*Untuk mengerti alurnya di sarankan membaca terlebih dahulu Nightmare system sampai selesai*
Kisah seorang pemuda yang memiliki cita cita untuk menjadi seorang atlet mma, terpaksa harus meninggalkan cita citanya karena dia harus bekerja menghidupi ketiga adiknya dan dirinya sendiri akibat ayahnya menghilang. Di usia 10 tahun, dia mengalami sebuah kejadian yang membuatnya mengalami amnesia ringan dan tidak sadar dirinya pernah menolong sesuatu yang sekarang kembali membantu dia menyelesaikan masalah yang sedang di hadapinya.
Genre : Fantasi, fiksi, action, comedy, drama, super heroes, mystery.
Mohon tinggalkan jejak ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Sementara itu, di dalam mobil, Adel dan Andin yang sedang memangku Anisa yang tertidur, tidak melepaskan pandangan mereka dari Desi yang duduk di sebelah pengemudi.
“Ndin, aku penasaran, emang kak Intan punya kembaran ?” tanya Adel berbisik.
“Ga tau juga kak, seinget ku sih....ga tau deh, aku kok ingetnya dia memang kembar ya,” jawab Andin berbisik.
“Itu dia Ndin anehnya, aku sendiri juga inget, tapi kok kayaknya aneh aja gitu, susah sih jelasin rasa anehnya,” ujar Adel.
“Sama kak, aku ngerti kok maksud kakak,” balas Andin.
“Uungg,”
Adel dan Andin menoleh melihat Anisa yang mulai terbangun di pangkuan mereka, kemudian Anisa membuka matanya, setelah menyadari dia ada di dalam mobil, dia menoleh melihat kedua kakaknya,
“Kita mau kemana kak ?” tanya Anisa lemas.
“Tidur lagi Nis, nanti kalau sampai di bangunin,” jawab Adel.
“Mau kemana dulu ?” tanya Anisa lagi.
Desi yang duduk di depan menoleh ke belakang, pandangannya bertemu dengan pandangan Anisa yang baru bangun,
“Kak Desi ? kok ada kak Desi ? kak Ardo mana ?” tanya Anisa.
Mendengar pertanyaan Anisa, Adel dan Andin saling melihat satu sama lain, kemudian mereka melihat Desi yang menjulurkan tangannya memegang kening Anisa.
“Dia udah ga panas, bangun aja ga apa apa, bentar lagi kita sampai,” ujar Desi.
Adel dan Andin mendudukkan Anisa di tengah kemudian keduanya memegang tangan Anisa sambil melihat keluar jendela.
“Kenapa kak Adel, kak Andin ?” tanya Anisa.
“Ga apa apa,” balas keduanya bersamaan.
Desi melirik ketiganya di belakang, walau tersenyum tapi terlihat ada penyesalan di wajahnya, dia kembali melihat ke depan dan menunduk,
“Maaf ya Del, Ndin, Nis, aku membohongi kalian,” ujar Desi dalam hati.
Mobil berbelok masuk ke areal di sekitar kampus dan masuk ke dalam jalan tempat restoran padang berada di ujung jalan. Mereka melewati sebuah mini market dan akhirnya sampai di sebuah kos kosan dekat mini market tersebut. Ketika turun, Desi kembali menggendong Anisa, ketika Desi dan Andin ingin melangkah masuk,
“Kak Desi, Ndin, aku ke atm dulu, trus kak Desi bisa anter aku ke ibu kosnya ga ?” tanya Adel.
“Bisa, tapi sementara Nisa di taruh di kamar ku dulu saja ya, takutnya dia masuk angin lagi,” jawab Desi.
“Iya ga apa apa kak, aku ke al** mart di sebelah dulu ya,” ujar Adel.
“Iya, (menoleh melihat Andin) yuk masuk Ndin,” ajak Desi.
“Iya kak, (melihat Adel) cepet balik ya kak, sekalian titip beli makanan kecil,” ujar Andin.
Adel mengangguk, kemudian dia berjalan menuju ke mini market yang berada di dekat kos kosan. Di depan mesin atm setor tarik yang berada di dalam mini market, Adel terpana melihat saldo yang tertera di dalam layar, dia mencoba mengambil sedikit dan mesin mengeluarkan beberapa lembar uang merah bergambar presiden pertama bersama wakilnya. Adel mengambilnya dan mencoba menyetorkannya kembali, kemudian dia mengambil print bukti setornya dan termenung melihat jumlahnya. Tiba tiba pundaknya di sentuh seseorang,
“Dek, udah selesai belum ?” tanya seorang pria paruh baya.
Adel menoleh ke belakang, ternyata di belakangnya sudah banyak orang mengantri untuk memakai atm dan melihat dirinya dengan geram.
“Oh..maaf pak, sudah selesai, maaf,” ujar Adel mengambil kartunya.
Dia berjalan limbung keluar dari mini market sambil terus menatap bukti print dari mesin atm, dia membuka pintu mini market dan keluar kemudian bersender di dinding pembatas pintu.
“Ini beneran ? kok bisa ya ? kak Ardo dapet uang dari mana ya ? aduh gue jadi beneran penasaran nih,” ujar Adel dalam hati.
“Del ?” tanya seseorang.
Adel mendongakkan kepalanya, dia melihat Desi berdiri di depannya, kemudian Adel buru buru menyimpan bukti setornya di dalam saku.
“Tenang aja Del, aku ga akan minta kok hihi,” ledek Desi.
“Bukan gitu kak, aku masih bingung aja,” ujar Adel.
“Ga usah bingung, pakai aja uang itu, aku tau Ardo dapat darimana, tenang saja, halal dan aman,” ujar Desi.
“Beneran kak ? ya udah, aku percaya kak,” balas Adel.
“Ibu kosnya kebetulan ada, trus juga ada kamar kosong persis di sebelah kamar kakak, kamu mau ?” tanya Desi.
“Berapa kak sewanya sebulan ?” tanya Adel.
“Soal itu ntar kamu ngomong sendiri aja gimana ?” tanya Desi.
“Ya udah kak.....tapi boleh ga aku tanya sesuatu ?” tanya Adel.
“Tanya apa Del ?” balas Desi.
“Jujur aja kak, aku sebenarnya masih bingung, entah kenapa aku memang ingat kalau kak Intan punya kembaran, tapi ada perasaan aneh yang mengganjal begitu melihat kakak dan aku juga minta maaf kalau aku salah tadi waktu ketemu di kampus kakak,” jawab Adel.
“Aku ngerti Del, memang banyak yang bilang aku mirip sama kak Intan ya karena memang kita kembar dan hanya selisih beberapa menit saja keluarnya (maaf aku bohongin kamu Del),” ujar Desi.
Adel terdiam sesaat, dia kembali menatap Desi yang berdiri di depannya, akhirnya walau setengah bingung, Adel menerima penjelasan Desi dan kembali ke kos kosan bersama Desi untuk bertemu dengan ibu kos yang sudah menunggu di dalam. Setelah berbicara dengan ibu kos, akhirnya Adel memutuskan untuk menyewa kamar di sebelah Desi seperti yang Ardo sarankan kepadanya, dia kembali ke mini market untuk mentransfer sejumlah uang ke rekening ibu kos. Sementara itu, Desi mengantar Andin dan Anisa ke kamar mereka di sebelah.
Setelah Adel memberikan bukti transfernya kepada ibu kos, Adel masuk ke kamarnya, dia melihat Andin sedang duduk di tepi ranjang dan Anisa sedang berbaring di ranjang.
“Kak Adel, Anisa biar tidur di atas aja ya, kita di bawah, ada ranjang juga di bawahnya,” ujar Andin.
“Iya ga apa apa, kamarnya lumayan enak juga, tapi kalau ada kak Ardo sempit nih, secara badannya makan tempat hehe,” ujar Adel.
“Iya bener kak, di laci masih meja masih ada beberapa barang yang kayaknya ga kebawa sama penghuni kos sebelumnya deh,” ujar Andin sambil menunjuk sebuah meja dengan cermin di atasnya.
Adel berjalan ke meja dan membuka lacinya, di dalam laci ada sebuah smartphone dengan layar pecah dan rusak yang sudah tidak menyala, di baliknya tertempel sebuah foto kecil, Adel melihat foto itu dan kaget,
“Loh...ini...foto kak Rina sama kakak nya ?” tanya Adel.
“Hah...kak Rina siapa kak ?” tanya Andin berdiri dan berjalan mendekati Adel.
“Senior di sekolah, sekarang udah lulus, dia dulu tinggal di sini toh, aku baru tau,” ujar Adel.
“Oh gitu ya kak, tapi kok...cakep ya ?” tanya Andin.
“Yah emang, dia termasuk salah satu cewe top di sekolah,” jawab Adel.
“Kayaknya smartphone ini sengaja di tinggal di sini deh kak, soalnya udah rusak parah,” ujar Andin.
“Iya, udah ga ada memory dan sim cardnya juga, dah lah taruh aja dan diemin aja,” ujar Adel sambil kembali menaruh smartphonenya di laci meja.
“Trus, soal kak Desi di sebelah,” ujar Andin.
“Ya mau gimana lagi, kita percaya aja sementara, jujur aku sendiri sebenarnya masih bingung,” ujar Adel.
“Duh semoga kak Ardo cepet dateng deh, aku khawatir kak,” ujar Andin.
“Iya, semoga aja, apapun yang terjadi sama kita, kita harus tetap sama sama,” balas Adel.
Andin mengangguk, Adel merangkul Andin, kemudian keduanya kembali duduk di sisi ranjang sambil melihat Anisa yang sudah tidur dengan nyenyak.