Di SMA Gemilang, geng syantik cemas dengan kedatangan Alya, siswi pindahan dari desa yang cantik alami. Ketakutan akan kehilangan perhatian Andre, kapten tim basket, mereka merancang rencana untuk menjatuhkannya. Alya harus memilih antara Andre, Bimo si pekerja keras, dan teman sekelasnya yang dijodohkan.
Menjadi cewek tegas, bukan berarti mudah menentukan pilihan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awas Selingkuh
Bab 29
Awal pertemuan dengan perbincangan yang baik, tapi tiba-tiba Alya terdiam dan memandang Bimo dengan tatapan campur aduk antara heran dan marah. “Em... jadi, sudah hampir delapan tahun kamu menghilang tanpa kabar. Kenapa? Kenapa tidak ada usaha sama sekali untuk menghubungiku atau memberi kabar? Kamu bahkan tidak ada di media sosial yang bisa ku ikuti. Aku benar-benar merasa ditinggalkan dan bingung.”
Bimo terlihat sedikit terkejut mendengar kemarahan Alya, namun dia segera mengatur ekspresinya menjadi serius. “Alya, aku minta maaf jika membuatmu merasa seperti itu. Sebenarnya, aku merasa sangat kecewa juga. Ketika aku pergi ke luar negeri, aku tidak tahu harus bagaimana menghubungimu. Aku berusaha untuk tidak mengganggu hidupmu dan berpikir bahwa mungkin lebih baik untuk tidak menghubungimu sama sekali. Aku juga tidak ingin membuatmu merasa terbebani oleh kehadiranku.”
"Tidak tahu caranya? Lupa dengan nomor kontakku?"
Alya menghela napas berat, tampaknya belum puas dengan penjelasan itu. “Dan juga, kenapa kamu tidak pernah menunjukkan apa pun di media sosial? Kenapa kamu benar-benar seperti menghilang? Sepertinya kamu sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi di hidupku atau bagaimana perasaanku.”
Bimo merasakan sentuhan kehangatan dalam nada suara Alya yang penuh emosi. Dia menyadari betapa dalamnya perasaan Alya terhadap situasi mereka. “Aku mengerti kemarahanmu, Alya. Aku memang seharusnya lebih berusaha. Namun, saat itu aku merasa sangat bingung dan tidak tahu bagaimana harus bertindak. Aku tidak ingin membuat situasi menjadi lebih rumit atau mengganggu hidupmu.”
Sementara Bimo berbicara, Alya masih merasa sedikit marah namun juga lelah. “Jadi, tidak ada usaha sama sekali dari pihakmu untuk memastikan apakah aku baik-baik saja? Tidak ada usaha untuk mencari tahu tentangku? Dengan alasan mengganggu? Lalu sekarang kamu ke sini. Tidak takut menggangguku 'kah?”
"I-itu, beda lagi." Bimo terjebak dengan pertanyaan Alya. Akhirnya Bimo tersenyum tipis, dan senyumnya menyiratkan rasa kagum. “Ok, aku akui mungkin itu kesalahanku. Aku memang seharusnya lebih aktif, lebih mencari tahu tentangmu. Tapi aku juga merasa khawatir jika aku terlalu... mengganggu.”
Kata terakhir dari mulut Bimo hampir tidak terdengar. Dia lupa, bahwa wanita cantik yang ada di hadapannya sedang marah dan tidak suka dengan kata 'Menggangu.' tapi Bimo malah mengucapkannya lagi meski langsung sadar.
Saat Alya terus berbicara, Bimo memandangnya dengan penuh perhatian, matanya menyiratkan perasaan yang lebih dalam daripada yang tampaknya. Setiap kata yang diucapkan Alya seakan menunjukkan betapa dia masih peduli, betapa dia masih memikirkan Bimo.
Bimo merasa ada harapan di hatinya, mungkin sebenarnya perasaan mereka masih sama. Meski keduanya tidak pernah mengungkapkan perasaan mereka secara jelas, perasaan Alya yang sekarang seakan menunjukkan bahwa dia juga merasa rindu dan masih memikirkan Bimo.
Alya akhirnya berhenti bicara dan menatap Bimo, merasa sedikit lega setelah mengekspresikan perasaannya. “Aku hanya... merasa bingung dengan semuanya. Bagaimana mungkin kamu pergi begitu lama tanpa memberi kabar?”
Bimo menghela napas dan menyentuh lembut tangan Alya, tidak sepenuhnya menyadari dia melakukannya. “Alya, aku minta maaf atas semua ini. Aku tidak tahu harus bagaimana. Tapi sekarang aku di sini dan ingin memastikan kamu baik-baik saja. Aku tidak bisa mengubah masa lalu, tapi aku ingin mencoba untuk berbuat lebih baik sekarang.”
Alya melihat ke arah Bimo, mata mereka saling bertemu dalam keheningan yang penuh makna. Dia merasa sedikit terhibur oleh kehadiran Bimo, meskipun masih ada rasa sakit dan kekecewaan.
Bimo merasa hatinya sedikit lebih tenang setelah mendengar curahan hati Alya. Dia menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar persahabatan di antara mereka. Meskipun mereka tidak pernah mengungkapkan perasaan mereka secara terbuka, keduanya merasakan hal yang sama dalam hati mereka.
Lita, yang mendengar percakapan mereka, mengamati dengan hati-hati, merasa bahwa pertemuan ini mungkin memberikan kesempatan bagi keduanya untuk memahami perasaan mereka yang sebenarnya. Dia berharap agar situasi ini bisa menjadi momen untuk mereka berdua, meskipun tidak ada jaminan bagaimana akhirnya.
Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran yang muncul dalam hatinya. Dia melihat bagaimana Bimo dengan ringan menyentuh tangan Alya, dan yang lebih mengejutkan lagi, Alya tidak menolaknya. Itu adalah pertanda yang membuat Lita semakin waspada.
Cara Alya meluapkan rasa kesal pada Bimo, menurut Lita, terasa berlebihan. Alya adalah seseorang yang biasanya sangat pengertian dan sabar. Lita ingat pernah beberapa bulan kehilangan kontak dengan Alya, namun Alya hanya menghubungi seperlunya saja dan sangat memahami bahwa Lita sedang sibuk dengan tugasnya. Alya tidak pernah menunjukkan rasa kecewa yang mendalam seperti ini.
Kenapa pada Bimo bisa seberat itu? Lita bertanya-tanya dalam hati. Bahkan sebelum hitungan tahun sudah gelisah tanpa kabar dari Bimo. Bukankah Alya tahu bahwa Bimo sekolah di luar negeri, pasti harus bersaing dengan siswa berprestasi lainnya, sehingga Bimo tentunya harus kejar waktu dan super sibuk?
Meskipun Lita mencoba untuk tetap objektif, dia tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya. “Alya, Bimo, maaf aku memotong waktu kalian. Namun, kalian berdua sudah berbicara banyak. Aku hanya ingin mengingatkan bahwa sekarang keadaan sudah berbeda. Alya, kamu sudah menikah dan punya kehidupan sendiri. Dan Bimo, kamu juga punya tanggung jawab yang besar dengan karirmu.”
Bimo menarik tangannya perlahan, menyadari betapa dalamnya hubungan emosional yang mereka miliki. “Lita, aku mengerti. Aku hanya ingin memastikan Alya baik-baik saja. Tidak lebih dari itu.”
Alya menunduk, merasa sedikit malu dengan luapan emosinya tadi. “Lita benar, aku mungkin terlalu emosional. Maafkan aku, Bimo. Aku hanya merasa kehilangan dan bingung saat kamu tidak ada kabar.”
Bimo tersenyum lembut. “Tidak apa-apa, Alya. Aku juga merasa bersalah karena membuatmu merasa seperti itu. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku selalu memikirkan, meski tidak bisa selalu memberi kabar.”
Lita melihat keduanya dengan penuh perhatian. “Alya, Bimo, yang penting sekarang adalah kalian bisa melanjutkan hidup masing-masing dengan tenang. Aku hanya berharap agar kalian bisa menjaga perasaan dan tidak membuat situasi menjadi lebih rumit.”
Alya mengangguk, matanya mulai menunjukkan kelegaan. “Terima kasih, Lita. Aku akan berusaha lebih memahami dan menghargai situasi ini.”
Bimo juga mengangguk, menyetujui kata-kata Lita. “Ya, kita semua harus menjaga agar tidak ada masalah yang muncul. Alya, aku harap kita bisa tetap berteman baik.”
Lita merasa lega melihat kedua temannya lebih tenang dan memahami situasi yang ada. Meskipun ada perasaan yang rumit di antara mereka, dia berharap semuanya akan berjalan dengan baik tanpa ada masalah baru yang muncul. Dengan perlahan, mereka pasti bisa mencoba untuk melanjutkan hidup mereka masing-masing, menyadari bahwa kenangan masa lalu tetap ada, namun hidup harus terus berjalan.
Bersambung....