Fifiyan adalah anak dari ketua mafia kegelapan yang dikenal kuat dan kejam, banyak mafia yang tunduk dengan mafia kegelapan ini. Tetapi disaat umurnya yang masih belia pada perang mafia musim dingin, keluarga besarnya dibunuh oleh mafia musuh yang misterius dimana membuatnnyabmenjadi anak sebatangkara.
Disaat dia berlari dan mencoba kabur dari kejaran musuh, Fifiyan tidak sengaja bertemu dengan seorang pria kecil yang bersembunyi di dalam gua, karena mereka berdua berada di ambang kematian dan pasukan mafia musuh yang berada diluar gua membuat pria kecil itu mencium Fifiyan dan mengigit lehernya Fifiyan. Setelah kejadiaj itu, Fifiyan dan pria kecil itu berpisah dan bekas gigitannya berubah menjadi tanda merah di leher Fifiyan.
Apakah Fifiyan mampu membalaskan dendam atas kematian keluarganya? Apakah Fifiyan mendapatkan petunjuk tentang kehidupan Fifiyan nantinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alam Bawah Sadar
Disaat aku tidak sadarkan diri, aku merasakan angin dingin yang mengenai tubuhku. Aku membuka kedua mataku dan melihat taman bunga yang sangat indah. Aku melihat sekitarku dan melihat dua pria kecil di depanku, aku berjalan kearah dua pria itu dan terkejut ternyata kedua pria itu adalah Roihan dan Raihan.
Roihan dan Raihan bermain sebuah racun tingkat tinggi, aku terduduk di depan mereka yang membuat mereka menatapku serius.
"Kenapa kau ada disini?" Ucap Raihan menatapku serius.
"Aku... tidak tahu..." gumamku mengambil salah satu racun dan mencampurkannya dengan yang lain.
"Apa yang kau lakukan?" Protes Roihan menepis tanganku dan langsung memarahiku dan memukuliku.
"Tunggu..." ucap Raihan dingin dan menatap botol racun di depan kami.
"Berubah?" ucap Roihan terkejut.
"Aku... Pengguna racun juga..." gumamku mengusap pipiku yang bengkak karena pukulan Roihan. Rasa sakit di pipiku membuatku menangis pelan, Raihan menarikku dan memelukku erat.
"Kau masih saja menyakitinya!"
"Kenapa? Dia mengganggu jadi aku..."
"Mau tidak mau dia adik kita!" Ucap Raihan serius yang membuatku terkejut.
"Tapi kan dia..."
"Roihan!" Ucap Raihan dingin yang membuat Roihan terdiam.
"Apa itu sakit?" Ucap Raihan menatapku serius dan aku menganggukkan kepalaku pelan.
"Hmmm..." desah Raihan mengambil kotak obat dan mengoleskan obat di pipiku sambil mengusap air mataku.
"Fifiyan, ajari aku... Melakukan ini..." ucap Raihan pelan dan aku mengajarkan mereka tentang racun kepada mereka.
Wajah gadis kecil terlihat jelas di permukaan air danau di depanku. Aku mengambil air menggunakan botol kosong dan memberikannya kepada Raihan dan Raihan mencampurkannya dengan racun buatannya.
"Kamu... Ternyata pintar ya?" Ucap Roihan terkejut.
"Aku hanya belajar otodidak kak..." ucapku pelan.
"Ohh mmm begitu ya..." gumam Raihan menyibakkan rambutku dan menatapku serius.
"Jadi... Kamu terikat dengan Finley?" Ucap Raihan serius.
"Ya, dia suamiku kak."
"Padahal dia adalah pembunuh ibu, bagaimana bisa kamu menikahi dia?"
"Aku terikat dengan dia dari kehidupan yang lalu, bagaimana aku menolaknya?"
"Ohh legenda itu?"
"Iya kak."
"Oh begitu ya..." gumam Raihan mempraktekkan apa yang aku ajarkan.
"Oh ya kak... Bagaimana bisa aku berada di keluarga... Valen?" Ucapku pelan yang membuat Raihan berhenti sedangkan Roihan menatapku dingin.
"Kenapa kamu ingin tahu?"
"Aku hanya ingin tahu kenapa aku berada di keluarga lain dan..."
"Karena ayah dan ibu menyebar keberadaan kalian."
"Kenapa ayah dan ibu melakukan itu?"
"Karena...kita anak terlarang, kalau bukan karena anak terlarang mungkin orang tua kita tidak membuat kita di sebar di beberapa wilayah agar kita tidak dibunuh."
"Lalu kenapa aku berada di keluarga Valen?"
"Kau diculik."
"Diculik?" Tanyaku bingung.
"Benar, kau diculik dan kau diberikan racun tertinggi agar kau segera mati perlahan."
"Tapi kenapa aku... Diculik?"
"Karena... Darahmu."
"Darahku?" Tanyaku terkejut.
"Ya, darahmu murni sebenarnya sehingga bisa menjadi obat dari sesepuh keluarga Valen, tapi karena anak dari keluarga Valen membencimu membuat mereka memberikanmu obat racun tinggi disetiap harinya pada makanan yang diberikan padamu..." jelas Raihan kembali mempraktekkan ajaranku, aku menatap Raihan terkejut dan menghela nafas pelan.
"Apa anak dari keluarga Valen yang berinisiatif melakukannya?"
"Tidak, itu ide dari petinggi dari musuh."
"Apa kakak termasuk sekutuku?"
"Haah sekutu ya? Tidak, aku termasuk musuh dari negara wilayah dan wilayah lainnya."
"Memangnya di dunia mafia apa ada selain negara wilayah?" Tanyaku bingung.
"Apa kau bodoh? Kau petinggi tertinggi seluruh negara wilayah tapi malah tidak tahu!" Protes Roihan serius.
"Aku tidak tahu, ingatanku menghilang saat umur 11 tahun jadi aku tidak ingat apapun yang..."
"Itu bukan umur 11 tahun tapi 5 tahun."
"Bagaimana kakak bisa mengatakan kalau aku umur 5 tahun?"
"Apa yang tidak aku ketahui tentang keluarga campuran Valentin Viollet?"
"Kakak ceritakan padaku!"
"Untuk apa kau ingin tahu?"
"Kan aku adikmu!" Ucapku dingin.
"Adik ya? Hahaha baiklah aku akan menceritakan padamu...." gumam Raihan di depanku dan menceritakannya padaku.
"Oohh begitu ya..." desahku pelan.
"Alasan kenapa kami menginginkan kamu kuat karena... hanya kamu adalah saudara kandung yang memiliki kehebatan mirip dengan kami apalagi ditambah giok keberuntungan ayah dan ikatanmu dengan Finley itu membuatmu semakin terkuat..." gumam Raihan memasukkan cairan racun itu ke beberapa botol.
"Kau harus bisa kuat, jika kau tidak kuat maka... Jangan harap kau bisa diakui oleh kami berdua!" Ucap Raihan mengarahkan sebuah pedang beracun kedadaku yang membuatku tersenyum dan memejamkan kedua mataku.
Rasa sakit terasa di tubuhku dan aku merasa beberapa waktu jantungku tidak berdetak sampai akhirnya aku merasa ada rasa tersetrum oleh sesuatu di tubuhku yang membuat jantungku kembali terasa berdetak.
Aku membuka kedua mataku dan melihat banyak orang berseragam hijau dan penutup kapala memegang sebuah alat yang membuatku terkejut, aku bernafas pelan dan tersadar kalau aku berada di dalam kamar operasi.
"Dia sadar dokter!" Ucap seorang wanita dibalik maskernya.
"Syukurlah, bawa dia ke ruang perawatan!" Ucap seorang pria serius dan beberapa orang mendorong kasurku keluar ruangan, disaat sinar matahari mengenai kedua mataku membuatku memejamkan kembali kedua mataku.
"Suster bagaimana dengan kondisinya?" Ucap seorang pria dengan khawatir.
"Kondisinya masih belum stabil."
"Apakah dia sadar?"
"Ya, dia sadar tetapi dia masih sangat lemah... Beberapa waktu tolong di kontrol ya keadaannya!" Ucap seorang wanita serius dan aku merasa seseorang menggenggam erat tanganku.
"Haaaaahhh!!! Kenapa! Kenapa aku tidak kuat! Kenapa!!" Teriak seorang pria dengan kencang.
"Tenanglah Finley! Kau jangan sampai gila gara-gara masalah itu!" Protes seorang pria dingin.
"Melihat istriku terluka bahkan hampir tewas? Apa kau kira aku tidak gila?" Ucap Finley kesal.
"Kalau bukan karena racun langka yang ada di tubuhnya pasti dia tidak langsung drop seperti ini!"
"Kata dokter ada sesuatu yang sebelumnya tertelan olehnya."
"Apa itu?"
"Dia meminum sebuah racun tingkat tertinggi, mungkin dua orang itu yang memberikannya."
"Ciiihh awas saja mereka! Aku akan membunuhnya!" Ucap pria itu dingin, aku membuka kedua mataku dan menghela nafas pelan.
"Biarkan saja..." ucapku pelan yang membuat orang yang berada di kamar terkejut.
"Istriku! Aku khawatir denganmu!!" Rengek Finley memelukku erat.
"F-Finley s-sakit..." rintihku pelan.
"Kau masih saja bodoh Finley!" Protes Fafiyon mendorong Finley kesal.
"Ohh mmm maafkan aku istriku..." gumam Finley mengusap pipiku lembut.
"Bagaimana keadaanmu Fifiyan?" Ucap Han pelan.
"Aku baik-baik saja, hanya..." gumamku mengusap dadaku dan terkejut tidak ada bekas senjata di dadaku.
"Apa aku mimpi? Tapi kenapa itu betulan?" Ucapku pelan.
"Apa yang kau katakan?" Tanya Finley pelan.
"Tidak ada, aku hanya... Bermimpi tadi" gumamku pelan.
"Apa yang kau mimpikan?" Tanya Finley serius.
"Tidak aku tidak bisa membicarakannya padamu..?" gumamku serius.
"Hmmm ya sudah istirahat saja, kalau ada yang mau kamu ceritakan atau katakan maka katakan saja padaku ya..." gumam Finley pelan dan aku menganggukkan kepalaku pelan sambil memejamkan kedua mataku.