Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.
Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.
Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ruby Resto & Cafe
Kempauan Sean dalam mengemudi rupanya tak perlu diragukan lagi dalam situasi terjepit seperti saat ini. Sempat tertinggal jauh dari taksi yang membawa Ruby dan juga Kiran, Sean tancap gas dan bergerak gesit layaknya pembalap. Meliuk dan mulai mendahului kendaraan lain yang seakan menahan laju pergerakan kuda besinya. Beruntung Sean sempat mengingat nomor plat taksi online, hingga tak kehilangan jejak dan dapat menemukan taksi yang dicari meski memakan waktu.
Taksi mulai memasuki gang perumahan. Meski ukuran jalan mulai sempit namun keadaan sekitar terbilang masih ramai. Dari jarak aman aman Sean terus mengikuti pergerakan taksi yang membawa sang mantan istri, hingga tak berapa lama taksi itu pun tepat berhenti di depan halaman rumah sederhana berukuran mungil tersebut.
Sean menghentikan laju kuda besi, bahkan mematikan mesin. Dalam diam dia tetap memperhatikan Ruby yang mulai menuruni taksi dan mulai melangkah menuju rumah.
Pintu rumah terbuka, seorang perempuan paruh baya menyambut dengan senyum terulas di bibir. Sampai ketiga perempuan itu masuk dan menutup pintu rapat, Sean masih terdiam tanpa mengalihkan pandangan.
Rupanya ada satu hal penting yang tak pernah ia tau dari kehidupan istrinya dulu. Selama menikah Ruby bahkan tak pernah membawanya ke rumah ini, namun dari interaksi yang cukup dekat antara Ruby dan pemilik rumah, tidak mungkin jika mereka orang-orang yang baru saja Ruby kenal.
Lantas siapa mereka?.
Ruby sebatang kara. Begitulah yang Sean tau. Mantan istrinya itu hanya memiliki Rahayu dan teman-teman panti yang sudah dianggapnya saudara. Selepas menikah dengannya pun Ruby lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Keluar hanya sesekali, itu pun bersamanya atau dengan Margareth, Ibunya.
Sean masih terdiam di dalam mobil. Terasa enggan untuk beranjak. Ia ingin tetap berada di sini. Di dekat Ruby, agar bisa menatapnya kapan pun ia mau.
Pria itu mengusap wajah kasar sebelum akhirnya menghidupkan mesin kendaraan dan mulai menjalankannya. Sean sadar, tidak sepatutnya ia berbuat demikian. Tau akan tempat tinggal Ruby, sudah menjadi sebuah keberuntungan dan itu pun sudah lebih dari cukup baginya.
💗💗💗💗💗
Dalam langkah kakinya memasuki sebuah hunian, Sean mengulas senyum tipis. Kejadian akhir-akhir ini sungguh mengingatkannya pada peristiwa dua tahun lalu. Kejadian saat ia berjuang untuk bisa mendapatkan Ruby, kini terjadi kembali.
Sean masuk ke dalam kamar, berada di sebuah rumah yang baru beberapa hari ini ia tempati. Sean bahkan rela meninggalkan rumah megah dan keluarganya di kota XX untuk bisa berada di dekat Ruby. Katakanlah Sean bucin, tapi memang begitulah nyatanya.
Rumah berukuran sedang yang hanya dihuni dirinya sendiri, terasa begitu sepi. Bukan hanya untuk mendekati Ruby, namun Sean tinggal di kota ini juga untuk menjauhi Margareth yang tak pernah patah arang untuk terus menjodohkannya dengan seseorang. Jika semasa menduda dulu dirinya hanya cuek dan terkesan masa bodoh bila dipertemukan dengan gadis pilihan sang Ibu, maka selepas bertemu kembali dengan Ruby, ia sunguh-sungguh tak berminat dan spontan menolak bahkan saat Ibunya baru saja mengucap kata perjodohan.
Sean membersihkan tubuh. Hari ini bukan hanya tubuhnya yang lelah namun juga hatinya. Saat melihat Wira berniat mengantar Ruby, rasa tidak sukanya mulai terpancar. Saat itu ia bisa saja diam dan membiarkan Wira, namun dari sudut hati terdalam dirinya tak rela hingga pura-pura menegur. Sesuai dugaan, Wira pun urung memberi tumpangan. Dalam situasi ini tentu Sean lah yang merasa menang.
Apakah manager itu menyukai Ruby?.
Sean keluar dari kamar mandi dengan selembar handuk putih yang melingkar di bagian pinggang hingga lutut. Tubuhnya sudah terasa segar, begitu pun fikirannya.
"Ruby," gumam Sean saat menatap pantulan tubuhnya dari kaca. "Aku merindukanmu, Ruby. Sangat-sangat rindu." Sean mengusap wakahnya kasar. Kenapa rasanya sesakit ini saat tak bisa menyentuh seseorang yang kita cintai.
Selepas berganti pakaian, sean menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa. Satu tangannya bergerak meraih album foto kumpulannya bersama Ruby. Satu-satunya album foto yang selamat dari bara api sebab terselip ditumpukan berkas-berkas kerja Sean.
Sean menciumi sampul album foto beberapa kali sebelum membukanya. Ingin rasanya ia berteriak, mengingat betapa kejam dirinya yang tanpa perasaan membakar seluruh barang-barang di rumahnya yang bersangkutan dengan Ruby.
Maafkan aku, Ruby.
Begitu lembaran foto mulai terlihat, Sean sontak menghela nafas yang mendadak sesak. Ada beberapa foto pernikahan dan beberapa momen yang sempat ia abadikan lewat kamera saat berdua. Sean menutup kembali album foto, ia tak sanggup untuk melihatnya kembali. Ruby terlalu berarti. Sean tak sanggup, tak akan sanggup jika hidup dalam lingkaran sesal seperti ini.
Bel rumah beberapa kali dikan dari luar. Sean bangkit sebab ia merasa memiliki janji temu dengan seseorang.
"Selamat malam, Tuan Sean Fernandez," sapa seorang pria berpakaian serba hitam yang menjadi tamu Sean.
"Malam," jawab Sean. "Masuklah," titah Sean seraya membuka pintu rumahnya lebar, memberi akses sang tamu untuk masuk.
"Terimakasih."
Sean meninggalkan tamunya, menuju meja kerja kemudian menuliskan sesuatu dalam lembaran kertas. Tak berapa lama, Sean kembali dan memberikan kertas tersebut pada tamunya.
"Cari informasi sebanyak-banyaknya dari pemilik rumah di alamat yang kutulis, terutama perempuan ini." Sean mengulurkan selembar foto pada sang pria.
Pria yang bekerja sebagai mata-mata dan juga mengenal baik Sean itu, mengamati wajah dari perempuan dalam lembaran foto.
"Dia Ruby, mantan istriku," ucap Sean begitu melihat sorot mata penuh tanya dari pria di depannya.
"Baik. Saya akan memberi informasi seakurat dan secepat mungkin, untuk anda, Tuan Sean."
"Aku butuh bukti, bukan sekedar janji."
Pria mata-mata itu tergelak, kemudian menyimpan kertas beserta foto Ruby dalam sebuah tas hitam berukuran mungil.
"Tuan tidak perlu khawatir, dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam maka apa yang Tuan inginkan, sudah berada di tangan saya." Sang mata-mata kembali menegaskan agar Sean tak perlu meragukan keberhasilannya dalam bekerja.
"Baiklah, aku pegang kata-katamu." Pria itu menundukkan kepala dan lekas pamit dari hadapan Sean.
Sean msnghela nafas. Hamya dengan cara seperti inilah dia akan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang sang mantan istri. Mulai dari tempat tinggal, keluarga yang tinggal bersamanya juga kehidupannya selama ini selepas berpisah darinya.
Ruby Resto & Cafe, Restoran yang ia miliki sekaligus tempat kerja bagi Ruby, adalah sebuah bangunan yang sejatinya akan Sean persembahkan untuk Ruby sebagai bentuk rasa cintanya. Sean mendesain khusus dan memberinya nama serupa nama sang istri. Ia juga sengaja memilih kota sebelah sebagai tempat berdirinya bangunan, bermaksud agar Ruby tak curiga dan setelah bangunan terbangun sempurna, barulah Sean akan menujukannya pada Ruby sebagai kejutan. Akan tetapi, realita tak sesuai ekspektasi. Mereka bercerai bahkan sebelum Resto resmi dibuka.
"Andai kau tau, Ruby. Resto tempatmu bekerja adalah Resto yang sebenarnya akan aku hadiahkan padamu sebagai bentuk kasih sayang. Tapi sekarang, aku bisa apa Ruby." Sean tergugu pilu. Teringat akan Ruby yang meninggalkan Rumah tanpa membawa apa pun dari rumahnya termasuk uang dan perhiasan yang perempuan itu miliki setelah menikah dengannya.
Semoga selama ini kau bisa hidup dengan baik, meski tanpa uang dariku.
Tbc.
beberapa bulan silam sebelum . Sean sengaja memilih tempat yang berada di luar kota, agar tak dic
la ini malahan JD bencana gr2 percaya Sama mamaknya