Di tengah-tengah kemelut perang, seorang gadis muda yang berbakat, Elena, tergabung dalam unit pasukan khusus. Dalam sebuah misi yang kritis, kesalahan bermanuver mengakibatkan kematian tragis.
Namun, alih-alih menemukan ketenangan di alam baka, jiwanya terbangun kembali dalam tubuh gadis polos bernama Lily, seorang siswi SMA yang kerap menjadi sasaran bully dari teman-temannya.
Dengan kecerdasan militer yang dimilikinya, Elena mencoba untuk memahami dan mengendalikan tubuh barunya. Namun, perbedaan antara kehidupan seorang prajurit dan remaja biasa menjadi penghalang yang sulit dia atasi.
Sementara Elena berusaha menyelaraskan identitasnya yang baru dengan lingkungan barunya, dia juga harus menghadapi konsekuensi dari masa lalunya yang kelam. Di sekolah, Lily mulai menunjukkan perubahan yang mengejutkan, dari menjadi korban bully menjadi sosok yang tegas dan berani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arlingga Panega, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemunculan Preman
Alina langsung menghentakkan kaki, dia pergi dari kantin dengan wajah marah dan kebencian yang menggunung di hatinya. Gadis itu segera merogoh saku roknya untuk mengambil ponsel, kemudian menghubungi seseorang.
📱"Ya nona," terdengar suara dari seberang panggilan.
📱"Aku ingin kalian melenyapkan seseorang!" jawab gadis itu sambil mengepalkan tangannya.
📱"Baiklah, kirimkan gambarnya segera." jawab pria itu sambil menutup panggilan teleponnya.
Alina bergegas menuju kantin, dia mengambil photo Lily secara diam-diam, kemudian mengirimkannya pada pria-pria yang menunggu di seberang.
''Selesaikan dia! Aku tidak ingin melihat gadis itu lagi di sekolah besok!" tulis Alina.
Bel berbunyi, semua murid kembali menuju kelasnya masing-masing. Kali ini Alina, Rossa dan Leni tidak sedikitpun mengganggu Lily, hingga gadis itu langsung mengerutkan dahinya.
Ada yang berbeda dari reaksi ketiga orang gadis itu saat melihatnya, mungkinkah mereka benar-benar menyerah atau sebaliknya? Menyusun rencana yang lebih besar lagi, untuk melakukan pembalasan.
Lily mengangkat kedua bahunya, kemudian menghembuskan nafas panjang. Lagi pula apa yang harus dia khawatirkan? Meskipun ayah Alina memiliki kemampuan dan kekayaan yang jauh lebih besar dibandingkan dirinya, namun data pribadi perusahaan mereka telah bocor, tidak lama lagi pria itu akan segera bangkrut.
Teng! Teng! Teng!
Jam pelajaran berakhir, semua murid bergegas keluar menuju kendaraan masing-masing dan berniat untuk pulang. Begitu juga dengan Lily, namun dia yang telah terbiasa dan terlatih dalam kecakapan tempur, merasakan ada beberapa sosok yang saat ini tengah memperhatikannya dari kejauhan.
Sudut bibir Lily berkedut, pantas saja jika ketiga nenek lampir itu tak lagi mengganggunya saat jam pelajaran terakhir, ternyata mereka telah mengirimkan orang-orang tertentu untuk berurusan dengannya.
"Hai Ly, mau pulang bareng?" tawar Hans, dia berdiri di belakang gadis itu.
Lily menoleh, "Tidak!"
Hans mengerutkan dahinya, mungkinkah aura ketampanannya telah berkurang, hingga dia di abaikan oleh gadis itu?
Lily segera mengendarai motor besarnya, dia melaju dengan kecepatan tinggi, sementara Hans dan kedua orang temannya berusaha untuk mengejar ketinggalan dari gadis itu.
Mereka masih sangat penasaran, karena Lily seolah menyimpan sebuah rahasia besar, apalagi saat dia menolak tawaran yang diajukan oleh Hans sebelumnya.
Pada saat melewati tikungan, tiba-tiba saja motor Lily langsung mengerem mendadak. Gadis itu membuka helmnya, kemudian melihat ke sekeliling. "Sampai kapan kalian akan menyembunyikan diri?"
Beberapa orang pria yang saat ini bersembunyi akhirnya menunjukkan diri, mereka tertawa dengan sangat senang.
"Tidak menyangka, bahwa kamu akan mengetahui keberadaan kami!" ucap salah seorang dari mereka, sambil membawa tongkat baseball di tangannya.
Lily menatap sinis, "Penjahat kacangan seperti kalian hanya bisa bersembunyi, kemudian menyerang secara diam-diam. Benar-benar mental lemah!"
Empat orang pria yang sebelumnya merasa sangat percaya diri, akhirnya mengerutkan dahi. "Apa maksudmu? Kau menghina kami?"
Lily hanya terkekeh perlahan, "Aku berbicara tentang para penjahat, jika kalian merasa, itu lebih bagus, karena ternyata sindiranku tepat pada sasaran!"
Wajah ke-4 orang pria itu langsung menghitam, mereka segera bergerak mendekat ke arah Lily sambil menunjukkan wajah garangnya masing-masing. Namun Lily masih tetap bersantai di tempatnya, dia yakin jika kemampuan yang dimiliki oleh keempat orang preman di hadapannya itu, sama sekali tidak berarti apa-apa di hadapan kekuatannya.
"Ciiih! Ternyata gadis cupu sepertimu memiliki lidah yang sangat tajam!" ucap salah seorang pria sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Terima kasih, itu benar-benar pujian yang sangat menyentuh!" jawab Lily sambil tersenyum dengan penuh ketenangan.
Mata ke-4 orang pria itu langsung memerah, "Kau tahu? Awalnya aku hanya berniat untuk menculikmu, tapi setelah mengetahui bahwa mulutmu itu benar-benar kejam, aku berubah pikiran! Akan lebih baik jika gadis kecil sepertimu tidak lagi hidup, sehingga tidak menyulitkan orang lain!"
Lily nampak terkejut, dia segera membalas ucapan pria itu sambil berpura-pura mundur. "Aku benar-benar sangat takut mendengarnya!"
"Tentu saja kau harus takut, kami adalah preman yang paling terkenal di wilayah ini," ucap salah seorang pria dengan sangat bangga, sambil membusungkan dadanya.
Lily tertawa pelan, "Sayangnya kalian tidak mengenalku, namun berani mencari masalah!"
Keempat pria itu saling berpandangan, kemudian menganggukkan kepala. Nampaknya saat ini mereka akan segera menangkap Lily dan menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat, agar segera mendapatkan pelunasan pembayaran dari seseorang.
"Ciiih! Aku ingin lihat, apakah kau masih bisa sesumbar seperti tadi?" ucap salah seorang pria sambil melayangkan tongkat baseball menuju ke arah Lily.
Namun gadis itu segera merunduk, kemudian menggunakan tinjunya menghantam ulu hati pria tersebut, hingga membuatnya terhuyung ke belakang dan mundur beberapa langkah, bahkan seteguk darah mulai keluar dari mulutnya.
"Astaga! Apakah pukulanku terlalu kencang? Ckckck... Kasihan sekali!" ucap Lily sambil memperhatikan tinjunya.
Keempat pria langsung mengepung Lily, mereka meluncurkan serangan bersama-sama, namun Lily adalah seorang sabuk hitam taekwondo, selain itu, dalam kehidupan pertamanya, dia telah terbiasa berhadapan dengan maut. Bahkan dirinya dituntut untuk menjadi sosok yang sempurna, tidak hanya pandai dalam menggunakan senjata tajam, senjata api, merakit bom dan menerbangkan pesawat tempur.
Buk...
Buk...
Buk...
Duagh...
Tongkat-tongkat itu langsung terjatuh, bahkan terbelah setelah berhadapan dengan tinju milik Lily. Membuat wajah keempat orang pria di selimuti keterkejutan.
"Sial! sepertinya gadis ini memiliki kemampuan bela diri yang cukup unik," ucap salah seorang pria sambil kembali bangkit dan berusaha untuk mengambil sesuatu dari balik punggungnya.
Sebuah belati yang terlihat sangat tajam muncul, membawa rasa dingin ke segala arah. Bahkan Hans bersama kedua orang rekannya yang baru saja memarkir motor langsung terdiam, tanpa berani menggerakkan tubuh mereka.
Lily kembali tertawa, "Bukankah kalian ingin Membunuhku? Ayo, ayo, jangan ragu untuk menyerang!"
Keempat pria langsung meraung, mereka mengeluarkan berbagai macam senjata kemudian menyerang ke arah Lily.
Gadis itu masih santai di tempatnya, namun tak lama, dia bergerak cepat, mematahkan satu per satu tangan yang berani teracung padanya.
Kratak...
Kratak...
Krak...
Aaargh...
Terdengar suara jeritan dan raungan dari keempat orang pria tersebut, saat menyadari tangan kanan mereka dalam keadaan patah, bahkan senjata yang sejak tadi menjadi andalan pun telah terjatuh di atas tanah.
"Ugh... Tidak menyangka jika tangan kalian berempat benar-benar selembut kapas! Apakah aku harus mematahkan kaki kalian juga, untuk mengetahui sampai sebesar apa kekuatannya?" tanya Lily.
Keempat orang pria hampir saja menyemburkan darah segar dari mulutnya, ternyata lawan mereka kali ini benar-benar tidak waras, tak hanya mulutnya saja yang tajam, namun pergerakannya juga sangat cepat dan benar-benar berbahaya.
Brak...
Dugh...
Dugh...