"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Kecurigaan Indira
****
Sheila kesal setelah menerima laporan dari Tiara, sekretaris Juno yang dia bayar setiap bulannya untuk mengawasi Juno dari dekat. Tiara mengatakan bahwa Juno bertemu dengan istri pertama dan anak laki-lakinya. Jelas saja Sheila terkejut, karena dia tahu Indira sudah meninggal 6 tahun yang lalu dan dia sendiri yang sudah meminta Digo untuk menghabisinya.
"Honey, kamu kenapa? Kok kelihatan marah gitu? What's wrong with you?" tanya Digo seraya memeluk kekasihnya dari belakang, pria bertato naga itu terheran-heran karena Sheila yang marah sampai melempar ponselnya.
"Sayang, apa benar wanita itu sudah mati 6 tahun yang lalu?" tanya Sheila seraya melepaskan pelukan Digo. Dia menatap tajam pada kekasih gelapnya itu.
"Iya, bukannya kamu juga sudah berbicara dengan anak buahku. Mereka sendiri yang sudah membunuh wanita itu. Tapi kenapa kamu tiba-tiba membahasnya?" tanya Digo dengan kening berkerut.
"Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Sheila dengan wajah khawatir yang tidak bisa disembunyikannya.
"Ya honey. Dia udah mati."
"Tapi Tiara barusan bilang kalau Juno ketemu sama istri pertama dan anak laki-lakinya di Singapura. Bahkan dia menunda kepulangannya ke Jakarta!" ucap Sheila panik.
Digo tercengang mendengar perkataan Sheila. Rasanya mustahil kalau Indira masih hidup, karena orang-orang kepercayaannya sudah membunuh Indira yang saat itu sedang hamil. Bahkan ada buktinya mayat yang terbakar itu.
"Itu mustahil Honey. Orang-orangku nggak mungkin berbohong!" sanggah Digo dengan wajah yang bingung.
"Bohong atau enggak. Aku harus pastiin semuanya. Aku akan ke Singapura sekarang juga! Aku harus lihat sendiri, wanita kampung itu dan anaknya masih hidup atau tidak. Aku nggak mau Juno sampai ninggalin aku. Sumber uangku, kehidupan enak dan masa depan Viola akan terancam," tutur Sheila panik. Wanita itu langsung mengambil pakaiannya dari dalam lemari dan mengemasnya ke dalam koper.
"Iya Honey. Aku pesankan tiket dulu buat kamu ya. Oh ya, uang di ATM ku dikit lagi. Kamu bisa tf aku nggak?"
"Berapa?"
"200 juta cukuplah buat sebulan," jawab Digo dengan entengnya.
"Apa? Digo, kamu baru minta 50 juta minggu kemarin dari aku! Kenapa kamu udah minta lagi?" Sheila kaget, sebab permintaan Digo yang tidak tanggung-tanggung dalam meminta uang.
"Uangnya aku tabung buat masa depan kamu dan anak kita juga sayang."
Sheila berdecak,lalu dia berkata. "Aku tf 100 aja. Nanti Juno bisa curiga kalau aku ambil uang banyak banyak."
Digo pun tersenyum manis, lalu mengecup sudut bibir Sheila dengan lembut. "Thanks honey."
****
Keesokan harinya di Singapore.
Pagi-pagi sekali Dikta sudah datang ke rumah Indira, karena dia berjanji pada Devan untuk mengajaknya jalan-jalan bersama di hari libur. Tak lupa Dikta selalu membawa sesuatu setiap kali dia datang ke rumah Indira. Tak pernah ia datang dengan tangan kosong.
"Devan udah siap?" tanya Dikta pada Devan yang sudah memakai pakaian rapi setelan main. Celana panjang dan kemeja lengan pendek, Devan terlihat tampan dan menggemaskan.
"Sudah ciap Om doktel!" seru Devan sambil meraih tangan Dikta dan menggenggamnya.
"Mama juga udah ciap!" ujar Devan seraya menunjuk ke arah Indira yang sudah memakai setelan blouse putih dan celana kulot dengan hijab yang menutupi dada dan selalu sopan.
Dikta terkesiap, matanya tak berkedip saat dia melihat Indira. Penampilan wanita ini begitu sederhana, meneduhkan mata dan cantik. Selain itu, Dikta juga mengagumi Indira yang taat dalam beribadah, memiliki kesabaran yang luas, walaupun ia dan Indira berbeda keyakinan.
'Oh God, she's beautiful' kata Dikta dalam hatinya.
"Aku tahu mamaku tantik. Tapi om sampe nggak kedip lihat Mama, hehe." Celetukan Devan sontak saja membuat Dikta berkedip dan akhirnya dia menundukkan kepalanya dengan malu-malu.
Pria yang memakai kalung salib itu, pipinya merona. Begitu pula dengan Indira, wanita itu juga seperti ABG.
"Devan, nggak boleh gitu ah!" tegur Indira seraya menepuk pelan bahu putranya.
"Hehe." Devan malah terkekeh melihat Dikta dan Indira tersipu malu dengan wajah memerah yang tampak jelas. "Mama sama Om doktel malu-malu!"
"U-udah ah, ayo berangkat!" seru Indira pada Devan dan Dikta. Mereka bertiga pun masuk ke dalam mobil Dikta, dan tampak terlihat seperti keluarga yang bahagia.
Tak lama setelah mereka bertiga pergi, Juno, Tiara dan Wildan datang ke rumah Indira untuk menemui Indira dan Devan, sekalian Juno akan meminta istri dan anaknya untuk bersiap pergi ke Jakarta bersamanya.
"Apa tuan mencari Miss Indira dan Devan?" tanya seorang wanita bule seraya menghampiri Juno yang berdiri didepan pintu gerbang yang tertutup itu.
"Iya, saya sedang mencari mereka."
"Mereka baru saja pergi bersama dengan dokter Dikta," jawab wanita bule yang merupakan tetangga Indira itu.
Juno terdiam mendengar jawaban si wanita bule itu. "Jadi nama pria itu adalah Dikta?" gumamnya pelan.
"Apa nyonya tau kemana mereka pergi?"
"Em... dari yang saya tau, kalau pada hari libur seperti ini. Miss Indira dan dokter Dikta selalu membawa Devan ke taman hiburan untuk jalan-jalan. Mungkin mereka ke sana," tutur si wanita bule itu pada Juno.
"Terimakasih, nyonya." Pria berkulit putih dan mirip dengan Juno itu tersenyum.
"Tuan maaf, tapi... kalau saya perhatikan wajah anda mirip dengan Devan. Anda kerabatnya atau-" Diam-diam wanita bule itu rupanya memperhatikan wajah Devan yang mirip dengan Juno.
"Saya papanya Devan, saya juga suami Indira."
Wanita bule itu terlihat terkejut dengan jawaban Juno, tapi dia tidak berkomentar lagi. Dia memilih untuk pergi dari sana dan masuk ke dalam rumahnya sendiri.
"Brengsek! Beraninya pria itu mendekati anak dan istriku!" desis Juno marah, mengetahui Indira dan Devan pergi bersama dengan Dikta. Padahal Juno sudah berencana untuk mengajak Indira dan Devan jalan-jalan.
****
Didalam taman hiburan, Devan tengah menikmati waktunya bersama dengan Indira dan Dikta. Anak laki-laki itu terlihat bersenang-senang bersama dengan mama dan pria dewasa yang dekat dengannya itu.
"Mama, Om, ayo naik sini!" ujar Devan seraya menunjuk ke arah komedi putar ditaman hiburan itu.
"Kamu aja sayang, mama disini aja." Indira menolak ajakan putranya untuk naik komedi putar.
"Ayolah Ma, Devan mau naik bareng-bareng."
"Indira, come on. Jangan buat anak kamu sedih," ucap Dikta sambil tersenyum, dia mengajak Indira untuk naik komedi putar juga.
"Oke."
Mereka bertiga pun naik komedi putar bersama, setelah itu mereka beristirahat sejenak.
"Kalian haus ya? Om akan cari minuman dulu,buat Devan dan mama Devan. Kalian tunggu disini!" kata Dikta dengan perhatian, bahkan tanpa menunggu jawaban dari Indira. Dikta sudah pergi meninggalkan ibu dan anak itu untuk segera mencari minuman.
"Om doktel baik ya Ma. Kenapa Om doktel nggak jadi papa Devan aja ya?" gumam Devan.
"Devan, nggak boleh bicara seperti itu." Indira menegur putranya untuk tidak berbicara seperti itu, terlebih lagi di depan Dikta. Lagipula Indira cukup sadar diri, dengan perbedaan membentang di antara mereka. Pertama, mereka berbeda keyakinan dan kedua, Dikta adalah seorang perjaka, pria sukses mapan yang tidak pantas untuk berpasangan dengan janda seperti dirinya. Bahkan Indira tidak berani untuk memimpikan seperti itu.
"Kenapa sih? Kan Devan cuma nanya aja!" kata Devan dengan santainya.
Tiba-tiba saja seorang wanita yang memakai dress diatas lutut dengan tubuh semampai, berdiri didepan Indira dan Devan. Sontak saja ibu dan anak itu menoleh ke arahnya dan melihat wajahnya.
"Kamu... bagaimana bisa kamu masih hidup? Dan anak ini..."
Indira terkejut melihat kedatangannya, namun dibandingkan terkejut, dia malah mencurigai raut wajah wanita cantik yang ada di hadapannya ini saat melihat dirinya.
****
penyesalan mu lagi otw juno