Season 2 Pengganti Mommy
Pernikahan Vijendra dan Sirta sudah berusia lima tahun lamanya, namun mereka belum dikaruniai momongan. Bukan karena salah satunya ada yang mandul, itu semua karena Sirta belum siap untuk hamil. Sirta ingin bebas dari anak, karena tidak mau tubuhnya rusak ketika ia hamil dan melahirkan.
Vi bertemu Ardini saat kekalutan melanda rumah tangganya. Ardini OB di kantor Vi. Kejadian panas itu bermula saat Vi meminum kopi yang Ardini buatkan hingga akhirnya Vi merenggut kesucian Ardini, dan Ardini hamil anak Vi.
Vi bertanggung jawab dengan menikahi Ardini, namun saat kandungan Ardini besar, Ardini pergi karena sebab tertentu. Lima tahun lamanya, mereka berpisah, dan akhirnya mereka dipertemukan kembali.
“Di mana anakku!”
“Tuan, maaf jangan mengganggu pekerjaanku!”
Akankah Vi bisa bertemu dengan anaknya? Dan, apakah Sirta yang menyebabkan Ardini menghilang tanpa pamit selama itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Selama Sirta berada di Puncak dengan teman-temannya, Vi terus bermalam di rumah Ardini, apalagi Bi Siti tidak di rumahnya, karena Vi menyuruh Bi Siti untuk libur dulu. Itu semua karena Vi ingin sekali mencoba mendekatkan diri dengan Ardini.
“Mas kenapa gak pulang-pulang, apa Mbak Sirta masih belum pulang?” tanya Ardini.
“Kamu bosan aku di sini?” tanya Vi.
“Tidak begitu, ya takutnya Mbak Sirta berpikiran yang tidak-tidak kalau Mas sampai gak pulang,” jawab Ardini.
“Tidak usah memikirkan Sirta, dia saja tidak mikirin kamu?” ucap Vi.
Wajar Ardini tanya kapan Vi pulang ke rumah Sirta. Ia sadar diri siapa dirinya, dan memang seharusnya Vi membagi waktu dengan adil, tidak seperti sekarang, dia sudah lima hari berada di rumahnya. Harusnya Vi ke rumah Ardini tidak selama itu, apalagi Ardini istri rahasia Vi.
Sekarang Vi merasakan ada tempat yang nyaman selain di kantornya. Jika dia sedang suntuk di rumah, ia menghabiskan waktunya dengan lembur di kantor, apalagi sang istri tidak memedulikannya. Sibuk dengan urusannya sendiri. Tempat ternyaman Vi sekarang adalah di rumah Ardini, ia menemukan kenyamanan yang tidak pernah ia rasakan, meskipun Vi belum pernah menyentuh Ardini selama di rumahnya. Ia takut terjadi apa-apa dengan kandungan Ardini.
Ardini sosok istri yang pengertian, penyabar, baik, patuh pada suami. Dia tahu tugas istri itu seperti apa. Berbeda dengan Sirta yang hanya mementingkan dirinya sendiri, tanpa tahu apa yang Vi inginkan.
“Sini duduk di sini.”
Vi meminta Ardini duduk di depannya, Ardini dengan ragu mendekati Vi yang sedang duduk bersandar di sandaran tempat tidur. Vi meminta Ardini duduk di depannya. Wajah Ardini langsung memerah. Ardini tahu, Vi pasti akan melanjutkan kegiatannya seperti semalam, yang membuat dirinya dimabuk kepayang, meskipun belum sampai dalam, hanya sebatas ciuman yang berakhir dengan begitu panas. Namun, Vi takut akan melakukannya dengan Ardini, lantaran Ardini masih hamil muda.
“Ayo sini cepat, kok bengong saja?” ucap Vi.
“Mas, tapi ....”
“Kenapa? Sini Adin,” pinta Vi.
Akhirnya Ardini mengikuti perintah Vi. Ardini duduk di antara kaki Vi yang terbuka, duduk di depan Vi dengan posisi tubuh yang membelakangi Vi, sedangkan Vi duduk dengan tubuh bersandar di sandaran tempat tidur. Wajah Ardini sudah berubah sangat merah sekali, karena ia merasakan desah napas Vi yang hangat di tengkuknya.
“Rileks, Adini. Bersandarlah di tubuhku,” ucap Vi.
Kini Ardini sudah bersandar di dada bidang Bi, kakinya di luruskan ke depan sehingga terhimpit kaki Vi di kanan dan kirinya.
“Kandunganmu baik-baik saja? Ada yang kamu rasakan hari ini?” tanya Vi lirih.
“Ehm ... tidak ada masalah, baik-baik saja hari ini, hanya saja Mas yang dari kemarin gak baik-baik saja,” ucap Ardini.
“Maksudmu?”
“Ya mas sama saja menelantarkan istri pertama mas?”
“Sudah aku bilang jangan mikirin Sirta. Kalau dia peduli dengan aku, dia gak begini, Adin? Jadi tolong, jangan bahas dia kalau aku sedang dengan kamu.”
“Aku takut, Mas. Kalau Mbak Sirta tahu bagaimana?”
“Kamu tidak usah takut, aku akan tanggung jawab dengan apa yang sudah aku perbuat. Sirta gak akan pernah tahu, kamu jangan khawatir itu,” jelas Vi.
Jelas Ardini khawatir, apalagi perbuatan Vi yang makin hari makin membuat kacau hati Ardini. Awalnya ia mau dinikahi Vi karena ada anak Vi di dalam kandungannya, namun lama-lama ia takut hatinya akan luluh dengan kebaikan Vi. Yang Ardini tahu, setelah menikah dengan Vi, Vi tidak akan pernah mengunjunginya, bahkan sampai melakukan hal seperti itu, meski sebatas mencium dan menyantuh saja. Ternyata semua diluar dugaan Ardini, Vi malah ingin melakukan kewajibannya sebagai seorang suami padanya. Ardini tidak mungkin menolaknya, apalagi dia nikah secara sah dengan Vi. Biar tidak cinta, tapi tetap saja Ardini harus melaksanakan kewajibannya sebagai istri Vi.
Vi mengendusi leher jenjang Ardini. Vi sangat suka wangi perpaduan antara vanilla dan strawberry di tubuh Ardini. Sedangkan Ardini hanya bisa menahan sambil memejamkan matanya. Ia merasakan gelenyar aneh dengan tindakan yang tengah Vi lalukan padanya, namun kali ini Ardini sangat menikmatinya. Ia mencoba rileks, tidak kaku seperti malam kemarin.
“Adin ....”
“Yah ....”
“Kamu harus jaga kandunganmu, ya?” ucap Vi sambil mengusap-usap perut Ardini yang sudah sedikit timbul.
“Meskipun aku tidak pernah dinikahi mas, aku akan tetap jaga anakku ini, Mas. Dia bukan sebuah kesalahan, dia adalah anugerah yang Tuhan titipkan di dalam rahimku. Meski hadir karena sebuah kesalahan malam itu,” ucap Ardini.
“Aku minta maaf,” ucap Vi.
“Aku sudah memaafkannya, Mas,” ucap Ardini.
“Adin, aku salah tidak kalau aku jatuh hati padamu?” tanya Vi.
“Jatuh cinta itu perkara lumrah, Mas. Tapi, apa mas tega membagi hati? Dengan mas melakukan hal seperti ini saja mas sudah menyakiti Mbak Sirta, kalau Mbak Sirta tahu mas menikahiku,” jawab Ardini.
“Aku tidak tahu kenapa perasaanku selalu nyaman saat dengan kamu, Adin. Padahal kita baru sedekat ini beberapa hari saja, tapi setelah malam itu, aku merasakan hal yang sangat aneh. Melihat kamu dengan mantan tunanganmu dulu saja aku marah, padahal siapa aku? Aku hanya orang yang sudah merusak hidupmu,” ucap Vi.
Ardini hanya diam mendengar penuturan Vi. Tidak pernah terbesit di hati Ardini kalau Vi akan mengungkapkan isi hatinya pada dirinya. Ardini mengira kebaikan Vi hanya karena ada darah dagingnya di rahimnya. Juga karena sebatas suami saja. Wajar suami bertanggung jawab dan baik dengan istrinya meskipun hanya sebatas istri kedua, dan terjalin karena sebuah kesalahan.
“Din, kamu punya perasaan denganku?” tanya Vi.
“Tidak, Mas. Aku belum memiliki rasa apa pun pada mas,” jawab Ardini. Padahal ia berbohong, karena sejak perlakuan Vi begitu baik, Ardini merasakan ada yang bersemi di hatinya, akan tetapi dia menepiskan rasa itu, ia takut kalau dirinya cinta sendiri, dan cintanya itu akan menyakiti perempuan lain.
“Kamu jangan berbohong, Adin?”
“Saya tidak berbohong, Mas.”
“Aku mencintaimu, aku jatuh cinta padamu, Adin. Entah kenapa aku merasakan hal seperti itu. Aku nyaman dengan kamu, aku benar-benar menemukan sosok yang sangat mengerti aku,” ucap Vi.
“Apa Mas sadar dengan yang diucapkan tadi? Mas jangan gegabah menaruh perasaan apalagi dengan aku, Mas.”
Vi tidak peduli dengan apa yang Ardini katakan. Ia berkata jujur pada Ardini, ia juga tidak mau menyembunyikan apa yang ia rasakan saat ini dengan Ardini. Entah kenapa Vi bisa memiliki rasa pada Ardini, padahal ia begitu mencintai Sirta, namun rasa cinta itu kalah dengan ego Sirta yang tidak pernah mau mengerti keinginan Vi.
“Kamu tidak salah dengar, Din. Ini adalah ungkapan dari hatiku, aku tidak bisa membohongi perasaanku ini. Aku tidak mau bingung dengan persaanku sendiri padamu. Aku benar-benar jatuh hati padamu.”
“Jangan mengatakan hal seperti itu lagi, Mas. Yang ada Mas akan menyakiti hati perempuan.” Ucap Ardini, lalu ia langsung menggeser tubuhnya, sedikit menjauh dari Vi. Namun, Vi kembali memeluk Ardini dengan erat.
“Aku sungguh mencintaimu, Adin.”