Hampir empat tahun menjalani rumah tangga bahagia bersama Rasya Antonio, membuat Akina merasa dunianya sempurna. Ditambah lagi, pernikahan mereka langsung dianugerahi putri kembar yang sangat cantik sekaligus menggemaskan.
Namun, fakta bahwa dirinya justru merupakan istri kedua dari Rasya, menjadi awal mula kewarasan Akina mengalami guncangan. Ternyata Akina sengaja dijadikan istri pancingan, agar Irene—istri pertama Rasya dan selama ini Akina ketahui sebagai kakak kesayangan Rasya, hamil.
Sempat berpikir itu menjadi luka terdalamnya, nyatanya kehamilan Irene membuat Rasya berubah total kepada Akina dan putri kembar mereka. Rasya bahkan tetap menceraikan Akina, meski Akina tengah berbadan dua. Hal tersebut Rasya lakukan karena Irene selalu sedih di setiap Irene ingat ada Akina dan anak-anaknya, dalam rumah tangga mereka.
Seolah Tuhan mengutuk perbuatan Rasya dan Irene, keduanya mengalami kecelakaan lalu lintas ketika Irene hamil besar. Anak yang Irene lahirkan cacat, sementara rahim Irene juga harus diangkat. Di saat itu juga akhirnya Rasya merasakan apa itu penyesalan. Rasya kembali menginginkan istri dan anak-anak yang telah ia buang.
Masalahnya, benarkah semudah itu membuat mereka mau menerima Rasya? Karena Rasya bahkan memilih menutup mata, ketika si kembar nyaris meregang nyawa, dan sangat membutuhkan darah Rasya. Bagaimana jika Akina dan anak-anaknya justru sudah menemukan pengganti Rasya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Terlempar Dan ....
...*Bacanya pelan-pelan ya, biar kalian bisa masuk ke ceritanya. Enggak kayak kemarin, sudah dikasih (•••) buat pemisah adegan, sudah dikasih keterangan sekali kalau Akina sama Zeedev teleponan, masih ada yang salah sangka katanya ceritaku mbuled enggak jelas. Masa katanya Zeedev di kantor, kok bisa mendadak sama Akina—kembar? Padahal, Zeedev saja sudah aku sebutin lagi di perjalanan pulang, nyetir sendiri 💗. Oke, bissmilah. Aku sengaja nulis lebih ringkes karena biar enggak dikuliti editor. 🙏...
🌼🌼🌼🌼🌼
Kembar masih saja heboh. Papa balu, mendadak jadi bagian pargoy kedua bocah itu. Selain sangat aktif sekaligus mengikuti perkembangan zaman, keduanya juga tipikal yang cepat tanggap sekaligus serba bisa. Hingga sekali diajak live main aplikasi toktok oleh sang opa, keduanya mendadak jadi artis baru yang tengah hits. Sampai-sampai, ada komentar keluarga yang amat sangat menyayat hati seorang Akina.
“Anak semasya Allah ini. Cantik, pinter, gemesin banget, memangnya papanya beneran enggak kangen?” Komentar-komentar semacam itu sungguh selalu bisa memporak-porandakan mental Akina. Meski pada kenyataannya, hal yang sama juga selalu Akina pertanyakan di setiap helaan napasnya. Benarkah, ... benarkah tingkah si kembar tetap tidak mampu menyentuh hati seorang Rasya? Padahal selama bersama, Rasya tipikal papa yang baik dan amat sangat memanjakan si kembar? Karena jika tidak begitu, si kembar juga tidak akan sangat ketergantungan kepada Rasya.
Perubahan Rasya kepada si kembar apalagi ke Akina, memang sangat drastis. Dan tampaknya, kehamilan Irene murni menjadi penyebab utamanya.
Akina masih bisa terima andai dirinya saja yang dibuang dengan dalih, Rasya tidak pernah mencintainya. Rasya hanya mencintai Irene—meski alasan yang satu ini juga dirasa Akina kurang masuk akal. Sebab, orang gila mana? Sebucin apa Rasya kepada Irene, sementara selama hampir lima tahun termasuk ketika masa-masa PDKT sebelum menikah, sikap Rasya sangat manis kepada Akina. Zeedev saja merupakan orang yang selalu membuat Rasya cemburu lantaran Rasya tahu, sempat ada perjodohan di antara Akina dan Zeedev, tapi Akina tetap memilih Rasya.
“Sayang, duduk pakai sabuk pengaman. Kalau Qilla sama Chilla enggak duduk, enggak pakai sabuk pengaman seperti yang tadi Mama pasang, ... sekarang juga Mama telepon oum Dep. Mama mau bilang kalau kita enggak jadi ketemuan sama oum Dep!” ucap Akina terus berkosentrasi di tengah jalanan yang terbilang agak lancar.
Hujan mulai turun dan si kembar juga makin heboh. Keduanya memang menyukai semua hal yang berkaitan dengan keindahan alam. Termasuk juga dengan petrichor atau itu bau tanah saat pertama kali hujan. Aqilla dan Asyilla sangat menyukainya, padahal keduanya masih balita. Mungkin karena selain Akina juga sangat menyukainya, Akina juga sering mengajak keduanya untuk turut menikmati semua itu.
Tanpa Akina sadari karena memang di jalan raya begitu banyak kendaraan tapi tetap lancar. Dua buah truk dari arah berbeda dan memang sudah mempelajari rute yang biasa Akina ambil, tengah mengincar. Keduanya berkomunikasi melalui sambungan telepon di ponsel. Pelakunya merupakan pria dan tampangnya misterius sekaligus sama-sama bengis. Truk satu berada di depan mobil sedan Akina, sedangkan satunya ada di jalan belokan sebelah. Dalam sekejap, keduanya memepet mobil Akina yang baru akan memasuki jalan layang.
Semuanya terjadi sangat cepat layaknya kecelakaan pada kebanyakan. Namun kebanyakan dari mereka sudah langsung menjadikan terjunnya mobil Akina sebagai fokus perhatian. Sedangkan kedua truk yang memepet sedan Akina juga sengaja dibuat saling tabrak.
Kepanikan benar-benar terjadi. Akina apalagi si kembar, histeris luar biasa.
“Mama takuuutttt!”
“Mama oloooonggggg!”
Fatalnya, si kembar yang tak memasang sabuk pengamannya dengan benar, berakhir terlempar dari dalam mobil.
“Allah aku marah ya Allah! Aku enggak terima! Aku marah!!!!!” Hati Akina memang meraung-raung menyaksikan satu persati dari kedua putrinya terlempar keluar mobil. Namun, meski mulutnya sudah berteriak, tak ada satu pun suara yang terucap.
Keceriaan yang sempat mewarnai kebersamaan ketiganya, mendadak digantikan oleh tragedi berdarah. Naluri seorang ibu membuat Akina yang sudah berdarah-darah, tetap mengerahkan seluruh tenaganya untuk melakukan penyelamatan kepada kedua putrinya.
“Ini enggak adil!” jerit Akina dalam hatinya. Tubuhnya gemetaran hebat dan napasnya nyaris tak tersisa.
Si kembar terlempar cukup jauh di kanan kiri mobil. Keduanya yang berlumur darah lebih parah dari Akina, sudah tak lagi bersuara. Kedua mata si kembar juga sudah menutup damai. Namun bisa Akina pastikan, kedua putrinya masih bernapas.
Beberapa pengendara mobil di jalan bawah, serta beberapa pejalan kaki sudah langsung menghampiri. Semuanya kompak memberikan pertolongan. Mereka bahkan tidak menunggu ambulan datang. Sepasang paruh baya memberi ketiganya tumpangan didampingi seorang pejalan kaki yang rela menjadi relawan dadakan.
Akina dengan hatinya yang benar-benar hancur, meninggalkan mobilnya begitu saja. Ia langsung menghubungi Alina, hingga kabar yang ia berikan langsung menggemparkan keluarga besar.
••••
“Akina dan si kembar kecelakaan? Hah ...? Mobil mereka terlempar dari jalan layang, dan ... tubuh si kembar ... terlempar dari dalam mobil?” mommy Rere yang menerima kabar tersebut melalui sambungan telepon di ponsel, langsung dari Alina, langsung sempoyongan syok.
Zeedev yang memang baru datang dan awalnya tengah tersenyum kepada Jian—putra mommy Rere, refleks menjatuhkan dua karton besar bawaannya dan semuanya, berwarna pink.
Langit dunia setiap orang yang dekat apalagi anggota keluarga yang mendengar kabar kecelakaan Akina dan si kembar, langsung runtuh. Tidak ada yang tidak terpukul apalagi sedih. Semuanya sungguh bersedih.
Waktu mendadak seolah berputar sangat cepat. Semua perubahan Akina pastikan tetap tidak mampu membuat kedua putrinya kembali ceria. Jangankan kembali ceria, bersuara atau setidaknya membuka kedua mata saja, tak lagi kedua putrinya lakukan.
Wajah si kembar yang kini menempati ranjang rawat bersebelahan, mulai dibersihkan darahnya. Wajah cantik itu benar-benar langsung pucat.
“Jangan pedulikan saya, biarkan saya menjaga anak saya. Pengobatan saya nanti saja, yang penting putri-putri saya—” Sangat emosional, Akina menolak menjalani pengobatan untuk dirinya sendiri.
Akina tetap bersikukuh menemani kedua putrinya pengobatan.
“Stok darah sedang kosong. Tapi bentar, golongan darahnya adek kembar ini, apa? Ma, golongan darah mera? Tolong hubungi keluarga terdekat soalnya persediaan—” Ucapan seorang perawat yang Akina yakini belum selesai, mendorong Akina untuk lari keluar dari sana.
“Mas Rasya ... Mas Rasya, ... darah anak-anak ikut papanya semua.” Akina layaknya kehilangan Akal dan langsung berusaha menghubungi Rasya, tapi telepon suara yang ia lakukan kepada Rasya membuatnya sadar, bahwa dirinya sudah hampir empat bulan terakhir diblokir oleh Rasya.
Kebas, Akina mendadak sempoyongan di tengah tatapannya yang mulai kabur. Ia sapu wajah khusus ya sekitar matanya yang basah oleh darah. Beberapa orang yang lewat dan melihatnya sampai ketakutan karena keadaannya yang berdarah-darah. Namun, dari sekian lalu lalang di hadapan Akina, sekitar lima meter dari Akina dan telah meninggalkan lorong Akina berada. Rasya yang Akina cari ada di sana. Rasya tengah melangkah santai sambil merangkul mesra pinggang Irene. Kedua sejoli itu sibuk bertukar senyum penuh kemanjaan, padahal di dalam IGD sana, Aqilla dan Asyilla tengah sekarat!
Akina benar-benar marah. Menggunakan tenaga yang tersisa dan tentu saja tak seberapa, Akina langsung lari menyusul Rasya yang dikawal seorang pengawal. Beberapa dari mereka buru-buru mundur dan sengaja menghindari Akina yang menang semengerikan itu. Bahkan saking ngerinya keadaan Akina, Irene yang pada akhirnya harus berhadapan dengan Irene, langsung gemetaran ketakutan.
Di tengah suasana malam yang tetap terang karena lampu-lampu yang menyinari depan lobi, akhirnya Irene melihat dengan kepala dan matanya sendiri. Bahwa sosok yang ia habisi melalui pembunuh bayaran, masih hidup dan hanya berdarah-darah. Irene bahkan Rasya sempat tidak mengenali Akina, andai Akina tidak bersuara.
“Kenapa dia masih hidup? Mereka bilang, mobilnya sudah terjun dari jalan layang dan si kembar juga sampai ... terlempar dari dalam mobil?” pikir Irene langsung pura-pura sakit di bagian perutnya. Sebab Akina yang mengabarkan keadaan si kembar, memaksa Rasya untuk segera menyumbangkan darahnya.