Dinda, 24 tahun, baru saja mengalami patah hati karena gagal menikah. Kehadiran seorang murid yang bernama Chika, sedikit menguras pikirannya hingga dia bertemu dengan Papa Chika yang ternyata adalah seorang duda yang tidak percaya akan cinta, karena kepahitan kisah masa lalunya.
Akankah cinta hadir di antara dua hati yang pernah kecewa karena cinta? Mampukah Chika memberikan seorang pendamping untuk Papanya yang sangat dia sayangi itu?
Bila hujan tak mampu menghanyutkan cinta, bisakah derasnya menyampaikan rasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hujan
Taksi yang ditumpangi Dinda dan Chika berhenti di sebuah rumah yang sangat besar dan mewah yang berjarak sekitar 30 menit dari sekolah.
Dinda kemudian mengeluarkan dompetnya, dan mengambil beberapa lembar uang untuk membayar taksi yang mereka tumpangi.
Namun dengan cepat Chika menepis tangan Dinda, sehingga uang yang baru akan diberikan kepada supir taksi itu jatuh ke pangkuannya, kemudian Chika langsung menyodorkan selembar uang seratus ribuan kepada sopir taksi itu.
"kembaliannya ambil aja Bang!" seru Chika sambil membuka pintu mobil dan turun keluar, Dinda yang sedikit terkejut, akhirnya ikut turun juga dari taksi itu.
"Kenapa Chika yang bayar? Tadi kan Bu Dinda mau bayar, kenapa Chika tepis tangan Bu Dinda?!" tanya Dinda.
"Bu Dinda kan uangnya sedikit! Kata Papa gaji guru itu kecil, Ayo masuk dulu Bu!" jawab Chika.
"Eh, Papamu itu keterlaluan juga ya, meremehkan gaji guru!" kata Dinda keki.
Mereka kemudian berjalan ke arah rumah besar itu, seorang security yang berjaga di sudut gerbang, membukakan pintu gerbang dan menunduk hormat pada Chika.
"Selamat Siang Non Chika, Silakan masuk!" ucap security itu.
"Hai Bang Jarwo! Bilang Selamat siang juga dong sama Bu Dinda! Dia itu guru aku tahu!" Ketus Chika.
"Selamat siang bu guru!" ucap Bang Jarwo, security yang berjaga di rumah besar itu.
Chika mengacungkan jempolnya, kemudian dia melangkah masuk kedalam rumah itu diikuti oleh Dinda yang terlihat clingak-clinguk, melihat rumah yang begitu besar dan megah, namun terlihat begitu sepi dan sunyi.
Mereka terus berjalan sampai masuk ke dalam sebuah ruangan, yang merupakan ruangan tamu rumah itu.
Ruangan yang luas dengan sofa yang maha empuk dengan barang-barang yang terlihat elegan dan mahal, menjadi pemandangan indah bagi Dinda, semua desain nya begitu estetik, terlihat kalau yang memiliki rumah ini memiliki jiwa seni yang tinggi.
"Mbak Yuyuuuun!!!" teriak Chika.
Seorang wanita yang merupakan asisten rumah tangga, setengah berlari tergopoh-gopoh mendatangi Chika yang kini duduk di ruang tamu itu bersama dengan Dinda.
Di tangannya ada lap dan celemek, menandakan kalau asisten rumah tangga itu sedang sibuk memasak di dapur.
"Wah, Non Chika sudah pulang! Mau dibuatkan Minuman apa Non, lima menit lagi makan siang siap!" ucap Mbak Yuyun, asisten rumah tangga itu.
Kemudian dia mulai membukakan sepatu dan kaos kaki Chika, lalu membawakan tasnya dan menaruhnya di atas meja.
"Buatkan aku dan ibu guru jus yang paling enak, jangan lupa siapkan juga makan siang yang enak!" ujar Chika.
"Siap Non!" jawab Mbak Yuyun yang langsung kembali ke arah dapur itu.
"Ehm Chika, sepertinya Bu Dinda Pulang saja ke tempat kos Bu Dinda, kan Chika sudah sampai di rumah!" ucap Dinda.
"Yah Bu Dinda, kenapa tidak mau menemani aku sebentar? Setiap hari di rumah ini hanya aku dan Mbak Yuyun, tidak pernah ada orang lain selain papa!" sahut Chika. Wajahnya berubah mendung.
Tiba-tiba muncul rasa belas kasihan dalam hati Dinda, Chika terlihat sangat kesepian.
Di rumah sebesar ini, hanya ada seorang asisten rumah tangga, dan seorang security yang menemani seorang anak berusia enam tahun.
"Baiklah Chika, ibu akan menemanimu, tapi Ibu tidak bisa lama-lama, karena Ibu harus pulang ke tempat kosan!" ucap Dinda.
Tak lama kemudian Mbak Yuyun muncul sambil membawa sebuah nampan yang berisi dua gelas besar jus buah yang terlihat sangat segar.
"Silakan diminum Non, Ibu guru!"ucap Mbak Yuyun, kemudian dia kembali lagi ke arah dapur.
Chika terlihat sangat gembira dengan kehadiran Dinda di rumah itu, Chika juga mengajak Dinda untuk makan siang bersama, di meja makan besar namun sangat sepi itu, demi menyenangkan hati muridnya akhirnya Dinda menuruti keinginan Chika.
Mereka menghabiskan waktu untuk mengobrol dan bercerita, hingga tak terasa waktu sudah menjelang sore.
Langit terlihat sangat mendung dan gelap, Padahal baru jam 4 sore. Suara petir mulai bergemuruh menandakan hari akan segera turun hujan.
"Chika, sepertinya Bu Dinda harus pulang sekarang! Lihatlah, langit begitu gelap, Bu Dinda tidak bawa payung, pasti akan kehujanan kalau tidak cepat-cepat pulang!" ucap Dinda.
"Yah Bu Dinda, aku akan kesepian lagi deh! Paling berapa menit lagi hujan Bu, Kenapa Ibu tidak menunggu di sini saja bersamaku?" tanya Chika.
"Tapi ...."
"Kata papa dia akan pulang jam 5 sore, nanti aku akan meminta Papa untuk mengantar Bu Dinda pulang! Supaya Bu Dinda tidak kehujanan!" jawab Chika.
"Apa? Papa Chika pulang jam 5 sore? Katanya Papa Chika keluar kota? Kenapa cepat sekali pulangnya?" tanya Dinda.
"Bu Dinda gimana sih? Kan sekarang kalau naik pesawat cepat Bu, ke Jawa tengah saja cuma 1 jam, mau pergi ke Bali juga cuma satu jam lebih! Memangnya Bu Dinda tidak pernah naik pesawat ya?" sahut Chika.
Dinda terdiam, ternyata Chika bisa dengan cepat mempelajari dan mengingat apa yang pernah didengarnya, kemampuan otaknya di atas rata-rata anak seusianya.
"Oh begitu, kirain Bu Dinda, Papa Chika akan menginap di luar kota!" kata Dinda.
"Papa tidak akan pernah meninggalkan aku menginap di luar kota Bu! Papa pasti akan pulang walaupun malam, tapi... " Chika menghentikan ucapannya.
"Tapi kenapa Chika?" tanya Dinda.
"Kadang-kadang Papa pulang dalam keadaan mabuk, Papa kalau lagi pusing, suka pergi ke tempat yang kata orang namanya klub malam, habis itu Papa pulang sudah mabuk, lalu tidur deh, tapi itu kadang-kadang, tidak setiap hari juga!" jawab Chika.
"Mungkin papa Chika kesepian, makanya Chika jangan nakal, supaya Papa tidak pusing, kasihan kan, apalagi Papa bekerja untuk Chika, supaya bisa sekolah tinggi dan jadi orang sukses!" ucap Dinda.
Hujan mulai turun dengan deras, kilatan demi kilatan menyambar menerangi suasana yang gelap, dengan suara gemuruh petir yang terdengar memekakkan telinga.
Tin ... Tin ...
Suara klakson mobil terdengar dari gerbang depan rumah itu, kemudian sebuah mobil mewah masuk ke dalam parkiran.
"Papa pulang!" seru Chika.
Tiba-tiba jantung Dinda bergemuruh dengan cepat, entah mengapa dia merasa begitu grogi menghadapi Papanya Chika, yang selama ini belum pernah sekalipun Dinda berbicara padanya.
"Pak Dio sudah pulang!" kata Mbak Yuyun yang langsung mengambil payung dan berjalan cepat ke arah parkiran mobil.
Tak lama kemudian dari arah pintu ruang tamu yang terbuka lebar itu, masuklah seorang laki-laki dengan rambut yang sedikit basah dan wajah yang sangat menawan, dengan sorot mata yang tajam, berusia sekitar 30 tahun.
Dia adalah Ferdio Dacosta atau Dio, Papanya Chika, seorang pengusaha mebel ekspor impor yang memiliki banyak cabang di Indonesia.
Dinda yang langsung berdiri dari tempatnya, tertegun dan terpaku, dengan perasaan yang Kikuk dan salah tingkah.
"Selamat sore Pak!" ucap Dinda menunduk.
Dio sedikit mengerutkan keningnya, melihat kehadiran Dinda di dalam rumah nya yang selama ini begitu sepi dan sunyi.
Bersambung ...
****