Pernikahan kekasihnya dengan seorang Panglima membuat Letnan Abrileo Renzo merasakan sakit hati. Sakit hatinya membuatnya gelap mata hingga tanpa sengaja menjalin hubungan dengan putri Panglima yang santun dan sudah mendapat pinangan dari Letnan R. Trihara. R. Al-Ghazzi.
Disisi lain, Letnan Trihara yang begitu mencintai putri Panglima pun menjadi patah hati. Siapa sangka takdir malah mempertemukan dirinya dengan putri wakil panglima yang muncul di tengah rasa sakit hatinya yang tak terkira. Seorang gadis yang jauh dari kata santun.
KONFLIK TINGGI, HINDARI jika tidak tahan dengan cerita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Tidak bisa tenang.
"Lebih baik istirahat dulu, memang kakinya ikut terkilir. Terus terang akibat kejadian tenggelam ini, keadaan istrimu kurang baik." Kata Bang Rojak sebagai dokter kandungan.
Sungguh Bang Hara merasa begitu terpukul karena tidak bisa menjaga sang istri. Rasa kesalnya semakin bertambah tatkala mendengar bahwa bayinya tidak benar-benar sehat.
"Aku kembali ke ruangan dulu ya..!! Jangan emosi..!! Jaga kestabilan perasaan bumil..!!" Pesan Bang Rojak.
~
Mata Bang Hara basah membendung air mata. Dirinya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bersabar namun kejadian ini sungguh membuat perasaannya terpukul.
"Bang...!!!"
"Kapan kamu bisa dewasa??? Kapan kamu akan berpikir matang sebelum bertindak?????? Abang mati-matian berusaha menjagamu tapi kamu mati-matian tidak mau tau..!!!!!" Bentak Bang Hara karena perasaannya sudah penuh dengan beban.
"Ma_af.. Titis hanya ingin naik sepeda." Jawab Rintis ketakutan.
"Dimana rasa tanggung jawabmu sebagai ibu??? Apa kamu tidak bisa membayangkan kalau saja terjadi sesuatu denganmu dan anak kita. Jangan kekanakan..!!!!" Suara Bang Hara kembali menggelegar mengisi ruang rawat.
//
Latifah terus menangis di ruang rawat. Pratu Putra pun tak kalah seram memarahinya. Tangisnya sampai terdengar sesenggukan.
"Kalau terjadi sesuatu dengan anak Danki.. Abang pun ikut merasa bersalah, Dek." Kata Pratu Putra.
"Tapi sepeda Ifa juga rusak, itu hadiah ulang tahun dari Abang."
"Nanti kalau ada rejeki, Abang belikan lagi. Yang penting kamu dan anak kita baik-baik saja. Tolong lah, sayang. Jangan buat Abang sakit kepala karena tingkahmu. Kamu sudah janji akan belajar jadi ibu yang baik." Tegur Prada Putra.
ddrrttt.. ddrrttt..
Prada Putra melihat ponselnya, ada Danki 'memanggil'.
"Astaghfirullah.. sampai kapan Danki 'singo' ini berhenti ngamuk. Cepat sehat lah kau Bu Dankiii.. nyawa saya terancam." Gumam Prada Putra kemudian segera meninggalkan ruang rawat Latifah.
Latifah melihat suaminya sudah meninggalkan tempat, Latifah pun bergegas mencari ponselnya dan segera menghubungi Rintis.
"Rin, suamimu.........."
"Aku tidak bisa buat apapun saat ini. Abang marah sekali. Aku tidak bisa jalan, badanku demam." Jawab Rintis dengan suara pelan.
"Gawat, suamiku... Pasti di hukum suamimu." Kata Latifah.
//
Bang Hara menguarkan asap rokoknya. Terlihat sekali dari raut wajahnya bahwa saat ini Pak Danki sangat marah.
"Ijin Danki, sungguh saya tidak tau kalau Ifa berniat mengajari ibu naik sepeda listrik." Kata Pratu Putra cemas, takut Bang Hara akan menghukum istrinya. "Jujur sebenarnya Ifa pun tidak bisa naik sepeda listrik. Saya membelikan pepeda listrik itu sebagai hadiah ulang tahunnya."
"Dada saya rasanya sesak. Saya tidak sanggup membayangkan kalau sampai istri saya keguguran karena naik sepeda listrik. Istrimu tidak bisa mengendarai sepeda listrik tapi berani mengajari istri saya. Saya buat anak itu setengah mati, nafas putus sambung, sistem operasi rahasia. Kenapa tingkat IQ istrimu setingkat dengan IQ istri saya?????" Nada tinggi Bang Hara masih terdengar jelas di telinga.
"Saya benar-benar minta maaf, Danki..!!!"
Kedua pria tersebut terlihat gusar dan penuh dengan beban pikiran. Bola mata keduanya basah namun mereka berdua masih sekuat tenaga membendung laju tetes air mata.
Bang Hara mengusap wajahnya kemudian duduk dengan kasar di kursi taman. "Ampun Ya Allah.. momong satu istri saja rasanya tidak karuan begini." Gumamnya.
Pratu Putra pun ikut duduk lemas di samping Dankinya, belum ada lagi suara di antara mereka. Bang Hara meletakan rokoknya agar keduanya sisa merokok bersama.
"Kita memilih istri, tentu kita paham akan segala resikonya. Saya sadari pengalaman hidup Rintis dan Ifa mungkin sangat minim, tapi tetap saja menghadapi hal seperti ini rasanya buat saya hampir mati mendadak, Put." Ujar gusar Bang Hara.
"Siap.. saya paham, Danki. Saya pun begitu."
"Saya tidak pernah menyesal menikah dengan gadis yang usianya jauh di bawah saya. Tapi tetap saya adalah manusia biasa, kadang saya ketakutan, merasa gagal menjadi pemimpin dan imam bagi istri saya. Kenapa saya kurang waspada dengan keadaan???" Ucap sesal Bang Hara.
"Saya lah yang patut di salahkan, Dan. Saya yang tidak bisa mendidik istri." Jawab Pratu Putra.
Keduanya kembali terdiam dan hanyut dalam perasaan masing-masing hingga terlihat sebuah kepanikan di menuju ruang IGD.
"Katana?? Siapa yang di bawanya?" Gumam Bang Hara melihat juniornya membopong seorang wanita.
.
.
.
.
..