Senja Anindita gadis cantik yang baru saja lulus SMA diharuskan menikah dengan Abyansyah sang kakak tiri yang merupakan seorang Dokter ahli Bedah berusia 33 tahun, bukan perbedaan usia dan status duda anak 1 yang membuat Senja ragu menjalani pernikahan ini, namun rasa benci Abyansyah yang selalu menganggapnya sebagai anak dari perusak rumah tangga kedua orang tuanya.
Bagaimana Aby dan Senja menjalani kehidupan pernikahan ini??
C
e
k
i
d
o
t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deodoran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Tidak ada helm kak?"
Nata menggeleng "tenang Aku tahu jalur bebas hambatan" Nata mengedipkan sebelah matanya.
"Bukannya motor tidak boleh masuk tol ya?" Senja menautkan kedua alisnya bingung.
"Istri siapa sih ini" Nata mengacak dengan gemas rambut Senja, "Jalur tikus Adik cantik...., ayo naik"
Tanpa banyak fikir lagi Senja sudah berada di atas motor Nata.
"Pegangan yang erat" Teriak Nata saat mesin motornya sudah berdengung.
Senja yang ragu hanya berani memegang ujung jaket denim Nata.
Pria itu lalu tersenyum simpul melihat ekspresi lugu Senja dari balik spion.
Dan Bugh.......
Tubuh Senja terhempas kedepan menghilangkan jarak antara dirinya dan tubuh pria yang mungkin masih Asing baginya itu.
Senja dibawa oleh Nata melalui jalan jalan sempit yang berada di Kota Jakarta hingga akhirnya mereka tiba disebuah jalanan yang cukup lebar namun sepi akan kendaraan.
Senja menikmati teriknya matahari yang seakan membakar kulit putihnya dan angin panas yang menyapu wajahnya, ia lupa memberitahu alamatnya kepada Nata karena terlalu fokus dengan perjalanan indah ini, sampai akhirnya motor Nata berhenti di sebuah panti Asuhan dengan halaman yang cukup luas.
"Panti Asuhan kasih Bunda" gumam Senja membaca tulisan yang terdapat pada papan nama yang terbuat dari kayu.
"ASTAGA!!! KAK"
"Hemm"
"Aku lupa ngasih tau alamatku, aku tinggal di Apartemen xxx " panik Senja, ia tetiba teringat dengan Kaila yang ditinggal tidur.
Bagaimana jika putri kecilnya itu terbangun dan mencarinya, sementara Bi Asih tidak terlalu pandai membujuknya.
"Kak Ayo....nanti anakku nangis"
Nata yang sudah berjalan beberapa langkah didepan Senja menoleh lalu menarik pergelangan tangan gadis yang sedang merengek itu.
"Sebentar saja, aku akan memperlihatkan sesuatu dimana setelah kau melihatnya maka kau tak akan menangis lagi, sini"
Senja menatap tangannya yang berada dalam genggaman Nata, entah mengapa ia merasa nyaman mengikuti pemuda yang baru dekenalnya itu.
Suasana panti terlihat begitu rindang, jika Senja tidak salah tebak sepertinya panti ini berada di pinggiran kota Jakarta.
Nata masih menautkan jemari mereka melewati halaman depan yang dipenuhi rerumputan hijau dan pepohonan yang cukup besar, mengedarkan pandangan hingga beberapa pasang mata anak kecil nampak berbinar menyambut mereka.
"Abang Nata!!" Seru semuanya hampir bersamaan, ada sekitar 6 anak kecil berusia esde yang menghampiri Nata dan Senja.
Senja menelan saliva saat mendapati dua orang anak nampak berbeda dari yang lainnya.
Seorang anak dengan mata yang tertutup rapat namun selalu memperlihatkan jejeran giginya yang menghitam dan berlubang nampak menyalim tangan Nata dan Senja dengan takzim, lalu jangan lupakan anak yang jalan terseok dengan bentuk kaki dan tangan yang tidak sempurna.
Sementara 4 anak lainnya nampak normal namun tetap memiliki aura yang bisa membuat orang yang menatapnya langsung iba.
"Udah pada pulang sekolah?"
"Udah bang kan sudah jam 2" jawab 4 anak serempak sementara yang dua hanya tersenyum lebar.
Nata merogoh sesuatu dari saku celananya, beberapa lembar uang 10 ribu langsung ia bagikan, pria itu nampaknya memang memiliki cukup banyak stok uang kecil yang masih baru.
"Abang Nata emang sudah gajian??" Celetuk salah satu anak.
"Belum kan masih tengah bulan ini" Jawab Nata.
Setelah membagikan uang 10ribuannya Nata mengintrupsi semua anak agar kembali bermain.
"Mereka anak anak terlantar yang kehadirannya sama sekali tidak diinginkan oleh orang tua kandungnya, usia mereka sudah 10 tahun keatas jadi bisa di simpulkan tak akan ada lagi keluarga yang mengadopsi mereka" Nata menjelaskan kepada Senja.
Nata tersenyum saat melihat tatapan Senja yang berkabut menatap lekat kearah fandi dan fadil Dua anak penyandang disabilitas.
"Senja sini dek" Nata membawa Senja untuk duduk disebuah bangku taman sambil mengamati tawa bahagia ke 6 anak panti yang sudah kembali bermain diatas tanah, ada yang bermain mobil mobilan dan ada yang bermain engklek sementara dua anak penyandang diaabilitas itu nampak bercengkrama riang sembari memamerkan uang 10 ribuannya.
Senja nampak menangis, ia teringat nasib dirinya yang juga sebatang kara setelah kepergian sang Ibu. Namun nasibnya justru lebih baik dari pada anak anak itu, setidaknya ia masih memiliki orang tua.
Ah Senja memang seperasa itu.
"Katanya mau membawaku ketempat yang tidak akan membuatku menagis lagi tapi nyatanya" Senja protes sambil mengusap air matanya.
"Saat sedih para gadis biasanya akan sangat bahagia diajak kepantai atau rooftop hanya untuk berteriak tidak jelas " Nata tertawa hambar.
"Tapi toh besoknya mereka menangis lagi, maka dari itu besok besok saat kau kembali menangisi hidupmu maka ingat mereka, ingatlah jika masih ada kehidupan lain yang lebih layak untuk ditangisi"
"Itu terdegar tidak adil, mengapa kak Nata tidak membolehkanku menagisi kehidupan sendiri?" Senja menyusut ingus dan air matanya dengan tissue yang baru saja ia ambil dari tas jinjingnya.
"Bukan tidak boleh aku hanya ingin kau mengenal rasa bersyukur, sehingga tidak berlarut larut dalam kesedihan, wajahmu terlalu cantik untuk menangis"
"Kak, sepertinya kau seorang playboy, kata kata Cantik begitu lancar keluar dari bibirmu"
Nata terkekeh, lalu menyugar rambut Senja dengan gemas.
Senja tidak salah tebak, Nata memang seorang pro player, sayangnya tak ada wanita yang benar benar singgah dihatinya, selain sebagai pemuas hasratnya.
"Apa kau juga seperti itu? Kau tidak menangisi kehidupanmu?" Tanya senja penasaran, meski ia yakin Nata bukanlah type pria cengeng.
Nata menggeleng pelan, "Tidak, aku justru meratapi nasibku, karena aku adalah bagian dari mereka" Nata menunjuk dengan dagu anak anak malang itu.
"Kak Nata juga....."
"Iya....aku juga anak panti asuhan ini, aku sama seperti mereka, seorang bayi yang dibuang ditempat sampah saat masih merah, bahkan kata Bunda Panti tali pusarku juga belum digunting saat itu, aku dikerumuni lalat dan semut ketika ditemukan" terang Nata dengan senyum getir tersungging diwajahnya.
"Maaf Kak...." Sesal Senja.
"Kau orang kedua diluar panti yang tahu mengenai kisah ini, yang pertama adalah bobby"
Senja seketika merasa sangat dihargai, entah mengapa Nata yang benci dengan masa lalunya justru sangat plong ketika menceritakannya kepada Senja.
"Aku juga sebatang kara, kedua orang tuaku sudah tiada sedangkan kerabat lain aku tak punya, aku tadinya tinggal dengan keluarga suami kedua ibuku bahkan bersama istri pertama ayah sambungku itu" Senja dan Nata saling menatap lekat.
"Ibuku istri kedua" senja menggeleng sambil menunduk lalu tersenyum miris "Aku dikenal sebagai anak pelakor dan naasnya aku berakhir sebagai istri dari anak yang suaminya sudah ibuku rebut" Senja merasa juga harus menceritakan mengenai kehidupannya, agar Nata tidak merasa rugi. Sebenarnya Senja tak pernah membahas hal ini pada siapapun, toh semua orang dikotanya sudah tahu.
"Kau menikahi sudara tirimu?"
Senja mengangguk pelan.
"Adik cantik dengan kisah hidup yang malang" Nata mengusap rambut Senja penuh rasa iba.
Senja lalu membalas perlakuan Nata dengan Hal serupa "Kakak Tampan dengan kisah yang tak kalah malangnya" ucapnya.
'Jika kau bukan istri orang maukah kau menjadi motivasi hidupku???' gumam Nata didalam hati