Di tengah kesibukan kota modern yang serba cepat, Ferdy, seorang pria yang dulunya memiliki segalanya, kini menjadi pecundang. Ditinggal istri yang telah meninggalkannya, Ferdy merasa hidupnya hancur dan tak memiliki arah. Kesehariannya dipenuhi dengan kesedihan dan keraguan, mengingat kembali kejatuhannya dari puncak keberhasilan hingga menjadi seseorang yang tidak diperhitungkan.
Suatu hari, untuk melarikan diri dari kenyataan pahitnya, Ferdy memutuskan untuk pergi ke gunung, mencari ketenangan dan mungkin sebuah jawaban. Dalam perjalanan menuju puncak, ia terperosok ke sebuah gua misterius yang tersembunyi dari pandangan umum. Di dalam kegelapan gua itu, Ferdy menemukan sebuah gelang antik yang mengeluarkan cahaya lembut. Tanpa disadari, gelang itu adalah kunci dari sebuah sistem kekayaan dan kekuatan yang tak terbayangkan sebelumnya.
bagaimana cerita ferdy bangkit dari keterpurukan menuju ke kekuasaan tetapi masih memiliki kebaikan dan membantu sesama yang kesusahan dan menderita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F3rdy 25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang-orang mencurigakan
Ferdy berpamitan dengan sahabat-sahabatnya di basecamp ojol. “Gue ada urusan dulu, nanti balik lagi ya!” katanya sambil tersenyum.
Teman-temannya tidak merasa curiga. Mereka sudah terbiasa dengan kebiasaan Ferdy yang tiba-tiba pergi. Tapi kali ini berbeda, Ferdy sebenarnya menyembunyikan sesuatu.
Saat berkendara, Ferdy melihat di kaca spion sebuah mobil hitam yang mencurigakan mengikuti di belakangnya.
Bukannya merasa khawatir, Ferdy justru tersenyum. *"Akhirnya... mereka mulai bergerak,"* pikirnya dalam hati.
Mobil hitam itu terus membuntutinya hingga Ferdy tiba di sebuah hutan sepi di pinggiran kota.
Ferdy memarkir motor dan dengan tenang menyalakan sebatang rokok, menghirup dalam-dalam sebelum menghembuskan asap ke udara.
Beberapa menit kemudian, mobil hitam itu berhenti tak jauh darinya.
Pintu mobil terbuka dan delapan orang turun, berjalan mendekat ke arah Ferdy. Suara langkah kaki mereka terdengar jelas di antara heningnya hutan.
Ferdy tetap tenang, bahkan senyum tipis muncul di bibirnya senyum mengerikan seperti seorang psikopat yang menemukan buruannya.
Salah satu dari mereka, seorang pria besar berbadan kekar, maju ke depan. "Lu Ferdy, kan?" tanyanya dengan nada kasar.
Ferdy mengangguk sambil membuang puntung rokoknya ke tanah. "Apa urusan lu sama gue?"
Pria kekar itu mendekat, wajahnya penuh kebencian.
"Bos kami yang ngirim kita. Dia nggak suka sama lu, apalagi setelah insiden di rumah sakit. Lu harus bayar untuk semua yang udah lu lakuin!"
Ferdy tertawa kecil, tapi mata dinginnya mengamati keenam orang itu dengan seksama.
“Lucu juga. Kalian pikir berenam cukup buat ngelumpuhin gue?”
Tanpa aba-aba, salah satu dari mereka melayangkan pukulan ke arah Ferdy.
Tapi Ferdy dengan mudah menghindar, tubuhnya bergerak lincah seperti angin.
Pertarungan pun tak terelakkan. Saling serang, saling pukul, dan saling menghindar terjadi.
Ferdy sebenarnya bisa dengan mudah menghabisi mereka semua, tapi dia menahan diri, seolah ingin bermain-main lebih lama.
Di tengah pertarungan, suara deru motor terdengar. Enam motor besar datang dengan dua orang di atas masing-masing motor, mengenakan pakaian serba hitam.
Mereka melompat turun dan langsung membantu Ferdy dalam pertarungan.
Dengan gerakan cepat dan terlatih, mereka memukul mundur lawan-lawan Ferdy.
Sekejap, kedelapan orang itu sudah terkapar di tanah. Ferdy melangkah mendekati salah satu dari mereka, menarik kerah bajunya dan menggenggam erat lehernya.
“Siapa yang nyuruh kalian, ha?!” tanya Ferdy dengan nada mengancam.
Pria yang lehernya digenggam Ferdy terengah-engah, tapi akhirnya menjawab.
“Dika… Dika yang nyuruh kami... Dia nggak bisa terima lu nolong cewek itu...”
Amarah Ferdy memuncak, Dengan satu gerakan cepat, ia mematahkan leher pria itu.
Tubuhnya terkulai lemas, tak bernyawa lagi. Ferdy berdiri dan menghadap ke arah pasukan yang baru datang.
“Tugas kalian bersihkan tempat ini. Jangan sampai ada yang tahu apa yang terjadi di sini,” perintah Ferdy dengan nada tegas.
Salah satu dari mereka, Raka, komandan *Universe Army*, mengangguk.
“Baik, Bos. Kami akan bereskan semuanya.”
Raka segera memimpin anggotanya membersihkan tempat kejadian, memastikan tidak ada jejak yang tertinggal.
Ferdy melihat mereka bekerja dengan efisiensi luar biasa sebelum dia memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu dan kembali ke basecamp ojol.
---
Sesampainya di basecamp, Ferdy disambut oleh teman-temannya yang masih asyik bercanda dan bermain kartu.
Warto yang melihat Ferdy langsung tertawa,
“Cepet amat baliknya, Ferd. Kirain pergi jauh!”
Ferdy tersenyum tipis. “Yah, urusannya cepat kelar.”
Mereka melanjutkan obrolan ringan, bercanda seolah-olah tidak ada hal serius yang baru saja terjadi.
Ryan mulai menceritakan kisah konyolnya tentang penumpang yang meminta diantar ke tempat antah berantah, dan semua tertawa terbahak-bahak.
Namun tawa mereka terhenti sejenak ketika ponsel Ferdy berbunyi. Ayla menelepon.
“Ada apa, Ayla?” tanya Ferdy sambil menjauh sedikit dari teman-temannya untuk berbicara lebih privasi.
“Ferdy, bisa bantu jemput aku di rumah sakit? Aku dan orang tuaku mau pulang sekarang.”
“Baik, aku segera ke sana,” jawab Ferdy dengan nada lembut.
Ferdy segera pamit kepada teman-temannya dan pulang untuk membersihkan diri.
Setelah mengganti pakaian, ia mengambil mobil SUV hitamnya dan meluncur menuju rumah sakit.
---
Di parkiran rumah sakit, Ferdy melihat Ayla dan kedua orang tuanya sudah menunggu di depan lobi.
Mereka tampak sedikit lelah, tapi wajah Ayla tetap terlihat manis dengan senyum di bibirnya.
Ferdy segera turun dari mobil dan membantu memasukkan barang-barang ke dalam bagasi.
“Kalian bawa banyak barang juga, ya,” kata Ferdy sambil mengangkat koper besar milik orang tua Ayla.
“Iya, perkiraan ibu dan ayah bakalan lama dirumah sakit tapi malah hanya dua hari udah boleh pulang.” jawab Ayla sambil tersenyum.
Setelah semuanya beres, Ferdy mengantar mereka ke rumah Ayla.
Rumah keluarga Ayla berada di bagian tengah perumahan Bukit Indah, tidak terlalu jauh dari rumah Ferdy yang berada di bagian paling belakang.
Sesampainya di depan rumah Ayla, mereka disambut oleh Rizal, yang langsung berlari menghampiri ibunya.
“Mama, Mama, kamu udah pulang!” serunya senang.
Ayla membelai kepala Rizal sambil tersenyum,
“Iya, Mama udah pulang.”
Ferdy berdiri di samping mereka, memperhatikan kehangatan antara ibu dan anak itu.
Rizal tiba-tiba menatap Ferdy dengan mata berbinar.
“Om Ferdy, mau main bola lagi sama aku?”
Ferdy tersenyum. “Lain kali, ya. Om Ferdy ada urusan dulu.”
Setelah membantu Ayla dan orang tuanya masuk ke dalam rumah, Ferdy berpamitan.
“Kalau butuh apa-apa lagi, kabari saja,” kata Ferdy sebelum melangkah pergi.
Ayla tersenyum manis. “Terima kasih, Ferdy. Hati-hati di jalan.”
Rizal melambaikan tangan kecilnya ke arah Ferdy, “Dadah, Om Ferdy!”
Ferdy melambaikan tangan sambil tersenyum.
Dalam perjalanan pulang, pikirannya terus melayang pada Ayla dan Rizal.
Ada perasaan hangat yang muncul dalam dirinya, perasaan yang belum pernah ia rasakan sejak lama. Ia tersenyum bahagia di balik kemudi, seolah menemukan secercah kebahagiaan baru yang tak disangka-sangka.
---
Malam harinya, Ferdy kembali ke rumahnya yang megah di bagian belakang perumahan Bukit Indah.
Setelah masuk ke dalam, ia langsung menuju kamarnya. Begitu pintu tertutup, suara Sisum terdengar di dalam kepalanya.
“Ferdy, ada laporan dari *Universe Army*. Mereka sudah menyelesaikan pembersihan di lokasi tadi. Tidak ada jejak yang tersisa.”
Ferdy mengangguk. “Bagus. Pastikan mereka tetap berjaga-jaga. Dika pasti akan mencoba lagi.”
Sisum terdiam sejenak sebelum melanjutkan, “Dan satu lagi... Aku bisa merasakan bahwa perasaanmu terhadap Ayla semakin dalam.”
Ferdy tertegun sejenak. “Ya, mungkin... tapi ini rumit, Sisum.”
“Kau harus jujur pada dirimu sendiri, Ferdy. Hidup tidak hanya tentang balas dendam dan kekuatan. Kau pantas mendapatkan kebahagiaan.”
Ferdy tersenyum kecil, namun matanya memandang jauh ke luar jendela. “Aku tahu, Sisum. Aku hanya belum siap.”
Suara Sisum mereda, memberikan Ferdy ruang untuk merenung.
Di tengah kekuatan yang ia miliki, di tengah pertempuran dan tantangan, Ferdy menyadari bahwa ada satu hal yang selalu sulit ia kendalikan perasaannya.
Dan sekarang, dengan hadirnya Ayla dan Rizal, mungkin sudah saatnya ia membuka hati untuk kebahagiaan yang baru.
---