Juliet Laferriere, gadis muda asal Prancis yang berakhir menjadi tawanan seorang mafia asal Italia.
Bermula saat Matteo Baldovino Dicaprio, pria dari keluarga mafia dengan kekuasaan terbesar di Italia, berlibur ke kota Paris, Prancis.
Pria dengan marga 'Dicaprio' itu mengalami kecelakaan mobil saat berada di kota Lyon. Kota beribu momentum dan lampu yang menghalangi cahaya bintang. Tepat saat kecelakaan terjadi, Juliet muncul seperti malaikat dan membantu pria berdarah dingin itu keluar dari mobil yang berasap.
Namun, kebaikan yang dia lakukan untuk menyelamatkan hidup seseorang, malah berakhir menghancurkan hidupnya sendiri.
"Rantai ini untuk mengingatkanmu, bahwa kau adalah milikku."
Bagaimana cara Juliet melarikan diri dari seorang Predator gila? Lalu, apa pria itu akan luluh dan membebaskannya dari ancaman? Yuk ikuti kisah mereka, dan jangan lupa beri dukungan kalian!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elsa safitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menurutlah!
Juliet tidak membuat tanggapan. Dia berusaha untuk tidak menatap mata pekat Matteo, namun pria itu terus menariknya dan membuat pandangan Juliet hanya tertuju padanya.
"Juliet, katakan bahwa kau tidak akan pernah mencoba melarikan diri lagi."
Bibir gadis itu mengerut seolah tidak setuju. Matteo sadar Juliet tidak akan pernah mau mengatakan itu, bahkan jika dia mengancam untuk memotong kakinya.
Karena semakin kesal melihat kebisuan Juliet, dia menarik gadis itu ke lantai dua. Dia memasukkan Juliet ke dalam kamarnya, lalu memasangkan kembali rantai yang dia lepas beberapa waktu lalu.
Saat itu, Juliet tidak mengeluarkan kutukan atau bahkan berontak. Dia hanya terdiam lesu seolah tidak punya tenaga untuk melawan.
Setelah Matteo mengunci satu kakinya di lingkaran besi, dia menatap Juliet sekali lagi. Dia mendekat lalu menarik dagu Juliet dan membuat gadis itu mendongak. Saat Matteo menariknya, matanya yang sayu tampak putus asa.
"Jadilah gadis penurut. Kau tahu, aku akan menghancurkan siapapun yang mengambilmu dariku. Jadi lebih baik jangan mencoba untuk meminta bantuan lagi."
Juliet mengerutkan dahinya. Dia tidak bisa menahan wajahnya untuk tidak berekspresi dan menunjukkan bahwa dia sangat membenci pria itu.
Namun, Matteo menanggapinya dengan senyuman hangat. Sebelum pergi, dia juga memberikan Juliet kecupan di dahi.
*
*
*
Saat tiba waktunya sarapan, Matteo menyeret Juliet untuk turun ke lantai satu. Dia tidak mengatakan bahwa matahari sudah turun dan hari yang mulai cerah. Dia hanya membuka pintu, masuk kamar dan menarik Juliet keluar.
Karena tarikan Matteo, Juliet tersandung beberapa kali. Apalagi di kaki kanannya kini terdapat rantai yang berat. Dia kesulitan mengimbangi kecepatan langkah pria itu.
Saat hampir menuruni tangga, kaki Juliet menabrak ujung meja. Tanpa sadar gadis itu merintih kesakitan.
"Agh..."
Matteo berhenti melangkah lalu menoleh ke belakang. Matanya masih tetap dingin seolah pria itu masih menyimpan amarah karena kejadian di bar tadi. Di melirik kaki Juliet, dan dia dapati darah yang mulai keluar dari kuku jempolnya.
"Kau benar-benar sangat lemah."
Selanjutnya, dia mengangkat tubuh Juliet dan mulai menuruni tangga. Gadis itu secara naluriah melingkarkan tangannya di leher Matteo. Berbeda dengan saat Matteo membawanya untuk mandi, kini Juliet tidak membuat perlawanan.
Setelah sampai di ruang makan, Matteo menurunkan Juliet di kursinya. Di sana sudah terdapat sepiring nasi goreng beserta air putih. Namun, Juliet tidak melihat adanya makanan lain selain di piring miliknya. Apa pria itu sudah sarapan sebelumnya?
"Kau.. Dimana makananmu?"
Tanpa sadar Juliet bertanya. Matteo terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba. Dia lalu duduk di samping Juliet, menatap gadis itu dalam waktu yang cukup lama sebelum akhirnya menjawab.
"Aku hanya membuat satu piring. Bibi tidak datang di hari libur, jadi tidak ada yang masak hari ini."
Juliet terkejut saat pria itu mengatakan bahwa dia yang membuat makanan itu. Sebelumnya meja makan memang sering penuh dengan berbagai macam makanan. Entah itu di waktu sarapan, makan siang atau makan malam.
Namun, kali ini wanita paruh baya yang sering memasak di dapur tidak datang karena akhir pekan. Jadi, sepertinya Matteo yang akan menyiapkan makanan untuk sehari penuh.
"Makanlah cepat."
Juliet mulai mengambil setiap sendok nasi goreng tersebut. Rasanya tidak buruk. Meskipun pria itu sangat menakutkan, ternyata dia cukup baik saat berada di dapur.
Setelah Juliet menghabiskan makanannya, Matteo beranjak lebih dulu. Dia pergi ke ruangan lain untuk mengangkat telepon. Sementara itu, Juliet pergi ke dapur untuk mencuci piring yang barusan dia pakai.
Namun, saat dia melewati tempat sampah di bawah kompor, dia melihat banyak nasi gosong yang benar-benar tidak layak untuk di makan. Karena semakin penasaran, dia mendekat untuk memperjelas pandangannya. Tidak di ragukan lagi, tempat sampah itu memang penuh dengan nasi hitam. Sepertinya Matteo cukup bekerja keras untuk membuatkan Juliet sepiring nasi goreng.
Setelah Matteo menyelesaikan pembicaraannya lewat telepon, dia kembali pada Juliet. Dia melihat gadis itu masih diam mematung di dekat kompor. Dia pikir Juliet mungkin sedang memikirkan berbagai macam cara untuk melarikan diri dengan bantuan api?
"Apa yang kau lakukan di sana? Hentikan pemikiran konyol itu dan kemarilah."
Juliet menoleh dengan cepat. Dia menatap Matteo dengan tatapan iba, seolah baru saja menyaksikan hal menyedihkan yang terjadi pada pria itu. Matteo menatap bingung. Dia lalu mendekat untuk menyeret Juliet kembali ke kamarnya.
"Apa yang--"
Dia berhenti di tengah jalan. Saat dia melihat nasi gosong itu memenuhi tempat sampah, dia memalingkan wajahnya. "Sial, memalukan." Batinnya terus bergumam.
"Apa kau belum sarapan?"
Juliet tiba-tiba bertanya. Lagi-lagi pertanyaan dari gadis itu membuat Matteo terkejut. Dia menoleh dan menatap gadis itu sekali lagi.
"Jika aku mengatakan belum, apa kau akan membuatkannya untukku?"
Matanya tampak mengejek, namun hatinya penuh harapan. Dia memang berharap bisa makan masakan Juliet, meskipun itu sangat mustahil mengingat betapa gadis itu sangat membencinya.
Juliet menghela nafas berat, lalu mulai mencari sesuatu untuk bisa di masak di kulkas. Setelah mendapat daging dan beberapa sayuran, dia mulai menyalakan kompor dan masak makanan Prancis.
Matteo menatapnya kagum. Dia memang tahu bahwa Juliet seorang gadis yang bekerja di restoran, namun dia tidak menyangka gadis itu sangat ahli.
Setelah beberapa menit, makanan siap untuk di sajikan. Juliet membawa makanan itu dan meletakannya di meja makan. Setelah dia melihat Matteo duduk dan makan, dia kembali naik ke lantai dua.
"Tunggu. Kau mau kemana?"
Saat Matteo bertanya, Juliet menjawab tanpa menoleh, "Kembali tidur."
"Jangan mencoba memotong rantai dengan pisau atau memecahkan jendela dan terjun ke luar."
Juliet tidak membuat tanggapan. Dia melanjutkan langkahnya tanpa menjawab Matteo. Di balik itu, dia sangat ingin melemparkan piring penuh makanan itu ke wajahnya.
*
*
*
Setelah hampir tiba waktu makan siang, dia mengambil kotak P3K lalu masuk ke dalam kamar. Di sana memang terlihat Juliet yang tengah tertidur nyenyak. Dengan selimut besar yang menutup tubuh hampir sepenuhnya, gadis itu tampak seperti malaikat.
Apalagi matanya yang terus memancarkan permusuhan kini tertutup dan terlihat sangat baik. Matteo mendekat lalu meraih salah satu kaki Juliet, yang beberapa saat lalu mengeluarkan darah di kukunya.
"Anjing bodoh ini.. Apa sulitnya mendengarkanku dan tinggal disini dengan nyaman? Kau terlalu banyak melawan."
tar lanjut lagi sa kalo dokter nya udah pergi