NovelToon NovelToon
Bolehkah Aku Bermimpi ?

Bolehkah Aku Bermimpi ?

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Janda / Keluarga / Karir / Pembantu / PSK
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Titik.tiga

Tiara, seorang gadis muda berusia 22 tahun, anak pertama dari lima bersaudara. Ia dibesarkan di keluarga yang hidup serba kekurangan, dimana ayahnya bekerja sebagai tukang parkir di sebuah minimarket, dan ibunya sebagai buruh cuci pakaian.

Sebagai anak sulung, Tiara merasa bertanggung jawab untuk membantu keluarganya. Berbekal info yang ia dapat dari salah seorang tetangga bernama pa samsul seorang satpam yang bekerja di club malam , tiara akhirnya mencoba mencari penghasilan di tempat tersebut . Akhirnya tiara diterima kerja sebagai pemandu karaoke di klub malam teraebut . Setiap malam, ia bernyanyi untuk menghibur tamu-tamu yang datang, namun jauh di lubuk hatinya, Tiara memiliki impian besar untuk menjadi seorang penyanyi terkenal yang bisa membanggakan keluarga dan keluar dari lingkaran kemiskinan.

Akankah Tiara mampu menggapai impiannya menjadi penyanyi terkenal ? Mampukah ia membuktikan bahwa mimpi-mimpi besar bisa lahir dari tempat yang paling sederhana ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titik.tiga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 4 : rupanya raka tau

Siang itu terasa lebih tenang dari biasanya. Tiara bangun dengan tubuh yang sedikit lebih rileks, karena hari itu ia libur kerja. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, ia bisa bangun siang. Sinar matahari masuk melalui jendela kecil di kamarnya, membuat ruangan terasa hangat.

Ia melangkah keluar dari kamar, melihat ibunya sudah sibuk mencuci pakaian di depan rumah. Tiara segera bergabung, mencuci pakaian milik tetangga yang menjadi sumber penghasilan mereka.

"Sayang baru bangun?" tanya ibunya dengan senyum lembut. Tiara membalas dengan senyuman, lalu mulai menggosok kain di ember penuh sabun.

Hari itu berjalan dengan suasana yang hangat. Tiara dan ibunya bekerja bersama di bawah terik matahari, sesekali berbincang ringan tentang kehidupan sehari-hari. Tiara merasa tenang, meski di dalam hatinya ada beban yang selalu menghantuinya—sebuah rahasia tentang pekerjaannya yang belum ia ceritakan kepada sang ibu.

Malam hari tiba, Tiara sudah selesai membantu pekerjaan rumah. Tubuhnya yang lelah membuatnya ingin segera tidur. Setelah memastikan semuanya beres, Tiara masuk ke kamarnya, bersiap untuk tidur.

Namun, sebelum ia sempat memejamkan mata, pintu kamarnya terbuka perlahan. Adiknya, Raka, yang masih berusia 15 tahun, berdiri di depan pintu. Ia masuk pelan-pelan dan menutup pintu di belakangnya, seolah takut ada yang mendengar percakapan mereka.

Tiara terkejut melihat Raka datang. "Raka, kamu kenapa? Kok jam segini belum tidur?"

Raka mendekat, duduk di ujung ranjang sang kakak. Wajahnya tampak serius, tidak seperti biasanya. Tiara merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada adiknya itu.

"Kak," suara Raka terdengar pelan, namun menusuk ke hati Tiara. "Kak, kenapa sih kakak mesti berbohong sama ibu?"

Mendengar pertanyaan sang adik, seketika jantung Tiara berdegup kencang. Ia berusaha menahan napas, namun dadanya terasa sesak. "Maksudnya? Emang kakak bohong soal apa?" Ia berusaha tersenyum, meskipun rasa gugupnya tak bisa ia sembunyikan.

Raka menatap sang kakak dengan mata yang penuh kekhawatiran. "Raka tahu kok, Kak... kakak bukan kerja di toko pakaian kan?"

Tiara pun terdiam. Tubuhnya kaku. "Maksudnya, kakak nggak ngerti?"

Raka menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Waktu Raka pulang sekolah, Raka ketemu Pak Samsul. Dia bilang kakak kerja di club, jadi pelayan dan pemandu karaoke. Dia juga ngasih lihat foto sama video kakak waktu bekerja."

Mendengar ucapan sang adik, Tiara seketika terdiam kaku bagaikan tersambar petir. Ia tak mampu berkata apa-apa. Dunia seakan berhenti berputar. Rahasianya yang ia simpan rapat-rapat dari keluarganya kini terbongkar, bukan hanya oleh Raka, tapi juga oleh Pak Samsul, tetangga yang seharusnya bisa menjaga rahasianya.

"Raka..." suara Tiara bergetar. "Kamu nggak ngerti, kakak terpaksa lakuin ini. Kakak nggak mau ibu dan bapak kecewa kalau tahu kakak kerja seperti ini..."

"Tenang aja, kak. Aku nggak bakal bilang ke ibu kok. Raka cuma heran aja kenapa kakak mesti bohong..." ucapnya, kali ini dengan nada yang lebih tenang, meski matanya berkaca-kaca.

Tiara tak kuasa menahan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Ia tak ingin berbohong, tapi ia juga tak ingin mengecewakan keluarganya. Dengan suara pelan, ia mencoba menjelaskan, "Raka, maafin kakak. Kakak terpaksa. Kakak nggak punya pilihan lain. Kalau kakak nggak kerja di sana, kakak nggak bisa bantu bayarin sekolah kamu dan adik-adikmu. Kakak nggak mau kamu putus sekolah seperti kakak..."

Raka menunduk, matanya penuh dengan emosi yang campur aduk. "Tapi seharusnya kakak nggak perlu bohong. Jujur, Raka nggak mau kakak bekerja di tempat seperti itu. Raka takut kakak kenapa-kenapa..."

Tiara menggigit bibirnya, berusaha menahan isak tangisnya. "Maafin kakak ya. Kakak cuma mau kamu dan ibu hidup lebih baik. Kamu nggak usah khawatir, ya. Kakak bakal baik-baik aja kok."

Sejenak keheningan mulai menyelimuti kamar sang kakak. Raka menatap sang kakak, kemudian berdiri. "Baiklah, Raka ngerti. Raka janji, Raka nggak akan bilang ke ibu. Tapi tolong, Kak, jangan terus-terusan kerja di sana. Raka takut ibu dan bapak tahu..." ucapnya sebelum keluar dari kamar.

Tiara merasa hatinya hancur. Ia tahu Raka hanya ingin melindungi dirinya, tapi pilihan hidup ini tidaklah mudah. Saat pintu kamarnya tertutup, Tiara jatuh terduduk di atas tempat tidur, air mata mengalir tanpa bisa dihentikan.

Setelah keheningan yang terjadi, Raka mencoba duduk kembali di samping sang kakak, diam tanpa kata. Kala itu, udara terasa berat, dan di antara mereka hanya ada hening yang tidak nyaman. Tiara tahu, adiknya terluka karena kebenaran yang ia sembunyikan. Namun, Tiara juga tak ingin membuat keluarganya lebih tertekan dengan keadaannya.

Malam semakin larut, dan Raka akhirnya memecah keheningan. "Kak... Boleh nggak, aku tidur sama kakak malam ini?" suaranya lirih, seolah takut mengganggu pikiran sang kakak.

Tiara menatap sang adik yang masih terlihat begitu polos, meski ucapannya tadi penuh dengan kedewasaan yang tiba-tiba. Dengan senyum lembut namun penuh kesedihan, Tiara mengangguk. "Boleh... tapi janji ya, kamu nggak akan bilang sama ibu atau bapak soal pekerjaan kakak," pintanya dengan suara yang hampir berbisik.

Raka menatap sang kakak dalam-dalam, lalu mengangguk perlahan. "Aku janji, Kak. Aku nggak akan bilang," ucapnya dengan suara pelan, namun penuh kepastian.

Tiara merentangkan tangannya, dan Raka dengan cepat merapat ke pelukan sang kakak. Mereka berdua berbaring di atas kasur. Tiara memeluk adiknya dengan erat. Sejak malam itu, Raka hampir selalu tidur bersama Tiara di kamarnya, menjadikan kebersamaan mereka semakin erat.

Namun, di balik kehangatan itu, ada sesuatu yang tumbuh dalam hati Raka—sebuah rasa penasaran yang tak bisa ia tolak. Setiap kali Tiara bersiap untuk berangkat kerja, ia akan berganti pakaian di depan Raka. Awalnya, Tiara merasa canggung, tapi seiring berjalannya waktu, perasaan itu memudar. Raka pun sudah terbiasa melihat kakaknya dandan sebelum pergi kerja, meski ada sesuatu yang menggelitik hatinya setiap kali itu terjadi.

Pernah suatu malam, saat Tiara sedang berdandan di depan cermin, mengenakan pakaian kerjanya—rok hitam pendek dan kemeja putih ketat—sebelum akhirnya langsung ditutup dengan celana hitamnya.

Raka memperhatikan dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Ia tak lagi menunduk malu seperti dulu saat Tiara berganti pakaian di depannya. Sebaliknya, ia duduk di pinggir kasur, matanya mengamati setiap gerakan kakaknya dengan perasaan yang tak sepenuhnya ia pahami.

"Kok di-double, Kak? Bagusan kaya tadi, keliatan seksi. Hihihi..." ucap sang adik dengan polosnya.

Tiara pun membalasnya, "Gila, janganlah! Nanti kalau ibu tahu, bahaya. Kakak nggak bakalan dibolehin kerja lagi..." ucapnya sembari menggeplak kepala sang adik.

Saat Tiara sibuk memoles wajahnya dengan bedak tipis, sesekali ia melirik ke arah Raka, menyadari betapa adiknya kini sering memperhatikannya lebih dari biasanya.

"Kamu kenapa? Mau ini ya?" Tiara berseloroh sambil tersenyum. "Hihihi, nanti yah, kakak mau kerja dulu." Ia melanjutkan merapikan rambutnya.

Raka pun tersenyum kecil. "Hehe, kakak tahu aja deh..."

Tiara tertawa. "Jangan diliatin terus, nanti malah mikir yang enggak-enggak. Udah ah, kakak berangkat dulu." Ucapnya dengan nada bercanda.

Meskipun terkesan bercanda, Tiara mulai merasa ada perubahan dalam hubungan mereka. Setiap kali Raka berada di kamarnya, suasana menjadi lebih tenang tetapi juga sedikit tegang. Ia merasakan ada sesuatu yang berubah, sesuatu yang lebih besar dari sekadar kebersamaan kakak-adik.

Seiring waktu, rasa penasaran dalam hati Raka terus tumbuh. Ia mulai bertanya-tanya lebih dalam tentang pekerjaan kakaknya, tentang apa yang sebenarnya terjadi di klub tempat Tiara bekerja. Meski sudah berjanji untuk tidak mengatakan apa pun kepada orang tua mereka, diam-diam, ia merasa semakin tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang kehidupan Tiara di luar rumah. Setiap malam, saat mereka tidur bersama, keintiman yang sebelumnya hanya berupa kasih sayang kakak-adik perlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih kompleks.

Bagi Tiara, kehadiran Raka di kamarnya setiap malam memberikan sedikit ketenangan, namun juga membawa rasa khawatir yang tidak bisa ia ungkapkan. Ia tahu, dunia kerja yang dijalaninya semakin lama akan semakin menarik Raka ke dalam rahasia yang lebih dalam, dan ia tidak yakin bagaimana harus melindungi adiknya dari semua itu.

1
NT.Fa
hidup sepahit itu kah? Kasian Tiara
NT.Fa
Semangat ya Tiara
NT.Fa
cerita yg menarik... inspirasi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!