimbangan sehingga Mumu tidak melakukan hal tersebut.
Beberapa hari berlalu, dan kondisi gadis itu akhirnya semakin membaik. Orang tuanya, yang sudah berada di rumah sakit sejak hari pertama, mendatangi Mumu di Poli Akupuntur untuk mengucapkan terima kasih secara pribadi.
“Dokter Mumu, kami tidak tahu harus berkata apa. Putri kami, Alya, sudah melewati masa-masa sulit dan itu semua berkat Anda. Kami sangat bersyukur.” Ucap ayah Alya dengan mata berkaca-kaca.
Mumu tersenyum hangat.
"Saya hanya melakukan apa yang bisa saya lakukan, Pak. Kebetulan waktu itu saya berada tak jauh dari tempat kejadian."
"Yang penting sekarang putri Bapak sudah dalam pemulihan. Semoga dia segera pulih sepenuhnya."
...****************...
Papa Imelda menatap putrinya dengan raut wajah risau.
"Kamu tidak muda lagi, Mel. Kamu sudah lebih dari pantas untuk menikah."
"Pria seperti apa yang kamu dambakan? Berapa banyak anak kawan Papa yang ingin menyuntingmu. Kamu bisa pilih salah satu dari mereka."
"Mereka semua dari keluarga baik-baik. Mereka orang terpandang. Harta benda mereka tidak akan habis hingga ke anak cucu. Apa lagi yang kamu pikirkan?"
Kalau cuma dipukul tidak sampai babak belur tidak akan kapok.
padahal masih bisa dilanjut....😄👍🙏
bersambung...