Dion, seorang siswa kelas 10 yang ceria dan penuh semangat, telah lama jatuh cinta pada Clara, gadis pendiam yang selalu menolak setiap usaha pendekatannya. Setiap hari, Dion mencoba meraih hati Clara dengan candaan konyol dan perhatian yang tulus. Namun, setiap kali dia mendekat, Clara selalu menjauh, membuat Dion merasa seperti berjalan di tempat.
Setelah sekian lama berusaha tanpa hasil, Dion akhirnya memutuskan untuk berhenti. Ia tak ingin lagi menjadi beban dalam hidup Clara. Tanpa diduga, saat Dion menjauh, Clara mulai merasakan kehilangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Kehadiran Dion yang dulu dianggapnya mengganggu, kini malah menjadi sesuatu yang dirindukan.
Di tengah kebingungan Clara dalam memahami perasaannya, Dion memilih menjaga jarak, meski hatinya masih menyimpan perasaan yang dalam untuk Clara. Akankah Clara mampu membuka diri dan mengakui bahwa ada sesuatu yang tumbuh di hatinya untuk Dion?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04. Munculnya Lara
Hari itu terasa biasa di kelas 10A. Suasana ramai dan penuh tawa mengisi ruang kelas saat siswa-siswa bersiap untuk pelajaran pertama. Clara duduk di bangkunya, berbincang-bincang dengan Nisa tentang tugas yang belum mereka selesaikan. Bel belum berbunyi, tetapi semua sudah tidak sabar menunggu pelajaran dimulai.
Tiba-tiba, pintu kelas terbuka, dan wali kelas, Bu Rina, masuk dengan senyuman lebar di wajahnya. "Selamat pagi, semuanya! Hari ini ada yang istimewa," katanya, menarik perhatian semua siswa. "Kita kedatangan murid baru!"
Satu per satu siswa berbalik ke arah pintu. Clara penasaran, dan jantungnya berdebar. Dengan langkah percaya diri, seorang gadis dengan rambut panjang dan gaya yang modis melangkah masuk. "Halo, semua! Nama aku Lara," ujarnya dengan senyum ceria.
Kelas bergetar dengan bisikan. Beberapa siswa mulai mengobrol tentang penampilan Lara yang menarik. Clara merasakan sedikit kecemburuan ketika melihat perhatian Lara berhasil menarik mata banyak orang, termasuk Dion, yang duduk di bangku depan.
Bu Rina melanjutkan, "Lara baru pindah dari sekolah lain. Aku harap kalian bisa menyambutnya dengan baik. Lara, silakan duduk di sebelah Dion."
Clara tertegun mendengar itu. Dia tidak bisa percaya bahwa Lara akan duduk tepat di sebelah Dion. Rasanya seperti mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Dengan berat hati, Clara berusaha tidak menunjukkan emosinya. Dia menatap Nisa, yang mengerutkan kening seolah merasakan kegundahan Clara.
Lara melangkah ke tempat duduknya dan mengulurkan tangan kepada Dion. "Senang bertemu denganmu, Dion."
Dion tersenyum, tampak senang menyambut Lara. "Senang juga, Lara. Kalau butuh bantuan, tanya saja."
Clara merasa hatinya menghangat dan sakit bersamaan. Momen itu, yang seharusnya biasa saja, tiba-tiba terasa sangat kompetitif. Lara tidak hanya menarik perhatian Dion, tetapi juga tampak membuatnya merasa nyaman. Clara merasakan rasa takut akan kehilangan itu kembali menggerogoti dirinya.
Pelajaran berlangsung, dan Clara berusaha berkonsentrasi, tetapi semua itu tidak mudah. Dia sering mencuri pandang ke arah Dion dan Lara, yang tampak akrab. Mereka berbagi tawa dan komentar lucu, sementara Clara merasa semakin terasing. Kembali lagi ke perasaannya, dia merindukan saat-saat ketika Dion hanya berfokus padanya.
Setelah pelajaran selesai, kelas mulai berhamburan keluar. Clara ingin segera pergi, tetapi Nisa menahannya. "Kita harus bicara, Clara. Kamu tidak bisa terus-terusan menghindar."
"Aku tidak mau membahas ini, Nis," jawab Clara, suaranya penuh frustrasi.
"Tapi, kamu lihat sendiri kan? Lara semakin dekat dengan Dion. Ini saatnya kamu bersikap tegas!" desak Nisa.
Clara menunduk, menyadari kebenaran dalam kata-kata Nisa. Dia tidak bisa membiarkan Lara mengambil alih hidupnya tanpa berjuang. "Baiklah, aku akan bicara sama Dion," ujarnya dengan keteguhan.
Saat Clara melangkah keluar dari kelas, dia menemukan Dion dan Lara sedang bercakap-cakap di luar. Melihat kebersamaan mereka, rasa cemburu itu kembali menyengat. Namun, Clara tahu dia harus mengambil langkah.
"Dion!" Clara memanggil, suaranya lebih kuat daripada yang dia harapkan.
Dion menoleh, sedikit terkejut. "Oh, Clara! Ada apa?"
Clara mengambil napas dalam-dalam, berusaha menata pikirannya. "Aku... aku ingin berbicara tentang kita. Tentang semuanya."
Lara memandang mereka dengan penuh minat, dan Clara merasakan ketegangan di udara. "Aku bisa pergi sebentar kalau kalian butuh waktu," tawar Lara dengan nada lembut.
"Enggak, tidak perlu," kata Dion, dan Clara bisa melihat ketidaknyamanan di wajahnya.
"Aku... aku merasa kita belum selesai," lanjut Clara, berusaha menyampaikan isi hatinya.
Dion menatapnya, tampak bingung. "Clara, aku... aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya."
Clara merasakan harapannya mulai memudar. "Tapi, aku tidak ingin kehilanganmu, Dion. Dengan adanya Lara, aku merasa kita semakin jauh."
Dion terlihat ragu, dan Lara menunggu dengan sikap sopan, meski jelas terlihat dia penasaran. "Lara adalah teman, Clara. Kita masih bisa—"
"Teman? Dia terlihat sangat dekat denganmu!" potong Clara, suaranya penuh emosi.
Dion terdiam, sementara Clara merasa dadanya sesak. "Aku tidak ingin menjadi beban bagimu. Aku hanya ingin kita bisa berbicara tentang ini."
Lara menatap Dion, dan Clara merasa seolah ada ketegangan yang tidak terucapkan di antara mereka. Dion menarik napas panjang. "Clara, kita bisa coba berbicara lagi nanti. Tapi, untuk sekarang, aku perlu waktu."
Clara mengangguk, merasakan hatinya hancur. Dia tidak ingin merusak apa yang sudah ada, tetapi dia juga tidak ingin menyerah tanpa berjuang. Dengan satu keputusan yang sulit, Clara mengangguk, berusaha untuk menguatkan diri. "Baiklah, aku akan memberimu ruang."
Dion tersenyum tipis, tetapi ada kesedihan di balik senyumnya. "Terima kasih, Clara. Aku akan memikirkan semuanya."
Saat Clara berjalan menjauh, dia merasakan bayang-bayang baru dalam hidup Dion mengancam harapannya. Dengan Lara yang kini ada di antara mereka, perjalanan ini terasa semakin rumit, dan Clara tidak tahu bagaimana cara menghadapinya.
Saat malam tiba, Clara merenungkan semua yang terjadi. Dia tahu dia harus menemukan cara untuk menghadapi Lara dan perasaannya terhadap Dion. Tapi untuk saat ini, semua terasa seperti sebuah permainan yang belum selesai, dan Clara harus bersiap menghadapi tantangan berikutnya.
To be continued...