novel ini adlaah adaptasi dari kelanjutan novel waiting for you 1
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
aku ingin bicara ibu!!
Pandangan Elena beralih, dan dengan itu, sebuah harapan baru kembali terbuka. Wajah Alexander, yang keras dan penuh kekuasaan, perlahan-lahan menunjukkan ketegangan yang menyusut saat ia menatap cucunya. Dalam keheningan itu, Alexander tiba-tiba sadar—meskipun masa lalu adalah bagian tak terpisahkan dari siapa mereka, masa depan juga terbangun melalui langkah-langkah yang mereka pilih hari ini. Dan keluarga mereka—kesejahteraan Alvio—harus menjadi prioritas.
Alexander menatap Elena dengan lebih lembut, sedikit menurunkan emosinya. "Aku hanya ingin yang terbaik untukmu," katanya pelan, suaranya hampir tidak terdengar. “Tapi ini tidak mudah bagi ayahmu.”
Elena menatap kembali ayahnya, namun kini dengan pengertian yang lebih dalam. Ia tahu bahwa perjalanan ini belum selesai, dan percakapan ini mungkin baru permulaan dari sebuah babak yang penuh tantangan. Tetapi satu hal yang pasti, mereka semua masih berusaha menjaga apa yang sangat berharga bagi mereka—terutama Alvio.
...~||~...
Hari demi hari berlalu di dalam keseharian yang penuh dengan ketegangan yang menyelubungi keluarga El Bara. Meskipun langkah-langkah mereka tetap bergerak maju, aura konflik tak terelakkan masih menggantung di udara, terutama setelah perbincangan keras antara Elena dan ayahnya, Alexander. Namun, meskipun ketegangan itu semakin nyata, ada satu hal yang menjadikan Elena sedikit tenang: Alvio.
Anaknya, dengan segala kebijaksanaannya yang lebih dari usianya, selalu tahu cara menenangkan hati ibunya dalam saat-saat sulit. Dan begitu pula dalam keadaan ini, di mana semuanya terasa begitu rapuh dan penuh konflik. Setiap malam setelah kejadian tersebut, Elena merasakan bahunya sedikit lebih ringan setiap kali Alvio mendekat untuk bercakap atau hanya mendekapnya. Pada malam itu, setelah berbincang dengan ayahnya, Elena tak bisa tidur dengan tenang. Pikirannya kembali berkelana pada masa lalu, pada kenangan yang begitu menghantui, dan pada kehadiran Aidan yang meskipun penuh ketidakpastian, menarik Elena menuju masa depan yang rumit.
Di sebuah ruangan tertutup, di ruang kerja pribadi keluarga El Bara, Elena duduk dengan tatapan jauh menatap ke layar laptopnya. Begitu banyak pekerjaan yang menanti, begitu banyak informasi penting tentang keluarga dan bisnis yang perlu diselesaikan, tetapi pikirannya tak pernah benar-benar bisa fokus.
Sebuah ketukan halus terdengar di pintu, dan suara yang dikenal begitu jelas masuk ke telinganya. “Ibu, boleh aku masuk?” suara Alvio terdengar lembut dari balik pintu.
"Masuk, Vio," jawab Elena tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.
Pintu terbuka perlahan, dan Alvio yang sekarang sudah duduk di tempat tidur, dengan tatapan mata yang tajam namun tetap penuh kehangatan, masuk dan berdiri di depan meja ibu. "Aku ingin bicara, Ibu," katanya, menggenggam sebuah boneka kecil yang biasa dibawa saat dia merasa khawatir.
Elena menoleh perlahan dan tersenyum lembut, "Apa yang ingin kamu bicarakan, sayang?"
Alvio mengambil kursi di depan meja dan duduk tegak, dengan ekspresi wajah yang jauh lebih serius dari biasanya. “Aku tahu, Ibu," katanya, suara anaknya terdengar pelan namun jelas. "Kau bimbang dengan Aidan, bukan?"
Elena terdiam beberapa saat, terkejut dengan kedalaman pemahaman putranya. Dia mengangguk perlahan, meskipun masih enggan sepenuhnya mengakui itu. "Iya, Vio... Banyak hal yang sangat rumit. Masa lalu kita begitu gelap, dan aku tak tahu apakah kita bisa bertahan dalam semua ini."
Alvio menatap matanya dengan intens. “Kau dan kakek juga bimbang kan, Ibu? Tapi bukankah... kita harus coba memperbaiki semuanya? Aku ingin melihat kalian bahagia."
Tentu saja Elena merasa tersentuh oleh perkataan anaknya, perkataan yang penuh kepedulian tanpa ketegangan yang biasanya mengelilingi dunia orang dewasa. Tapi semakin ia merenungkan kata-kata itu, semakin ia merasa berat untuk menjawab. Masa depan yang kabur dengan Aidan, ditambah dengan bayang-bayang perasaan luka dan kebencian dari masa lalu, membuatnya terjepit antara tanggung jawab dan hati yang ingin ia utarakan.
“Ayahku...” Elena memulai, dan suaranya bergetar sedikit. “Dia masih tak bisa menerima kenyataan ini. Segala sesuatu yang menyangkut Aidan... Mereka punya masa lalu yang sangat kelam, Vio."
Alvio menunduk sejenak, kemudian menatap ibunya dengan penuh keyakinan. "Tapi, Ibu. Aku tahu kamu berjuang untuk masa depan kita. Aku akan selalu ada di sini denganmu. Kita tidak boleh biarkan masa lalu mengatur apa yang terjadi sekarang."
Elena merasa dadanya terasa sesak. Kata-kata Alvio, dengan kedalaman yang sangat jauh melampaui usianya, memberikan Elena sebuah secercah harapan. Tapi juga, perasaan takut akan konsekuensi dari setiap langkah yang diambil.
"Ibu tahu, sayang." Elena berkata dengan lembut, sambil mengusap kepala Alvio. “Kadang, langkah yang kita ambil bisa menentang orang-orang yang kita cintai. Aku tak ingin mengecewakan mereka, termasuk Ayah.”
“Mungkin kakek bisa mengerti setelah melihat betapa pentingnya Aidan bagi kita, Ibu.” Alvio berkata, lalu menambahkan, “Aku tahu ini tidak mudah. Tapi bukankah kita, sebagai keluarga, harus berjuang bersama? Aku ingin melihat semuanya membaik, bahkan jika itu artinya kita harus melewati hal sulit itu bersama.”
Mata Elena mulai terasa lebih berat, dan keinginan untuk menangis semakin dekat. Begitu banyak beban dalam hidupnya yang tak terungkapkan dengan mudah, dan dengan semua itu, anaknya memberinya lebih banyak keberanian daripada dirinya sendiri.
Lalu, saat perasaan itu datang, sebuah perasaan yang sama sekali tidak diinginkan, Alexander El Bara—ayah Elena—memasuki ruangan tanpa mengetuk.
“Aku harus pergi sekarang. Ada sesuatu yang harus kukatakan kepadamu, Elena,” kata Alexander dengan wajah yang keras namun tampak lelah. Perasaan terpecah-pecah ada dalam pandangannya.
Elena, yang sebelumnya hampir tidak bisa menahan emosi, langsung berdiri dan menatap ayahnya. “Ayah…”
“Aidan... Itu akan menjadi ujian bagi keluarga kita, dan aku sudah memutuskan apa yang akan kita lakukan,” jawab Alexander dengan suara berat, memberikan Elena kesempatan untuk mendengarkan lebih jauh. Matanya beralih ke Alvio, yang masih duduk di samping ibunya. “Aku... terpaksa harus meminta keputusan lebih tegas mengenai ini, Elena.”
Alvio menatap sang kakek dengan tatapan lebih serius, memahami betapa pentingnya apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, meskipun mengerti, ia tidak akan menyerah pada perubahan yang sudah dimulai. "Jika kakek ingin kita berpisah, maka akan ada jalan lain yang akan kita pilih," jawab Alvio dengan suara yang sangat dalam.
Alexander memandang anak cucunya, lalu kembali menatap Elena. “Aku akan beri waktu untuk berpikir. Tapi ingat, pilihan ini bisa merubah semua kehidupan kita,” ujarnya tegas.