Jerat PINJOL

Akhirnya Dea melihat secara langsung wanita yang di rangkul Andi di photo yang Dea dapat dari debt coletor tadi.

Wanita yang menjadi selingkuhan Andi berjalan di belakang Andi dan wajah Andi tidak baik-baik saja saat ini, wajah itu pucat, situasi seperti ini tidak pernah Andi bayangkan sebelumnya.

"Fir, Ini Dea istri aku," Andi mengenalkan Dea pada Firda, Wanita yang menggunakan kaos all size itu tersenyum pada Dea, Dea tidak membalas senyum wanita itu, wajah Dea begitu dingin dan datar.

"Aku Firda. Silahkan duduk Mbak," Wanita bernama Firda itu mengenalkan dirinya sendiri dan mengulurkan tangannya tapi lagi-lagi Dea tidak membalas sikap ramah wanita ini, tangan yang sedang terulur itu akhirnya di tarik kembali oleh Firda.

"Terima kasih," jawab Dea singkat, apapun yang terjadi Dea masih memiliki attitude, saat Dea dipersilahkan duduk oleh penghuni rumah Dea mengucapkan salah satu magic word, "Terima kasih," kini Dea dan Firda duduk berhadapan, Andi memilih duduk di dekat Dea.

"Kalian sudah menikah atau hanya tinggal bersama?" tanya Dea, tanpa menyebut nama Andi dan Dea juga tidak sudi menyebut nama wanita yang menjadi selingkuhan Andi.

Keduanya diam sesaat, Firda dan Andi saling melirik, seolah sedang saling bertanya sebelum memberikan jawaban kepada Dea, kedua gerak-gerik kedua orang ini diperhatikan oleh Dea.

"Kalian sudah menikah?" tanya Dea mengulang pertanyaan tentang status hubungan Andi dan Firda.

"Aku minta maaf De, aku udah nikahin Firda," jawab Andi dengan suara yang pelan, Suara Andi yang biasa nya optimis atau kadang mengintimidasi Dea dengan kalimat-kalimat "Aneh" nya saat ini tidak ada terdengar oleh Dea.

"Kapan kalian menikah?" tanya Dea dengan suara yang tenang, Dea begitu pandai menguasai kondisi hatinya yang begitu sakit dan terluka dengan jawaban Andi.

"Desember 2023," jawab Firda dengan menundukkan kepalanya dan Dea tersenyum getir.

"Kamu tau Andi sudah punya istri dan 3 orang anak?" tanya Dea masih dengan suara yang dingin.

Firda diam dan Dea menunggu jawaban itu.

"Kamu tau Andi sudah berkeluarga?" Dea mengulang lagi, mungkin pertanyaan Dea yang pertama sulit di mengerti oleh Firda, jadi Dea mengulang pertanyaan dengan kalimat yang berbeda.

"De...Please," ucap Andi, Andi seperti nya memohon pengertian Dea untuk tidak menekan Firda dengan pertanyaan ini.

"Please untuk apa? Aku tanya dia dan aku minta kamu diam dulu," jawab Dea dengan tatapan yang tajam pada Andi, Andi menggeser duduk mendekati Dea, tapi Dea tidak peduli, Dea masih duduk dengan posisi nya awalnya tadi.

"De, aku bisa jelasin semua ke kamu, aku bisa jelasin De tapi tolong jangan seperti ini, Firda gak sekuat kamu,"

Dea melirik ke arah Andi lalu tersenyum di satu sudut bibirnya.

"Kamu bisa tinggalin Dia?" tanya Dea pada Andi, jari telunjuk Dea menunjuk ke arah wajah Firda.

Andi diam sesaat lalu berusaha meraih pundak Dea, Dea tentu saja menolaknya dan Andi menarik kembali tangan nya, kini Andi menyatukan kedua tangannya sendiri diatas paha nya.

"Aku gak bisa tinggalin Firda, De. Firda lagi hamil anak ku, " jawab Andi dan Dea membuang nafasnya berat, kecewa dan marah mendengarkan jawaban jujur dari Andi.

Dea berdiri dari duduknya.

"Silahkan lanjutankan hubungan kalian," ucap Dea dengan tersenyum, Dea harus menyerah dengan takdir hidupnya.

"Aku yang bakal urus surat cerai kita, anak kamu dari dia perlu akta kawin kalian," ucap Dea sambil melangkah berjalan keluar rumah, Andi seketika berdiri lalu berlari mengejar Dea.

"De, aku anterin kamu pulang kalo kamu udah selesai ketemu Firda," ucap Andi yang berhasil mengejar Dea yang sedang berjalan cepat sambil membuka aplikasi ojek online nya.

"Aku pulang sendiri,"

"De...ini jauh dari rumah kita," ucap Andi lagi, Andi terus berjalan mengikuti Dea.

"Aku bisa sendiri," jawab Dea lagi, suaranya lebih tegas.

"Tapi langsung ke rumah kan De?" tanya Andi, Andi tidak ingin memaksakan lagi kehendaknya pada Dea, Andi sadar Dea sangat marah pada dirinya.

"Aku gak balik ke rumah malam ini," jawab Dea dengan entengnya.

Mendengarkan jawaban dari Dea, Andi langsung mencekal tangan Dea.

"Kamu gak pulang ke rumah? Kamu gak mikirin anak-anak?" Andi menaikan nada bicara berharap Dea sadar dengan ucapannya tadi.

Dea sekuat tenaga melepaskan tangannya dari tangan Andi.

"Kamu minta aku mikirin anak-anak?"

"Iya, kasian anak-anak di rumah, De," jawab Andi dan tangan Dea melayang di udara.

Plak, 1 tamparan tepat mendarat di pipi Andi.

"Dimana pikiran kamu waktu kawin sama perempuan itu?"

"Dimana?" tanya Dea dengan emosi, 1 tamparan lagi berhasil Dea berikan untuk Andi dan Andi diam.

Mobil yang menjemput Dea akhirnya datang, Dea langsung membuka pintu dan duduk di belakang pengemudi tanpa menoleh sedikit lagi pada Andi yang berusaha berbicara di dekat kaca pintu mobil.

Andi berlari kembali ke rumah Firda, Firda ternyata berdiri di depan rumah, dia melihat Andi yang di tinggal pergi oleh Dea.

"Aku mau susul Dea, kamu tidur deh, istirahat," ucap Andi pada Firda, Firda memeluk Andi dari belakang.

"Sorry,"

"Bukan salah kamu, ini salah aku," jawab Andi, Andi melepaskan tangan Firda dari tubuhnya.

"Aku kabarin kamu nanti," ucap Andi lagi dengan mencium kening Firda.

"Ati-ati di jalan, Yang," jawab Firda yang harus bisa melepaskan Andi pergi.

Andi tidak menjawab lagi, Andi terburu-buru, Andi masuk kedalam mobil dan mengemudikan mobil, Andi berusaha mengejar mobil yang Dea tadi tumpangi.

Mata Andi terus mengawasi mobil-mobil yang melaju di depannya, berharap menemukan mobil yang membawa Dea.

Tiba di rumah, Mobil Andi parkirkan di depan rumah, Andi berjalan cepat masuk kedalam rumah dan mencari keberadaan Dea, dibukanya Pintu kamar utama, Dea tidak berada di kamar mereka, Andi berjalan ke arah belakang rumah dan Dea tidak berada di kursi coklat favorit nya, lalu dengan perlahan Andi membuka pintu kamar Nino, Dea masih tidak ada di kamar anak laki-lakinya dan harapan Andi saat ini Dea berada di kamar Nina dan Nana.

Andi membuang nafasnya kasar, Dea tidak berada di kamar Nana, Dea tidak berada di rumah ini.

Duduk di teras rumah dengan membakar rokok, Andi menghubungi handphone Dea tapi usahanya tidak berhasil, Handphone Dea tidak bisa di hubungi.

"Rumah Lili," Andi langsung berdiri, Lili adalah sabahat mereka, rumah Lili adalah rumah yang paling dekat dengan rumahnya dibandingkan dengan rumah Ifa, Dewi apalagi Ardhan.

Melajukan mobil dengan tergesa-tega, Andi berharap Dea berada di rumah Lili saat ini.

Sudah jam 12 malam saat mobil Andi tiba di rumah Lili.

Tanpa rasa sungkan, Andi menekan bel rumah Lili, berkali-kali dan akhirnya si pemilik rumah keluar dari dalam rumah.

"Ngapain lu malem-malem?" tanya Lili dengan suara khas orang bangun tidur, Lili berdiri di dekat pintu rumahnya.

"Gue boleh masuk gak?"

"Masuk lah, lu buka pager sendiri, gue masih lemes nih," jawab Lili dan duduk di kursi terasnya membiarkan Andi untuk membuka pintu besi sendiri.

"Lu dari mana?" tanya Lili saat Andi sudah duduk.

"Sengaja datang gue," jawab Andi berusaha tenang dan Lili tertawa kecil.

"Kalo sengaja datang bawain gue makanan lah, eh BTW Dea mana?" tanya Lili yang sadar Dea tidak datang bersama Andi, Lili sekarang mengangkat lehernya, berharap Dea segera keluar dari mobil Andi.

"Dea mana,Ndi?" Lili bertanya lagi, Dea tidak juga terlihat oleh Lili dan Andi diam, Andi mengeluarkan rokok dari saku kemejanya.

"Gue ada ribut sama Dea,"

"Gue pikir dia kesini," cerita Andi dan Lili langsung membulatkan matanya, rasa kantuknya yang tadi begitu berat kini hilang mendengarkan cerita Andi.

"Dea gak ada kesini, Ndi. Gue tidur dari jam 8 malem karena anak-anak di jemput lagi bapaknya tadi sore,"

Dan Andi percaya dengan cerita Lili.

Andi menghisap asap rokoknya dalam-dalam.

"Lu mau kopi?"

"Enggak Li, gue juga gak lama, anak-anak di rumah, gue maen kunci dari luar aja," jawab Andi menolak tawaran dari Lili.

"Lu udah telphonin Dea?"

"Udah tapi handphonenya mati," jawab Andi dan Lili mengusap kasar wajahnya sendiri.

"Ya Allah De, lu kemana sih?" ucap Lili, suara itu terdengar menyakitkan, Lili begitu mengkhawatirkan Dea.