Elisabet Stevani br Situmorang, tadinya, seorang mahasiswa berprestasi dan genius di kampusnya.
Namun, setelah ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi, Elisabet kecewa dan marah, demi menghibur dirinya ia setuju mengikuti ajakan temannya dan kekasihnya ke klup malam, ternyata ia melakukan kesalahan satu malam, Elisabet hamil dan kekasihnya lari dari tanggung jawab.
Karena Ayahnya malu, untuk menutupi aib keluarganya, ia membayar seorang pegawai bawahan untuk menikahi dan membawanya jauh dari ibu kota, Elisabet di kucilkan di satu desa terpencil di Sabulan di Samosir Danau toba.
Hidup bersama ibu mertua yang yang sudah tua dan ipar yang memiliki keterbelakangan mental, Elisabet sangat depresi karena keluarga dan suaminya membuangnya saat ia hamil, tetapi karena kebaikan ibu mertuanya ia bisa bertahan dan berhasil melahirkan anak yang tampan dan zenius.
Beberapa tahun kemudian, Elisabet kembali, ia mengubah indentitasnya dan penampilannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jonas Akan Bertemu Kakeknya
Karena pemilik perusahaan penasaran dengan orang yang memegang server computer kantor, jadi, ia meminta untuk melihat orangnya secara langsung, karena setiap kali di telepon yang menjawab suara google.
Setelah Vani mendapatkan informasi perusahaan tersebut, sesuai rencana ia juga berhenti jadi OB dari sana, setelah para pemegang saham itu ia bujuk untuk berinvestasi di kantornya, dengan keuntungan besar yang Vani tawarkan mereka langsung setuju.
Dari sini terlihat kalau uang tidak mengenal persahabatan dan kesetiaan, padahal mereka-mereka semua sudah bekerja sama dengan perusahaan itu selama puluhan tahun, namun, seakan-akan tidak ada artinya saat perusahaan Vani menawarkan keuntungan yang lebih besar mereka langsung setuju, Tanpa memikirkan perasaan Sudung selaku pemilik.
“Will, lu percaya kan tidak ada orang yang benar-benar setia di dunia ini, saat kita menawarkan keuntungan besar, pak Banu langsung setuju, padahal dia sudah berteman dengan daddy sejak lama,” ujar Vani.
“Ya, gue percaya itu."
“Besok, Lo akan memimpin rapat besar itu lagi.”
“Gue lagi sih Van? kan, lu yang pemiliknya.”
“Gue harus bersembunyi dulu, kalau lu yang bicara mereka pasti akan mendengar karena wajah lu itu bisa menyakinkan orang lain, cocok jadi seorang CEO muda,” ujar Vani, ia memuji sahabatnya.
Vani pulang ke rumah, saat ia tiba di rumah di sambut ibu mertua.
“Sudah capek kau inang?”
“Tidak capek … Mama sudah makan?”
“Sudah, tapi, aku mau bicaralah sebentar, karena kamu selalu sibuk kerja jadi aku tidak pernah sempat bicara.”
‘Aduh, mudah-mudahan ibu mertuaku ini tidak meminta pulang’ ucap Vani dalam hati.
“Apa Ma?” Ia mendudukkan tubuhnya di kursi meja makan.
“Sebenarnya, aku senang kau bawa ke Jakarta ini, tapi aku bosan di rumah terus jadi sakit badanku.”
“Mama mau ada kegiatan?”
“Bagaimana kalau aku pulang sajalah Nang ke kampung? aku bisa ke ladang.”
“Ma, kalau pulang bagaimana cucumu si Jonas dan aku, kami membutuhkan Mama tetap bersama kami, Eda juga kan lebih senang di sini, tidak ada yang nakal lagi padanya.”
“Benar juga sih kata kau , tapi bagaimana lah, bosan kali aku di rumah.”
“Bagaimana kalau halaman belakang jadi kebun Mama saja, terserah mau tanam apapun di sana, biar ada kegiatan.”
Tapi ada barang-barang sama puing di sana.”
“Besok aku akan suruh orang untuk memindahkan.”
“Baiklah Nang mau,” ujar Inang Lisda.
Sebenarnya bisa di maklumi, biasanya orang yang datang dari kampung yang sudah terbiasa pegang cangkul dan biasa bertani , kalau sudah tiba di Jakarta mereka akan merasa sangat bosan.
Genap dua bulan Vani memboyong ibu mertua dan anaknya ke Jakarta, sebelumnya mereka sudah berunding di kampung. Ibu mertuanya sebenarnya menolak tinggal di Jakarta. Tetapi Vani tidak tega meninggalkan ibu mertuanya di kampung, jadi ia membujuk membawa mereka .
Setelah di janjikan halaman belakang dan komplek samping rumahnya di sewa untuk ladang ibu mertuanya wanita itu setuju, sebenarnya ia juga tidak mau meninggalkan cucu kesayangannya, hanya ia terkadang merasa bosan tidak ada kegiatan selama di Jakarta.
“Makanlah kau Inang, kami masak ayam kampung tadi.”
“Mama yang masak apa mbak?’ Tanya Vani.
“Aku yang masak, si mbak hanya membantu saja.”
“Kalau Mama yang masak, aku langsung bersemangat makan, kalau Mama yang masak rasanya pasti sangat enak,” ujar Vani.
Saat ia makan Inang Lisda menemaninya makan, hubungan mereka bukan seperti menantu dan mertua. Namun, seperti anak dan ibu, bahkan Vani terkadang memanggil ibu mertuanya dengan panggilan’ mama.
Saat duduk berdua tiba-tiba Jonas ikut turun, mama sudah lama pulang?”
“Sudah dari tadi, kok kamu langsung masuk kamar Bang, oppung tinggalin sendiri, Bou mana?”
“Aku baru naik Ma, karena ada PR, bou sudah tidur, capek dia, bou dapat pesanan satu lukisan lagi, bou senang bangat karena lukisannya banyak yang suka,” ujar Jonas.
Anak lelaki genius itu bahkan membuat satu website untuk galeri lukisan Nur, anak lelaki itu punya banyak ide-ide cemerlang dalam memamerkan lukisan bibinya.
“Ma, lihat deh lukisan bou, bahkan di tawar orang luar negeri,” ujarnya memamerkan Ipadnya pada Vani.
“Wah harganya mahal, ini mah kita bisa ajak oppung sama bou jalan-jalan ke Bali,” ujar Vani.
“Ya kan Ma, lukisan bou itu sangat bagus, aku bahkan memberikan hadiah satu lukisan bou, sama guruku.”
“HAAA? Kapan?”
“Kok mama kaget?”
“Sayang ... kalau ada apa-apa tentang sekolah, bilang sama mama,” ujar Vani, ia takut indentitas mereka terungkap sebelum waktunya.
“Guru meminta kami melukis alam di sekitar sekolah, jadi, aku memfoto tampak depan sekolah dan meminta bou melukis dan hasilnya sangat bagus ma, abang dapat nilai seratus,” ujarnya bersemangat.
“Lalu, lukisannya di mana?”
“Guru wali kelasku suka, karena saat aku foto, guru cantikku pas lagi jalan ke arah aku, jadi wajahnya dalam lukisan sangat jelas, lalu aku hadiahkan lukisannya untuk guruku karena dia cantik.”
‘Hadeh buah yang jatuh tidak akan jauh dari pohonnya’ Vani membatin.
“Oh baiklah, tapi lain kali, kalau ada apa-apa kasih tau mama ya.”
“Baik Ma, mau makan lagi gak? Masakan oppung enak bangat, kalau oppung yang masak mama bisa nambah dua kali,” ujar Vani.
Dapat pujian dari menantunya Inang Lisda tersenyum bahagia, Vani tahu, terkadang, wanita atau seorang ibu, bisa merasa senang hanya kerena hal kecil misalkan dengan pujian dan perhatian kecil.
Vani selalu melakukan itu, ia selalu menelepon ke rumah bertanya apa ibu mertuanya sudah makan apa belum, atau ia akan memuji masakannya.
“Oppung tidur duluan saja, mau tidur sama Jonas apa tidur di kamar oppung?”
“Aku tidur di kamarmu saja Mang, sama boumu, gak bisa tidur aku kalau jauh dari kamu,” ujar wanita itu dengan lembut.
Baginya Jonas pembawa kedamaian dalam hidupnya, Inang Lisda sangat dekat dengan Jonas, bahkan tidur juga masih satu kamar bertiga sama seperti saat di kampung dulu, mereka bertiga tidak bisa dipisahkan.
“Bang, mereka meminta ingin mengenalmu, apa kamu bisa?”
“Aku kan masih kecil Ma, masih di bawa umur, mereka pasti tidak percaya kalau aku yang melakukannya.”
“Buktikan pada mereka kalau kamu mampu mengerjakannya, tapi jangan sampai ketahuan siapa kamu dan jangan pernah menyinggung tentang mama kalau mereka bertanya, William kan menemani kamu ke sana.”
“Apa aku bertemu papa sama oppung di sana?”
“Ya, tapi kamu harus bertahan, bukan waktunya menunjukkan siapa diri kita, kita harus tetap pada rencana semula. Apa kamu bisa?”
“Ya, Bisa Ma.” jawab Jonas dengan yakin.
Vani sudah menceritakan semuanya pada anaknya tentang siapa dirinya dan kenapa mereka tetap bersembunyi, Jonas taunya Bonarlah bapaknya dan ia juga tahu kalau Sudung ayah dari mamanya. Tetapi, tidak pernah menyebutkan kalau Andre ayah biologisnya, ia hanya bilang kalau ia melakukan kesalahan di masa lalu dan hamil dari lelaki lain, walau seperti itu ia tetap bilang kalau Bonar tetaplah bapaknya, bukan karena hubungan darah, tetapi karena marga yang tersemat di belakang nama Jonas adalah marga dari Bonar.
Apakah Jonas berhasil melakukan misinya?
Bersambung.