Kata orang, beda antara cinta dan benci itu sangat tipis. Kita bisa begitu mencintai dan sangat mudah berubah menjadi benci, begitu pula sebaliknya.
Begitupun kisah Cinta Arjuna, dimana benci mengalahkan logika. Namun, berubah menjadi cinta yang tidak terkira dan sangat pas rasanya disebut budak Cinta.
Zealia Cinta yang harus menderita dengan mengorbankan hidupnya menikah dengan Gavin Mahendra agar perusahaan yang dirintis oleh Omar Hasan (ayahnya) tetap stabil. Hidupnya semakin kacau saat dia menggugat cerai Gavin dan menjadi kandidat pengganti CEO di perusahaan tempatnya bekerja.
Arjuna Kamil, putra pemilik perusahaan menuduh Zea ada main dengan Papanya. Berusaha mendekati Zea untuk membuktikan dugaannya.
Siapa dan bagaimana rasa benci dan cinta mereka akhirnya berbalik arah? Simak terus kelanjutan kisah Zea, Arjuna dan Gavin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Ingin Peluk
"Lo kalau ngomong jangan asal, tau sendiri gue nggak percaya cinta jadi nggak mungkin menikah dalam qaktu dekat."
"Nggak percaya cinta tapi mepetin Cinta terus," ejek Leo membuat Arjuna mendelik kesal. "Kamu tahu keluarga Mahendra?"
Arjuna bergeming.
"Ayolah, coba pikir siapa Mahendra?"
Arjuna menoleh, "Gavin Mahendra?"
"Betul. Jadi yang semalam menjenguk Pak Abraham adalah Pak Mahendra Ayah dari Gavin, suami Zealia Cinta."
"Mantan suami, catat itu," ketus Arjuna. "Aku tidak tahu kalau Papi ternyata mengenal mereka.
"Yang aku simpulkan dari obrolan mereka, Pak Abraham dan Pak Mahendra itu teman lama. Pak Mahendra punya anak perempuan dan ada obrolan menarik dimana ada pembahasan mengenai perjodohan. Walaupun Pak Abraham tidak menolak atau tidak menerima, tapi aku yakin kalau beliau memperhitungkan tentang hal ini."
"Gue nggak mau, lo aja sana yang gantiin gue."
"Kenapa nggak mau, sudah mulai tertarik dengan Cinta? Zealia Cinta?"
Arjuna berdecak mendengar ejekan dari Leo. "Sebaiknya kamu cepat menikah saja, biar Pak Abraham tidak memutuskan menerima tawaran keluarga Mahendra."
"Tunggu, Mahendra ... Mauren Mahendra. Semalam gue ketemu Mauren nggak jauh dari kamar Papi, jangan bilang perempuan itu Mauren?"
"Orangnya cantik," puji Leo menggoda Arjuna dengan menaik turunkan alis matanya.
"Gue pernah dekat dengan Mauren, waktu jaman kuliah." ungkap Arjuna.
"Jangan bilang kalau kalian pernah ...."
"Iya dan Mauren ... ah, ogah banget gue. Gue brengsek tapi dia lebih parah cuy."
"Mungkin memang sudah takdir kamu begitu, nggak mungkin dong kamu dapat jodoh yang masih orisinil, rugi kalau orang tersebut berjodoh dengan kamu."
"Ah, kamprett. Nggak ada perjodohan, apalagi dengan Mauren." Arjuna beranjak berdiri hendak meninggalkan Leo.
"Hei, ingat tugasmu. Bantu Ucup, dia sudah kehilangan partner kerja beberapa hari ini."
...***...
Zea keluar dari ruangan kerjanya menatap ke arah pantry, sejak tadi menunggu Arjuna. Ajakan makan siang dengan Arjuna bahkan dengan nada mengancam tapi sampai jam istirahat akan berakhir Ajuna belum kelihatan juga.
"Mas Ucup," panggil Zea saat melihat Ucup baru saja keluar dari lift.
"Iya Bu Zea, butuh bantuan saya?"
"Hm, Juna kemana ya?"
"Owh, tadi Juna telepon saya katanya ada tugas dari Pak Leo. Saya jadi sibuk, kerja sendirian. Kayaknya Juna bakal naik jabatan ya, banyak diajak kerja oleh petinggi perusahaan.”
"Begitu ya, lanjutkan lagi deh tugasnya. Maaf sudah menyela tugas Mas Ucup."
"Iya nggak apa-apa toh, kalau Ibu Zea yang ganggu malah saya makin senang."
Zea hanya tersenyum kemudian kembali ke ruang kerjanya. Arjuna tidak mengabari kalau dia ada tugas dari Leo, Zea bahkan tidak sempat keluar untuk makan karena menunggu Arjuna. Sampai jam kerja berakhir, Arjuna tidak kelihatan batang hidungnya. Zea tidak menunggu Arjuna dia berencana kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Omar.
Sampai di kamar rawat inap Omar, berbarengan dengan dokter dan suster yang akan keluar dari kamar setelah kunjungan bangsal.
“Ayah,” panggil Zea sambil berjalan menghampiri hospital bed. Omar saat ini hanya ditemani Lea, putrinya atau adik Zea.
“Wah, lihat aktris utamanya sudah datang,” ejek Lea yang sedang duduk pada sofa.
Zea mengabaikannya lalu duduk di kursi samping bed pasien, “Ayah, maaf aku baru bisa menjenguk ayah,” ujar Zea.
Omar menghela nafas pelan kemudian menoleh ke samping di mana ada Zea.
“Tidak masalah, Ayah tahu kamu sibuk dan semalam kamu sudah datang tapi Ayah sudah tidur. Seharusnya kamu tetap tinggal dan temani Ayah.”
Zea hanya diam, tidak mungkin dia bilang kalau dia pulang karena diusir oleh Ibu tirinya bahkan dengan bonus tamparan di pipi.
“Maafkan Zea Yah.” Zea mengusap punggung tangan Ayahnya yang terbebas dari jarum infus. Menyadari kalau terbaringnya Omar karena beban pikiran akibat perusahaannya yang terancam bangkrut.
“Bukan, ini bukan salahmu. Apa yang terjadi sudah menjadi keputusan kita semua. Kamu memutuskan bercerai dengan Gavin karena pernikahan kalian bukan atas dasar cinta. Perusahaan Ayah goyang karena Gavin kecewa dengan perceraian kalian, Ayah hanya bisa memaklumi dan tidak bisa memaksa kamu untuk berkorban lebih dari yang sudah kamu lakukan.”
“Halah, drama. Ayah jangan lebay, jelas-jelas nasib kita terancam karena dia,” tunjuk Lea pada Zea. “Jangan jadi lembek gitu deh, bilang sama Zea untuk membatalkan perceraiannya,” pekik Lea.
“Lea ....”
“Ayah, cukup,” sela Zea. “Ayah di sini karena butuh perawatan, jangan pikirkan hal lain dulu. Aku akan coba pikirkan solusi untuk perusahaan tanpa harus kembali bersama Mas Gavin, aku masih ingin hidup dengan waras.”
Omar mengusir dengan halus agar Zea tidak menginap, Lea sempat emosi karena dia harus menemani Ayahnya sedangkan Zea diminta pulang. Bukan tanpa alasan Omar mengusir Zea, karena tidak ingi putri sulungnya akan dimaki dan dicaci oleh Ibu tirinya.
Zea masih berada di rumah sakit, duduk di salah satu kursi koridor. Memikirkan solusi apa untuk membantu Ayahnya.
“Ya Tuhan, aku harus bagaimana untuk membantu Ayah. Tidak mungkin aku harus kembali pada Gavin,” gumam Zea.
Ponsel Zea yang berada di dalam tas bergetar. Tangan Zea merogoh ke dalam tas dan mengeluarkan ponsel tersebut, ternyata panggilan dari Gavin. Zea sebenarnya enggan menjawab tapi melihat kondisi orang tuanya, Zea pun akhirnya menjawab panggilan Gavin sekaligus mencari celah untuk membujuk Gavin agar tidak mengancam dan mengganti dengan kerjasama lain.
“Halo.”
“Halo sayang Zea,” ujar Gavin di ujung telepon. “Katanya kamu dari Bali?”
“Hm, ada apa Mas Gavin menghubungiku?”
“Wow, maksudmu aku tidak boleh menghubungi istriku ... eh calon mantan istriku,” ejek Gavin.
Zea hanya bisa mendengus kesal dan tidak ingin berdebat dengan Gavin, apalagi melalui panggilan telepon.
“Aku hanya ingin memastikan apakah kamu benar-benar ingin mengakhiri hubungan ini?”
“Iya dan mulai sekarang tolong jangan hubungi aku lagi.”
“Aku harap kamu tidak menyesal atas keputusan kamu," ancam Gavin kemudian mengakhiri panggilan tersebut.
"Apa maksudnya, pakai acara mengancam segala," lirih Arjuna. Akhirnya Zea menutuskan segera pulang.
Beruntung Zea tidak terjebak kemacetan, tina di apartemen langsung membersihkan diri dan mengenakan piyama.
Belum sempat makan sejak tadi siang karena menunggu janji dengan Arjuna, Zea memasak mie instan sambil bergumam menyalahkan Arjuna.
"Lain kali nggak akan aku percaya Juna, yang ada malah sesat. Bahkan sampai sekarang belum ada kabarnya juga."
Zea menikmati makan siang sekaligus makan malam, sambil memikirkan ancaman Gavin dan solusi untuk perusahaan ayahnya. Tidak menemukan titik terang, Zea akhirnya beranjak ke kamar, berbaring untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Lewat tengah malam ada seseorang yang masuk ke daam apartemen Zea, bisa mengakses passcode pintu otomatis. Lalu menuju kamar dimana Zea berada.
Memandang wanita yang sudah membuat hatinya ketar ketir, bahkan seharian ini dia merasa gila membayangkan harus menikah. Entah karena tidak menyukai wanita yang akan dijodohkan atau memang perasaannya sudah terpatri untuk wanita yang sedang terlelap dihadapannya.
Arjuna akhirnya menaiki ranjang dan berbaring dibelakang tubuh Zea yang berbaring miring. Memeluk tubuh Zea membuat tidur wanita itu terusik.
"Eh, siapa kamu?"
"Stttt, biarkan begini dulu. Aku nggak akan macam-macam, hanya ingin peluk."
"Juna!"
kpn kira2 zea bisa bahagia thor...
angel wes..angel..
piye jun....
bersambung....