Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Sampainya di bandara Jakarta, Annelise diam-diam memisahkan diri dari Bryan. Dia berniat naik taksi untuk pergi ke perusahaan. Padahal Bryan sudah memerintahkan Annelise agar satu mobil dengannya. Sopir perusahaan juga sudah menunggu untuk menjemput mereka. Tapi gara-gara Bryan mengancamnya dengan foto syur, Annelise jadi malas satu mobil bersama Bryan.
Annelise menghampiri taksi yang dia pesan. Dia meminta tolong pada supir taksi untuk memasukkan koper ke bagasi.
Tapi belum sempat koper itu masuk bagasi, seseorang sudah lebih dulu mencegahnya. Annelise tampak memutar malas bola matanya ketika melihat Bryan membuat masalah lagi padanya.
"Jangan di bawa masuk, di pulang sama saya." Ujar Bryan pada supir taksi.
"Bawa masuk Pak, saya kan sudah pesan taksinya." Titah Annelise cepat.
"Jangan.!"
"Pak, bawa masuk saja kopernya. Saya akan taksi Bapak."
Supir taksi itu jadi bingung sendiri melihat dua sejoli itu melarang dan memerintahnya secara bersamaan. Dia bingung harus menuruti perkataan siapa. Karna tidak mau ambil pusing, supir taksi itu akhirnya meletakkan kembali koper Annelise.
"Lain kali kalau sedang ada masalah rumah tangga jangan libatkan orang lain, bikin repot orang saya." Pria paruh baya itu mendengus kesal. Dia seperti ikut terseret dalam permasalahan dua sejoli itu. Karna tidak mau ikut terseret masalah mereka, supir taksi itu akhirnya meminta Annelise membatalkan orderannya.
"Tolong di cancel saja Mbak, saya serius cari nafkah, bukan sedang bercanda." Ujarnya.
Supir taksi itu cari aman, daripada nanti ada laporan membawa kabur istri orang, lebih baik orderannya di cancel. Apalagi melihat penampilan Bryan yang terlihat seperti orang kaya raya dan berkuasa. Wajar kalau driver itu takut berurusan dengan mereka.
"Pak, pria ini bukan suami saya. Saya tetep mau naik taksi Bapak." Kekeuh Annelise.
"Maaf Mbak, saya mau hidup aman. Tolong cancel sekarang ya." Ujarnya dengan tatapan memohon. Driver itu menutup kembali pintu bagasi dan hendak masuk ke dalam mobil.
"Tidak perlu di cancel, Bapak bisa jalan ke alamat tujuan tanpa membawa penumpang. Saya bayar lima ratus ribu." Bryan merogoh dompet dan mengeluarkan 5 lembar uang seratus ribuan.
"Bapak boleh jalan sekarang." Perintah Bryan setelah menyerahkan uang tersebut. Sontak pria paruh baya itu tersenyum sumringah dan mengucapkan terimakasih berkali-kali pada Bryan.
"Semoga masalahnya cepat selesai ya Pak. Istri memang suka begitu kalau sedang marah." Ujarnya sebelum masuk ke dalam mobil.
Annelise melotot kesal. Enak saja dia kira istrinya Bryan. Membayangkan jadi istri Bryan saja Annelise tidak mau, apalagi jadi istri sungguhan.
"Ayo ikut, mobilnya di sana.!".Tegas Bryan seraya mengarahkan pandangannya pada mobil perusahaan yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Dasar pemaksa.!" Ketus Annelise sewot. Cepat-cepat Annelise menyeret kopernya dengan langkah lebar. Dia berencana duduk di depan untuk menghindari duduk sebelahan dengan Bryan.
Bryan melotot melihat Annelise membuka pintu depan dan langsung duduk di sana. Sementara itu supir perusahaan sedang memasukkan koper Annelise ke dalam bagasi.
"Siapa yang nyuruh kamu duduk di depan.? Cepat pindah ke belakang.!" Bryan mengomel sembari masuk ke jok penumpang.
Annelise memutar tubuhnya menghadap Bryan. Dua bola matanya melotot tajam di selimuti amarah. "Pak Bryan yang terhormat, tolong jangan ganggu saya.! Jangan sampai saya mengundurkan diri detik ini juga.!" Sentak Annelise dan langsung terdiam karna melihat supir itu akan masuk ke dalam mobil.
Alhasil sepanjang perjalanan menuju perusahaan tidak ada yang bicara. Annelise juga tetap duduk di depan, dia mengalihkan pandangan dengan menatap keluar jendela, sesekali memeriksa ponselnya.
...******...
tokk,, tokk,, tokk,,
"Masuk.!" Seru Bryan tanpa mengubah posisi sedikitpun dari tempat duduknya. Sudut bibir Bryan terangkat, dia menyeringai memang ketika melihat Annelise yang masuk ke ruangannya.
"Jadi kamu setuju.?" Tanya Bryan dengan percaya diri. Jelas Bryan sangat yakin Annelise menyetujui tawarannya, karna beberapa menit yang lalu Bryan kembali mengancam Annelise untuk menyebarkan foto mereka.
"Tidak ada yang lebih kejam dan licik dari Anda.!" Geram Annelise menatap sebal.
Bryan hanya terkekeh, pria itu mengambil selembar kerja dari laci meja kerjanya dan menyodorkannya pada Annelise.
"Cuma 3 bulan saja, setelah itu aku tidak menganggu mu lagi." Ujarnya begitu enteng. Bryan benar-benar titisan Shaka, sifat Shaka diwariskan seluruhnya pada Bryan. Ini akan menjadi sejarah, karna kontrak hubungan kembali terulang setelah 29 tahun.
Bedanya, Bryan hanya butuh kontak fisik dalam kontrak perjanjian yang dia buat. Sedangkan Shaka, dia membuat kontrak nikah dengan Jihan. Keduanya sama-sama tidak benar. Tapi karna pelakunya ada seorang Sultan dan berkuasa, bagi mereka sah-sah saja membuat surat perjanjian seperti itu.
Annelise dengan wajah cemberut mengambil selembar kertas itu dan membaca semua pointnya tanpa ada yang terlewat.
"Kamu tidak akan rugi menandatangani kerja sama dengan ku. Bayarannya akan aku transfer semuanya hari ini." Perkataan Bryan membuat Annelise melirik tajam. Bryan benar-benar sedang melakukan transaksi jual beli dengannya.
"Saya nggak butuh uang Bapak.! Saya mau tanda tangan surat perjanjian ini agar foto saya aman.!" Sahut Annelise yang tidak berniat bicara formal dengan Bryan karna sudah terlanjur marah.
"Disini tertulis kalau kita nggak akan ber cinta, saya akan menuntut Pak Bryan kalau melanggarnya.!" Sewot Annelise dan buru-buru membubuhkan tanda tangan. Dia sangat sadar ketika menandatangani surat perjanjian itu, hanya saja ada di bawah ancaman Bryan.
"Selesai.!" Annelise setengah melempar kertas itu ke arah Bryan. Wajahnya memerah menahan amarah. Melihat wajah Bryan membuat Annelise murka. Wajahnya saja yang tampan seperti orang waras, ternyata isi kepalanya cukup gila.
"Kamu mau kemana.?" Bryan menahan tangan Annelise karna melihat Annelise hendak pergi.
"Melanjutkan pekerjaan, memangnya apa lagi." Balas Annelise sewot.
"Menandatangani surat perjanjian itu, artinya tugas kamu di mulai dari sekarang." Ucap Bryan.
Dada Annelise naik turun, nafasnya memburu karna menahan amarah. Rasa-rasanya ingin menampar wajah Bryan yang menyebalkan itu.
"Seharusnya jangan disatukan jam kerja, Pak Bryan sendiri yang bilang kalau saya harus profesional." Annelise menolak melakukan kontak fisik dengan Bryan selama jam kerja. Karna Annelise khawatir tidak konsentrasi bekerja kalau suasana hatinya buruk akibat ulah Bryan.
"Selama kontrak berlangsung, aku memberi kebebasan untukmu. Jadi tidak masalah kalau aku melakukan kontak fisik dengan mu." Bryan tiba-tiba sudah berada di depan Annelise, mengunci Annelise dengan kedua tangan yang berpegangan pada sisi meja.
"Jangan cium di bibir.!" Pekik Annelise ketika melihat Bryan mendekat. Annelise semakin panik ketika wajahnya nyaris tanpa jarak dengan Bryan.
Dia memejamkan mata dan menutup mulut rapat-rapat. Tapi setelah di tunggu beberapa saat, Annelise tidak merasakan apapun, dia segera membuka mata dan Bryan sudah tidak ada di depannya. Pria berwajah dingin itu sudah duduk kembali di kursinya.
"Nanti malam aku jemput jam setengah 7." Ujar Bryan. "Kamu boleh melanjutkan pekerjaan." Bryan mengusir Annelise secara halus. Annelise memanfaatkan kesempatan dengan baik, dia bergegas pergi tanpa bertanya untuk apa Bryan menjemputnya nanti malam.
wajar klo sll salah paham...