Jangan lupa like dan komennya setelah membaca. Terima kasih.
Menjadi tulang punggung keluarganya, tidak membuat Zayna merasa terbebani. Dia membantu sang Ayah bekerja untuk membiayai sekolah kedua adik tirinya hingga tamat kuliah.
Disaat dia akan menikah dengan sang kekasih, adiknya justru menggoda laki-laki itu dan membuat pernikahan Zayna berganti menjadi pernikahan Zanita.
Dihina dan digunjing sebagai gadis pembawa sial tidak menyurutkan langkahnya.
Akankah ada seseorang yang akan meminangnya atau dia akan hidup sendiri selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Pergi jalan-jalan
Sedari tadi, Ayman terus saja tersenyum membuat Doni merasa aneh dengan atasannya itu. Dia merasa pasti sesuatu telah terjadi pada atasannya. Tidak biasanya pria itu tidak fokus pada pekerjaannya seperti tadi. Hanya melamun dan tersenyum.
Ingin menegur pun jadi ragu karena selama ini Ayman selalu melakukan pekerjaannya dengan baik. Namun, jika begini terus sampai nanti pekerjaannya juga tidak akan selesai.
"Maaf, Tuan. Sebentar lagi ada meeting berkas-berkasnya juga belum Anda tanda tangani dan dikirim ke kantor pusat," ucap Doni yang memberanikan diri untuk menegur atasannya karena tidak ingin pekerjaannya terbengkalai. Dia merasa was-was antara takut dan tidak enak.
"Aku sudah menandatanganinya, Pak Doni. Sudah aku kirim juga ke kantor pusat," jawab Ayman dengan santainya.
"Kenapa Anda sendiri yang melakukannya? Kenapa tidak meminta saya?"
"Itu pekerjaan yang mudah jadi, aku bisa melakukannya sendiri dan mengenai meeting nanti, sepertinya tidak perlu. Saya sudah melihat semua laporan yang mereka kirim. Semuanya juga sudah bagus, tidak perlu diadakan meeting lagi."
"Iya, Tuan," sahut Doni dengan ragu.
Dia jadi merasa bersalah karena sudah meragukan kinerja atasannya. Sudah jelas-jelas Ayman adalah orang yang sangat ahli di bidangnya, tetapi pria itu malah tidak percaya.
"Nanti siang aku mau pulang, ya, Pak! Nggak ada pekerjaan lagi, kan?" tanya Ayman dengan tersenyum. Lagi-lagi membuat Doni bingung tentang apa yang terjadi pada atasannya itu.
Meski agak ragu, Doni tetap menganggukkan kepalanya. Bibirnya ingin sekali bertanya mengenai keadaan atasannya, tapi tak satu kata pun mampu keluar dari mulut pria itu. Ayman melanjutkan pekerjaannya dengan senyum terus mengembang di bibirnya.
Doni menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tidak tahu harus senang apa harus sedih karena melihat perubahan yang terjadi pada atasannya. Apakah tinggal di rumah yang tidak layak huni itu membuat Ayman menjadi stress? Sepertinya dia harus memberi laporan pada nyonya besar agar berhenti memberi ujian pada atasannya. Pria itu tidak ingin Ayman nanti tiba-tiba menjadi orang gila.
Andai saja Doni tahu apa yang membuat atasannya seperti itu, pasti dia akan menertawakan kebodohannya karena sudah mengkhawatirkan sesuatu yang tidak perlu.
Sementara di rumah, Zayna memasak untuk makan siang nanti. Dia mendapat pesan dari sang suami jika sebentar lagi akan pulang. Sama halnya dengan Ayman, wanita itu terus saja tersenyum sepanjang hari ini.
"Kenapa aku jadi mesum begini? Selalu memikirkan apa yang terjadi tadi malam. Ah, sepertinya aku harus berendam air dingin supaya menghilangkan apa yang ada dalam otakku," gumam Zayna sambil memukul kepalanya karena tanpa dia sadari telah membayangkan adegan dirinya bersama sang suami.
Tidak berapa lama terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Zayna yakin itu motor sang suami dan benar saja Ayman yang masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Mas, tumben pulang siang hari hanya zaina yang berbasa-basi.
"Tidak apa-apa. Hanya saja hari ini sepi, penumpang tidak seberapa," jawab Ayman sekenanya. Sepertinya pria itu sudah pandai berbohong padahal sebelumnya dia sangat anti berkata dusta.
"Mas, mau makan atau mandi dulu?"
"Aku mau mandi dulu saja. Nggak enak juga bau keringat," ucap Ayman yang diangguki oleh sang istri.
"Aku siapin air hangat dulu."
"Tidak perlu, lebih segar pakai air dingin." Ayman berlalu masuki kamar mandi.
Sementara Zayna menunggunya di ruang makan sambil memainkan ponselnya. Tidak berapa lama, Ayman duduk di samping istrinya. Wanita itu melayani sang suami dengan cekatan. Dia bersyukur karena Ayman tidak pilih-pilih soal makanan. Apa pun yang dimasaknya pria itu akan langsung makan tanpa banyak bertanya.
"Habis ini kita jalan-jalan, ya, Sayang?" tanya Ayman membuat Zayna terbatuk.
Wanita itu benar-benar terkejut. Bukan karena ajakan Ayman, tetapi lebih ke panggilan pria itu padanya tadi. Baru kali ini Ayman memanggil dengan panggilan seperti itu. Agak aneh, tetapi mampu memberi getaran yang tidak biasa di hatinya.
"Kamu hati-hati kalau makan. Kenapa, sih, kayak aneh seperti itu?"
"Nggak apa-apa, Mas. Hanya aneh saja mendengar Mas memanggil seperti itu," jawab Zayna jujur.
"Tidak apa-apa, kan, aku manggil seperti itu?" tanya Ayman yang sebenarnya juga deg-degan memanggil istrinya seperti itu.
"Terserah, Mas, saja bagaimana nyamannya," jawab Zayna dengan menunduk malu.
"Terima kasih jadi, bagaimana kamu mau, kan, pergi jalan-jalan sama aku?" tanya Ayman lagi.
"Memangnya Mas mau ngajak ke mana?"
"Ke mana saja yang kamu mau."
Zayna berpikir sejenak. Dia juga ingin pergi bersama sang suami. Sejak menikah mereka tidak pernah pergi ke mana pun meski hanya untuk makan malam saja.
"Bagaimana kalau ke pantai, Mas. Kata temen-temen pemandangan pantai di sore hari sangat indah. Kita bisa melihat saat matahari terbenam dan itu pasti terlihat sangat romantis." Zayna memberi usul. Namun, sedetik kemudian dia menutup mulutnya karena sudah keceplosan.
Ayman tersenyum melihatnya. Ternyata keinginannya sama seperti Zayna. Berarti pemikiran mereka sejalan.
"Baiklah, kita ke pantai saja. Apa pun keinginan kamu, aku akan berusaha untuk menurutinya."
"Ya sudah, Mas, lanjutkan makannya dulu. Setelah itu kita pergi."
Mereka pun melanjutkan makan siang. Setelah itu Zayna bersiap akan pergi bersama dengan sang suami. Baru kali ini mereka pergi bersama dan wanita itu sangat senang. Sang suami sangat mengerti bagaimana cara menyenangkannya.
Keduanya menaiki motor yang biasa dipakai Ayman. Zayna sama sekali tidak keberatan akan hal itu padahal awalnya sang suami berniat untuk pesan taksi online saja. Akan tetapi, istrinya sendiri yang menolak dan ingin pergi menggunakan motor. Alasannya karena wanita itu merasa bisa lebih dekat dan juga bisa memeluk Ayman.
Ayman dengan senang hati menuruti keinginan sang istri. Pria itu melajukan motornya menuju sebuah pantai yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Pantainya juga cukup bersih dengan pemandangan yang sangat indah. Banyak orang yang datang meski bukan hari libur.
Awalnya Zayna menolak karena dia tahu untuk tiket masuk ke pantai itu cukup mahal, tetapi Ayman berusaha untuk membujuknya dengan mengatakan jika sesekali tidak apa. Wanita itu pun mengiyakan saja, asal nanti saat akan membeli makanan, mereka harus menggunakan uang Zayna. Ayman terpaksa mengangguk saja, toh besok dia bisa memberi uang lebih kepada istrinya.
Ayman dan Zayna duduk di atas pasir yang tidak jauh dari bibir pantai. Keduanya memandangi tiap gelombang yang datang. Angin pantai yang bertiup kencang, menerbangkan tiap helai rambut Zayna. Hal itu justru membuat wanita itu terlihat cantik di mata sang suami.
.
.
.