NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Padam

Cahaya Yang Padam

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Mengubah Takdir
Popularitas:11.8k
Nilai: 5
Nama Author: NurAzizah504

Cahaya dipaksa menikah dengan pria yang menabrak ayahnya hingga meninggal. Namun, siapa sangka jika pria itu memiliki seorang istri yang amat dicintainya yang saat ini sedang terbaring lemah tak berdaya. Sehari setelah pernikahan paksa itu dilakukan, pertemuan tak sengaja antara Cahaya dan istri pertama suaminya terjadi.

Akankah Cahaya diakui statusnya di hadapan keluarga suaminya? Atau malah Cahaya tetap disembunyikan? Dipaksa padam seolah tak pernah ada dalam kehidupan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurAzizah504, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25. Gudang Tua

Kondisi Cahaya jauh dari kata baik-baik saja. Setelah sekian lama tak sadarkan diri, ia terbangun dengan kepala yang terasa berat dan tubuh yang sulit digerakkan.

Cahaya berusaha memahami apa yang sedang terjadi. Namun, ia dibuat terkejut dengan pintu ruangan yang mendadak terbuka dan seorang wanita bersama tiga pria berjalan ke arahnya.

"Kak Zahra ...." Cahaya melirih. Sadar butuh pertolongan, ia mencoba untuk bangkit. Namun, Cahaya baru sadar bahwa saat ini tubuh kecilnya terikat di sebuah kursi dengan kedua tangan di belakang. Nasib kakinya pun tak jauh beda. Cahaya benar-benar tersiksa.

"Hai, bagaimana perasaanmu saat ini?" tanya Zahra mengambil sebuah kursi yang lain dan diletakkan berhadapan dengan Cahaya. Senyum di bibirnya mengembang. Terlihat mengerikan dan penuh dendam.

"Apa yang Kak Zahra lakukan? Lepas, Kak! Aku mau pulang!"

Zahra mengibaskan tangan di udara. Telinganya cukup terganggu oleh teriakan Cahaya. "Jangan berteriak padaku, Cahaya. Kamu lupa siapa aku? Aku bisa melakukan apa saja. Bahkan menghilangkan nyawamu sekalipun aku bisa."

Cahaya menggeleng pelan. Air mata meleleh di pipinya.

"Kamu pikir, air matamu itu bisa membuatku iba? Bahkan sebaliknya. Aku jadi makin semangat untuk menusuk perutmu sekarang juga."

"Apa yang Kak Zahra inginkan sebenarnya?" Cahaya bertanya, suaranya bergetar karena ketakutan. Rasanya, berteriak meminta tolong pun percuma. Cahaya tak tahu letak gudang kotor ini di mana. Dan, juga, Zahra mempunyai tiga orang preman yang tengah mengawasinya.

Cahaya ingin terus mengulur waktu. Berharap akan ada seseorang yang datang menolongnya.

"Nyawamu. Apa belum jelas?"

"Tapi, kenapa, Kak? Apa salahku? Aku gak bersinggungan lagi dengan kehidupan Kak Zahra. Apa yang membuat Kak Zahra tega menculikku dan bahkan ingin membunuhku?"

"Karena kamu adalah ancaman dalam rumah tanggaku."

Cahaya mengernyit bingung. Ancaman apa? Bukankah Arif membencinya? Lalu mengapa Zahra merasa terancam?

"Aku tau kamu dan Bang Arif akan rujuk setelah ini. Dan, mungkin, Bang Arif akan menceraikanku juga. Apa kamu pikir aku akan ikhlas begitu saja? Tidak, Cahaya, tidak. Bahkan kalau aku beneran bercerai, aku pastikan kamu dan Bang Arif gak akan bersama lagi."

"Maksud Kak Zahra apa, sih? Aku gak ngerti!"

"Jangan bersandiwara, Cahaya. Bang Fahri udah cerita semuanya, 'kan?"

"Cerita? Cerita apa, Kak?"

Zahra pun terdiam. Mungkinkah Fahri memang belum membuka suara?

Namun, bisa saja itu adalah akal-akalan Cahaya. Tak ingin terbujuk begitu saja, Zahra memutuskan untuk melanjutkan rencananya.

Ia mengulurkan tangan dan salah satu preman menyerahkan sebuah benda kecil yang isinya entah apa.

"Kamu tau ini apa?" Cahaya menggeleng dan Zahra tersenyum miring. "Ini adalah racun. Racun yang jika diminum akan membuat kamu kehilangan janin di perutmu itu."

Bertambah takut saja Cahaya. Air matanya kini bercampur satu bersama keringat dingin di wajahnya.

"Sepertinya ini cukup membayar apa saja yang telah kamu rebut dariku," lanjut Zahra yang kemudian beranjak untuk memaksa Cahaya meminum racun yang diberikan olehnya.

Cahaya menangis, menutup mulutnya rapat-rapat sambil menggelengkan kepala berulang kali.

Zahra yang murka, memerintah salah satu preman di sana untuk memegangi wajah Cahaya.

Setelah berusaha beberapa saat, mau tak mau minuman itu pun tertelan juga olehnya.

Cahaya menjerit, berusaha memuntahkan racun yang terasa pahit dan seolah membakar isi perutnya. Sementara itu, Zahra tertawa puas melihat rencananya berjalan mulus tanpa kendala.

"Bagaimana rasanya? Sakit? Itulah yang kurasakan saat kamu merampas Bang Arif dariku. Itulah yang kurasakan, Cahaya!" teriak Zahra penuh amarah.

Cahaya merasakan sesuatu terasa mengalir di antara kedua pahanya. Saat menurunkan pandangan, air matanya tambah keluar karena banyaknya darah di sana.

Berselang waktu, Cahaya merasa bukan hanya air mata dan darahnya saja yang mau habis, melainkan tenaganya juga. Kedua matanya nyaris menutup sebelum Zahra menepuk-nepuk pipinya dengan kasar.

"Jangan pingsan dulu. Kamu harus tetap sadar untuk melihat bagaimana caraku menusuk-nusuk perutmu itu. Kamu harus merasakan kesakitan lebih parah dari yang aku rasakan. Kamu akan terus menangis hingga nyawamu habis."

Cahaya pasrah. Sudut matanya hanya bisa memandangi Zahra yang mengambil pisau dan mengarahkan ke perutnya.

...****************...

Fahri pulang lebih awal hari ini. Jika biasanya ia pulang malam, kali ini sore hari sudah sampai rumah. Soalnya Fahri ingin mengajak Cahaya untuk makan malam di luar. Sejak menikah, rasanya belum pernah ia membawa Cahaya jalan-jalan.

Namun, sesuatu yang aneh membuatnya menatap penuh tanda tanya. Bagaimana tidak? Di teras rumah, berkumpul Bi Ismi, Mbok Tun, dan juga Mang Abdul. Anehnya lagi, Mang Abdul tampak kesakitan sambil terus-terusan memegangi bagian belakang kepalanya.

"Kok, pada kumpul di sini? Ada apa?" tanya Fahri menatap tiga orang dewasa tersebut bergantian.

"Em, anu, Pak," Mbok Ismi angkat bicara setelah mendapat kode dari Mang Abdul dan juga Mbok Tun, "Ibu Cahaya ... Ibu Cahaya ...."

"Cahaya kenapa? Bicara yang jelas, Bi," tegas Fahri sebab perasaannya mulai tak enak.

"Maaf, Pak. Ibu Cahaya diculik."

"Apa?" Pandangan Fahri jatuh ke arah Mang Abdul yang barusan berkata. "Kenapa bisa Cahaya diculik? Mang Abdul di mana pas kejadian?"

Mang Abdul ketakutan, tak berani menatap Fahri barang sekejap. Dengan suara bergetar, ia menjelaskan kronologi kejadian.

Emosi Fahri memuncak. Mau menyalahkan Mang Abdul, tetapi sadar kalau pria ini juga korban. Bahkan Mang Abdul juga baru sampai rumah setelah ditolong oleh warga sekitar.

"Kalung itu! Ya, aku sudah memasang gps di kalung itu. Semoga Cahaya gak melepasnya."

Lantas Fahri langsung mengambil ponsel dan mengutak-atiknya sebentar. Setelah menemukan di mana letak posisi Cahaya, ia bergegas untuk menghampirinya.

"Saya akan menjemput Cahaya. Dan, Mang Abdul, bisa segera ke rumah sakit. Periksa apakah ada beku darah di kepala Mang Abdul atau tidak. Bi Ismi, lanjut kerja seperti biasa. Mbok Tun, tetaplah bersama Zaif."

"Biar saya ikut, Pak. Saya takut Ibu Cahaya kenapa-kenapa," ujar Mang Abdul menawarkan diri.

"Lakukan apa yang saya perintahkan," ucap Fahri tak terbantahkan.

Bergegas pula Fahri ke garasi, mengeluarkan sepeda motor agar lebih cepat sampai di tempat tujuan yang terbilang cukup jauh dari ibu kota.

Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya ia berdoa. Bahkan tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja.

Terlalu memikirkan Cahaya, Fahri tak fokus sampai membuatnya tak sengaja menyerepet mobil yang tengah melaju. Alhasil, Fahri terjatuh, tetapi tak sampai membuatnya terluka parah.

"Fahri, kamu apa-apaan, sih, kebut-kebutan kayak orang gila?"

Fahri menoleh. Pemilik mobil tersebut adalah Arif.

"Sorry, Rif. Aku buru-buru," jawab Fahri bersiap-siap menaiki motornya kembali.

"Buru-buru ke mana kalau boleh tau?" tanya Arif penasaran. Matanya memastikan bahwa Fahri tak terluka parah. Mungkin hanya lecet di siku dan lututnya saja. Karena saat terhempas tadi, Fahri terjatuh ke atas tanah berumput di pinggir jalan.

"Jemput Cahaya. Dia diculik, Rif."

"Cahaya diculik? Kenapa bisa?!"

"Ceritanya panjang. Aku berangkat dulu, ya. Takut Cahaya kenapa-kenapa kalau kelamaan."

"Aku ikut."

Tak ingin dibantah, Arif langsung menaiki mobil dan mengikuti motor Fahri yang melaju tepat di depannya.

Dia pun sama cemasnya seperti Fahri. Bahkan lebih banyak menyimpan pertanyaan tentang mengapa Cahaya bisa mengalami hal seperti itu.

Setelah berkendara lama, dua pria sebaya itu akhirnya tiba di tempat tujuan.

Sebuah gudang yang tak terlalu besar terpampang jelas di depan mata. Banyak rerumputan liar yang menjalar, menutupi separuh bangunan. Tumbuhan-tumbuhan lain pun ikut memenuhi halaman dan sekitaran tempat tersebut.

"Kamu yakin tempatnya ini?" tanya Arif berdiri di sebelah Fahri.

"Iya, aku yakin," jawab Fahri setelah memastikan melalui ponselnya, "Ayo, kita masuk!"

Arif mengangguk lalu berjalan mengendap-endap dan masuk ke tempat tersebut.

Keadaan di dalam tak jauh berbeda dengan di luar. Bedanya, tepat di sudut ruangan, terlihat tiga orang pria dan dua orang wanita berbeda keadaan menduduki kursi tua.

Salah satu darinya tampak mengacungkan sebuah pisau ke arah perut satunya lagi.

"Cahaya!"

"Zahra!"

Zahra menoleh cepat. Bola matanya seakan hendak loncat saat menemukan Arif beserta Fahri.

"Kalian, urus mereka. Cepat!" perintahnya kepada ketiga preman tersebut.

Dan, langsung saja, ketiganya langsung melesat.

Jual beli pukulan dalam jarak dekat pun terjadi. Berkelit, menghindar, saling lawan. Fahri berhasil melumpuhkan satu dari mereka. Kini, jumlah lawan untuknya dan Arif sama.

Saat masih saling memukul, Arif tak sengaja melirik ke arah Zahra yang bersiap-siap menusuk Cahaya.

Arif yang tak membiarkan hal itu terjadi, melesat cepat dan menggunakan lengannya untuk menghalangi perbuatan Zahra.

Sontak lengan Arif tergores panjang. Tak terlalu dalam memang, tetapi tetap saja darah segar mengalir dari sana.

Arif berdesis, menatap Zahra dengan tajam. "Gila kamu!" bentak Arif bersamaan dengan Fahri yang berhasil memenangkan pertarungan.

Makin takut saja Zahra sewaktu menyadari dirinya sendirian saat ini. Ia ingin berlari, tetapi terhalang oleh Fahri yang berdiri tepat di hadapannya.

"Mau ke mana kamu, hah? Kabur?" sentak Fahri memegangi kedua lengan Zahra kuat-kuat. Membuat pisau dalam genggaman Zahra terlepas, menimbulkan dentingan yang cukup keras.

Wanita ini meringis kesakitan, meminta Fahri untuk melepaskannya.

"Abang pikir kamu udah cukup menyesal, Zahra. Tapi, nyatanya tidak," Fahri melanjutkan, "Sampai kapan kamu akan terus begini? Kemarin kamu sudah menjebak Abang dan Cahaya hingga berakhir tidur di kamar yang sama. Sekarang, kamu berniat membunuhnya? Belum puas kamu membuat Cahaya sengsara? BELUM PUAS?!"

"Apa? Zahra yang menjebak kalian?"

"Bang, aku bisa jelasin, Bang ...." lirih Zahra dengan mata berkaca-kaca. Berkedip sekali saja, akan dipastikan air itu langsung mengalir di pipinya.

"Gak percaya aku, kamu setega itu, Ra. Kamu tega memfitnah Cahaya dan Abangmu sendiri? Demi apa, hah?"

"Demi bisa membuatmu kembali ke pelukanku, Bang. Aku capek. Aku sakit hati. Aku gak terima. Aku gak mau berbagi Abang sama siapapun."

Arif mengusap wajah. Kepalanya terasa pusing hanya karena memikirkan jalan pikiran Zahra yang sulit dipahami.

"Dan, kamu sudah tau kenapa diam saja? Mau ikutan bohongin kita juga?" tuduh Arif kepada Fahri.

"Aku baru tau kemarin, Ri," sahut Fahri untuk pertanyaan pertama. Sementara untuk pertanyaan kedua, Fahri memutuskan diam saja. Karena memang, sejak awal dia tidak berniat membeberkan kebenaran ini kepada mereka.

"Sialan!" teriak Arif frustrasi. Banyak hal memenuhi isi pikirannya sekarang. Tentang fitnah Zahra, penceraiannya, serta hubungan wanita itu dengan sahabatnya. Ingin rasanya Arif memaki. Namun, untuk apa? Nasi sudah menjadi bubur. Dirinya telanjur menceraikan Cahaya.

"Ri, Ri." Arif tiba-tiba memanggil. Matanya yang mencuri pandang ke arah Cahaya tak sengaja menemukan aliran darah pada kedua kakinya. "Cahaya berdarah, Ri. Cahaya berdarah."

Langsung Fahri mengalihkan perhatian. Sibuk menghakimi Zahra membuatnya lupa akan Cahaya.

"Kamu urus Cahaya, bawa dia ke rumah sakit pakai mobil aku. Sementara itu, aku akan membawa wanita ini ke kantor polisi."

Zahra tersentak. Dia tak ingin dipenjara!

1
Muliana
Semoga Zahra bisa berbaik hati, tidak mencelakakan Zaif
Tini Timmy
semangat nulisnya kakak/Smile/
Tini Timmy
udah lah kamu juga jahat arif kamu gk layak jadi ayah zaif
Muliana
10 iklan, mngat troe
NurAzizah504: Makash behhh /Joyful/
total 1 replies
Syaiful Amri
thor, panggilan dari fahri utk cahaya pakai sayang aj dong thor, klwpakai ya ya gitu, gi mana ghitu perasaan aku thor, maaf ngelunjak thor🤭🤭
Syaiful Amri: knp blm up thor??
NurAzizah504: Hm, boleh, deh. Bab selanjutnya kita ubah aja, ya /Facepalm//Joyful/
total 2 replies
Teteh Lia
2 iklan dan 🌹 meluncur.
semangat up nya Kaka 💪
NurAzizah504: Terima kasih, Kakak /Sob/
total 1 replies
Teteh Lia
Bertingkah lagi, Pak Arif 😤
NurAzizah504: Umur segitu emg lgi aktfi2nya /Joyful/
total 1 replies
Shadiqa Azkia
Ya ampun /Panic/
NurAzizah504: /Sob//Sob/
total 1 replies
Tini Timmy
arif awas kamu/Sob/
NurAzizah504: /Sob//Sob/
total 1 replies
Tini Timmy
jahat bener/Sob/
NurAzizah504: Setujuu /Sob/
total 1 replies
🎀
zahra 🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️ nambah masalah ae
NurAzizah504: Udh hobinya, Kak /Sob/
total 1 replies
Xiao Lianhua
baru 10 bulan udah kumat lagi:/
NurAzizah504: Perlu dikasih obat dianya /Facepalm/
total 1 replies
🎀
thor jgn bikin zahra jadi kejam banget dongss 😭
NurAzizah504: Aduh, harus kerja sama sama Zahra dulu, nih /Facepalm/
total 1 replies
🎀
ih dudul, kalo kamu sejahat itu yg ada arif sama kakakmu makin benci, greget jga sama Zahra nih, ga bisa kah mikir cara yg lebih elegan
NurAzizah504: Kebiasaan bar2. Makanya ga bisa elegan, Kak /Sob/
total 1 replies
🎀
Tuh kan Fahri, kamu paling nggak bisa ngerti kenapa Zahra sampai tega melakukan kejahatan demi mempertahankan rumah tangganya
NurAzizah504: /Sob//Sob/
total 1 replies
Shadiqa Azkia
10 iklan keu cek dah
NurAzizah504: Maksh banyak, hehee /Joyful/
total 1 replies
Taufiqillah Alhaq
vote untukmu
NurAzizah504: Makasih /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
🌹🌹 buat bang Fahri.
NurAzizah504: Wahh, terima kasih banyak, Kak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
syukurlah,,,
tapi masih harus waspada, pak Arif masih kelayaban susun rencana licik
NurAzizah504: Jgn sampai lengah pokoknya /Good/
total 1 replies
Teteh Lia
blokir aja nomornya. ish...bener2 si amel 😤
NurAzizah504: Minta dikata2in emg /Sob/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!