Kisah berawal dari gadis bernama Inara Nuha kelas 10 SMA yang memiliki kutukan tidak bisa berteman dengan siapapun karena dia memiliki jarum tajam di dalam hatinya yang akan menusuk siapapun yang mau berteman dengannya.
Kutukan itu ada kaitannya dengan masa lalu ayahnya. Sehingga, kisah ayahnya juga akan ada di kisah "hidupku seperti dongeng."
Kemudian, dia bertemu dengan seorang mahasiswa yang banyak menyimpan teka-tekinya di dalam kehidupannya. Mahasiswa itu juga memiliki masa lalu kelam yang kisahnya juga seperti dongeng. Kehadirannya banyak memberikan perubahan pada diri Inara Nuha.
Inara Nuha juga bertemu dengan empat gadis yang hidupnya juga seperti dongeng. Mereka akhirnya menjalin persahabatan.
Perjalanan hidup Inara Nuha tidak bisa indah sebab kutukan yang dia bawa. Meski begitu, dia punya tekad dan keteguhan hati supaya hidupnya bisa berakhir bahagia.
Inara Nuha akan berjumpa dengan banyak karakter di kisah ini untuk membantu menumbuhkan karakter bagi Nuha sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Hidupku Seperti Dongeng
“Eh, Naru gak mungkin menyukai cewek lain. Dia cuma sibuk dengan pendidikannya dan perusahaan kakek. Aku yakin kami akan menikah nanti,” Naomi berkata dengan penuh keyakinan, meskipun ada sedikit keraguan dalam suaranya.
Dilan tersenyum sinis. “Ya, kita lihat saja nanti. Jangan terlalu yakin. Semua bisa berubah.”
Naomi tidak menjawab. Dia hanya menatap Dilan dengan tajam, merasa terganggu oleh kata-katanya. Dia berusaha menjaga ketenangannya sambil memusatkan perhatian pada pelajaran yang segera dimulai.
"Apa cewek tadi yang dia sukai?" Naomi kembali dihantui rasa penasaran.
Pelajaran pun dimulai sampai istirahat tiba. Dilan tersenyum-senyum melihat kecantikan Naomi, gadis jepang itu. Dia jadi tidak merasa menyesal karena harus masuk ke kelasnya meski telah dipaksa oleh seseorang.
"Kak Dilaannn!!" Seseorang memanggilnya. Dialah Sifa yang telah memaksa Dilan untuk masuk ke kelasnya. Kini, di jam istirahat gadis itu menjemputnya dengan perasaan gembira.
"Ke- kenapa elo ke sini?!" Dilan langsung berlari menghampiri Sifa dan mengajaknya menjauh. Khawatir dilihat teman sekelasnya.
"Cewek siapa lagi itu." Salah satu teman sekelas Dilan mulai mengomentari.
"Ck ck ck, dia itu memang playboy!"
Dilan kesal melihat Sifa menjemputnya di kelasnya, "Kenapa elo mencari gue di jam istirahat, Sifa?!"
"Tentu saja mengajakmu ke kantin. Ayo, Kak Dilan!" Sifa dengan percaya diri menarik tangan Dilan dan membawanya ke kantin. Dilan hanya bisa pasrah mengikuti rencananya.
Sedangkan, Naomi di tempat duduknya masih memikirkan kata-kata Dilan. "Gak mungkin kalo Naru menyukai cewek lain. Aku harus segera memastikannya." Naomi keluar kelas dan segera mencari dimana Naru berada.
Di tempat Nuha berada, gadis itu selalu memperhatikan aktifitas siswa-siswa di jam istirahat. Dia selalu tampak tenang dan damai duduk di teras kelas sendirian.
Nuha melihat Naru dari kejauhan dan Naru mengetahui keberadaan Nuha. Mereka saling melempar senyum dan Nuha begitu antusias menyambutnya sampai melambaikan tangan berkali-kali. Senyumnya merekah, membuat hati Naru semakin tersentuh.
Naomi yang sedang mencari, akhirnya melihat itu semua. "Bener, cewek itu." Dia segera berlari dan menemui Naru.
Nuha tersenyum-senyum sendiri bisa kembali melihat Naru. Apabila terus ia pikirkan, dia semakin jatuh cinta kepada Pangeran Cinderellanya itu.
Tapi, ketika Nuha melihat sorot mata Naru jauh ke dalam perasaannya, ada kesedihan yang tidak mudah diungkapkan hanya dengan kata-kata. Naru seperti tidak pernah menikmati kehidupannya. Merasa selalu bosan dan putus asa. "Aku bisa merasakan kesendiriannya." Batin Nuha merasa sedih.
"Tadi senyum-senyum sendiri kok sekarang jadi murung, kenapa?" Tanya Asa datang perlahan dan duduk membelakangi Nuha.
Posisi itu, membuat Nuha bisa menanggapi obrolan Asa karena tidak perlu saling berhadapan dan interaksinya tidak akan menyakiti hati Asa. Nuha bersedia menjawab, "Tadi, aku lihat Naru."
"Cowok itu, pacar kamu kan?" Tanya Asa.
"Hehe, gak tau." Jawab Nuha nyengir.
"Lhoh kok gak tau, gimana sih? Bukannya kalian udah deket. Apa dia belum nembak kamu, Nuha?"
"Nembak, gimana caranya?" Tanya Nuha.
"Ih, kamu polos banget. Maksudnya dia ingin jadi pacarmu gitu trus ngajak pacaran gitu. Iya gak? Ih, kamu Nuha, kalo suka tinggal bilang."
"Iya aku tau apa itu pacar tapi aku gak tau pacaran itu gimana. Naru udah bilang, aku.. mencintaimu, gitu.." Nuha tersipu.
"Itu tandanya dia suka kamu. Trus kamu jawab kamu juga mencintainya?"
"Um," Nuha mengangguk.
"Astaga, Nuha.. Itu berarti kalian berdua udah jadian. Hanya karna dia gak ngajak pacaran gitu bukan berarti menghilangkan status kalian sebagai sepasang kekasih. Nuha, kamu ini, gimana sih.."
"Oohh.." Nuha kembali tersipu malu.
"Dasar! Tapi aku heran deh sama kamu, kok kamu gampang banget terima cintanya. Kamu gak pikir-pikir dulu? Itu bukan berarti aku mau mengatainya serigala hlo. Tapi hanya untuk kamu Nuha aku selalu menghargaimu." Kata Asa dengan tulus.
"Terima kasih, Asa. Karna aku seperti bisa memahami perasaannya dan rasanya perasaan kita itu selalu terhubung. Dia sangat peduli kepadaku."
"Benarkah begitu? Emangnya kamu udah tau latar belakangnya kek gimana?"
"Sedikit sih. Naru udah gak punya keluarga, dia hidup mandiri bersama Asisten dan Ajudannya. Tentang latar belakang keluarganya aku belum tau. Tapi, aku percaya sama dia."
"Umm.." Asa jadi menundukkan kepalanya. "Ternyata, dia sepertiku. Aku juga tidak punya keluarga dan aku hanya tinggal bersama nenek." Asa merasa sedih.
"Asa, ada apa?" Tanya Nuha.
"Oh, gakpapa Nuha. Udah yuk, masuk kelas." Ajak Asa mengakhiri obrolannya.
Naru masuk ke ruangan guru. Dia ingin mencari alasan mengapa dia berada di sekolah meski statusnya sudah menjadi mahasiswa. Meski Nuhalah alasannya, tapi dia ingin membuat alasan yang lebih logis supaya tidak ingin ada yang menyalahkan Nuha. Jika diizinkan, Naru ingin menjadi pendamping guru untuk mengajar mata pelajaran matematika.
Naomi segera mengikutinya. Dia ingin segera meminta kejelasan, sebelum terlambat.
Naomi menunggunya dibalik pintu keluar ruangan guru. Setelah Naru selesai, Naomi langsung memanggilnya, "Naru, bisakah kita bicara?" Pintanya.
Naru hanya diam dan mengikuti Naomi kemana gadis itu akan mengajaknya bicara. Menuju taman sekolah, Naomi duduk di gazebo. "Naru, kamu gak lupa kan pesan kakek untuk kita?" Tanyanya dengan kepala tertunduk dengan pipi merona.
"Tentang perjodohan kita?" Tanya Naru.
Mendengar nada datarnya yang tampak berat untuk didengar, Naomi merasa kecewa. "Kenapa aku merasa kamu gak bahagia tentang perjodohan ini? Apa kamu menyukai orang lain?" Tanya Naomi, suaranya mulai bergetar.
Naru tidak memberikan tatapannya kepada Naomi, dia hanya bisa diam.
Naomi langsung memegang kedua lengan Naru dan memberikan tatapan sedihnya, "Kamu berubah, Naru. Kamu udah gak seperti Naru yang aku kenal. Aku senang karna kita dijodohkan karna aku menyukaimu. Tapi, kamu sepertinya tidak mau menerima perjodohan ini." Air matanya hampir akan mengalir.
"Maaf," hanya itu yang keluar dari mulut orang yang dia sukai. Naru mengalihkan matanya.
Naomi tampak mulai menahan emosinya. Perasaan sedih semakin mendominasi hatinya. "Aku hanya tidak ingin kakek kecewa. Ini demi masa depan kita. Dan, masa dengan perusahaan kakek. Kamu gak akan mengecewakannya kan?" Rayunya.
"Aku, akan mencari cara lain." Kata Naru.
Hati Naomi seperti tersambar petir. Dia pun langsung menghapus air matanya. "Baiklah kalo itu yang kamu mau. Tapi, ingat! Kamu tidak akan bisa lepas dari perjodohan ini. Meskipun kamu menyukai orang lain, pada akhirnya kamu akan kembali kepadaku. Ingat itu, Naru!" Seru Naomi, dia pun pergi sambil berlari dengan kepala tertunduk.
Naru hanya bisa mengepal tangannya kuat-kuat karena menahan semua kekangan yang ada pada dirinya. "Aku tidak ingin terus berlindung dibalik nama kakek. Aku hanya ingin hidup bebas dan menemukan cintaku sendiri. Maafkan aku kakek, maafkan aku Naomi. Kalian adalah orang baik yang tidak akan mudah aku gantikan, tapi.."
Naru tahu keputusan ini akan menyakiti banyak orang, tetapi dia tidak bisa berpura-pura lagi. Di balik keputusannya, Naru bertekad untuk mengejar kebahagiaan yang sejati, meski harus melalui jalan yang sulit dan penuh dengan rintangan. Dia sadar bahwa hidupnya bukan hanya tentang memenuhi harapan orang lain, tetapi juga tentang menemukan makna dan cinta yang tulus.
masih panjang kak perjalanannya ✍✍