(Tahap Revisi)
Hani tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran pekerjaan dari sahabatnya, yakni menjadi pelayan di sebuah Villa mewah. Namun nasib naas malah menimpanya di villa mewah itu.
"Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?" seorang wanita paruh baya langsung melabraknya.
"Laki-laki yang burungnya mati suri" Hani mengatakannya dengan judesnya di depan semua orang.
Yuk simak kisahnya hanya di cerita Dihamili Tuan Impoten!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
"Silahkan masuk" tegur Hans kepada Hani yang terlihat bengong memandangi kediamannya.
Mansion mewah bak sebuah istana di film-film terpampang nyata di depan mata Hani. Jujur saja ini pertama kalinya bagi Hani menginjakkan kakinya di mansion mewah orang kaya.
Sementara itu sepuluh pelayan wanita berbaris menyambut kedatangan tuan muda dan nona muda mereka yang sudah resmi menjadi sepasang pengantin baru.
Tanpa mengucapkan sepatah kata Hani mulai menyeret kakinya yang memar memasuki mansion mewah tiga lantai itu. Hans bergegas mengekor di belakangnya diikuti para pelayan wanita.
Tuan Wibowo dan Nyonya Miranda sedang bersantai di ruang tamu sambil mengobrol perihal acara pernikahan Hans dan Hani. Dimana dua pelayan wanita sedang memijit pundak dan melakukan trapis di kedua kaki nyonya Miranda.
"Kenapa kalian tidak menginap di hotel?" tanya Tuan Wibowo melihat kepulangan cucunya.
"Kami sepakat untuk pulang ke rumah saja, kek" jawab Hans dengan tenang.
"Biarkan saja ayah, lagian Hans selalu saja disibukkan dengan pekerjaannya. Walaupun sudah menikah, tetap saja Hans sangat sulit membagi waktunya bersama keluarga" ujar Nyonya Miranda yang begitu rileks di layani kedua pelayan pribadinya.
"Ya sudah, bawa istrimu ke kamar" ucap tuan Wibowo tersenyum.
"Baik kakek" ucap Hans lalu menggandeng tangan Hani, membuat sang empunya tampak menurut-menurut saja, mengingat mereka sedang diawasi oleh keluarga Hans.
Saat akan memasuki lift dengan cepat Hani melepaskan tangan Hans secara kasar lalu melangkah masuk ke dalam lift. Lagi-lagi Hani di buat kagum dengan kediaman Hans yang difasilitasi lift dan seluruh perabot rumah serba mahal. Dan yang menjadi pertanyaannya 'seberapa luas kah rumah mewah ini sampai begitu banyak pelayan berlalu lalang' pikirnya.
Tidak hanya itu, Hani sempat insecure melihat pelayan wanita cantik-cantik dan tinggi-tinggi seperti model, padahal mereka hanya seorang pelayan. Dirinya yang tingginya 160 saja merasa paling tinggi di komplek perumahan permadani, namun melihat pelayan wanita tadi seolah dirinya lah paling pendek diantara mereka.
"Tak ada kontak fisik di antara kita" ucap Hani dengan tegasnya sambil menunjuk kearah Hans.
"Baiklah, aku akan menjaga jarak denganmu" balas Hans lalu menekan tombol angka tiga.
Mereka saling menjaga jarak, hingga pintu lift terbuka lebar, Hans bergegas keluar dari lift diikuti Hani yang mengekor di belakangnya dengan langkah lambat, mengingat gaun pengantin yang super berat yang melekat di tubuhnya membuatnya sedikit kesulitan berjalan.
Tiga pelayan wanita, salah satunya adalah kepala pelayan. Mereka dengan hormat membungkukkan setengah badannya lalu mempersilahkan tuan muda dan nona muda mereka masuk ke dalam kamar dan diyakini itu adalah kamar Hans.
"Perkenalkan nama saya Anne, kepala pelayan di mansion ini. Saya yang akan menyiapkan segala keperluan nona bersama Mira dan Mita" ucap kepala pelayan bernama Bu Anne memperkenalkan diri sekaligus memperkenalkan dua pelayan senior.
"Mira"
"Mita"
Mereka kompak memperkenalkan diri pada nona muda nya. Sementara Hani hanya mampu tersenyum ramah melihat tingkah kedua pelayan itu yang tidak begitu serius, beda halnya dengan Bu Anne.
"Baik Bu Anne terima kasih dan mohon bantuannya ya. Oh iya, aku belum perkenalkan diri, namaku Hani Handoko, kalian bisa memanggilku Hani dan tak perlu pakai embel-embel nona" ucap Hani dengan ramahnya.
"Kalau yang satu itu, maaf nona kami tidak bisa melakukannya" ucap Bu Anne dengan sopan.
"Ya sudah terserah kalian saja, mana yang menurut kalian baik" ucap Hani tidak ingin ambil pusing.
"Kami akan membantu nona Hani melepaskan gaun pengantinnya dan riasan di wajahnya" ucap Bu Anne memberitahu.
"Ya sudah lakukan dengan baik" ucap Hans setuju-setuju saja.
"Benarkah, aku sangat gerah dengan gaun pengantin ini, beratnya mengalahkan tabung gas milik bibi ku" ucap Hani dengan polosnya.
Membuat Hans tersenyum tipis mendengar ucapannya. Hans memilih melangkah masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.
Sementara Hani sedang dibantu kedua pelayan wanita melepaskan gaun pengantinnya.
"Akhirnya aku terbebas dari gaun pengantin ini" ujar Hani sambil bernafas lega melihat gaun pengantinnya di pegang oleh pelayan bernama Mita.
Bu Anne tersenyum tipis dan merasa lucu melihat sikap nona muda nya. Ternyata yang dikatakan tuan besar memang benar adanya, istri dari tuan muda nya sangat pemberani dan juga menyenangkan.
Dua pelayan wanita begitu cekatan menghapus make up Hani.
"Biar aku saja yang menyelesaikannya, kalian boleh pergi" ucap Hani mengusir kedua pelayan itu.
"Tapi nona, kerjaan mereka belum selesai dan setelah ini, kami akan membantu nona membersihkan diri" jelas Bu Anne.
"Astaga, kalian pikir aku anak kecil yang tidak tahu membersihkan diri. Aduh, jangan deh, selesai atau tidak selesai, biar aku saja lanjutkan" timpal Hani sambil memutar bola matanya.
"Bukan seperti itu nona, tugas kami memang harus melayani nona dengan baik" ucap Mita dan Mira dengan kompaknya.
"Aku menganggap pekerjaan kalian selesai, oke" ucap Hani tersenyum sembari merapikan kimono seksi melekat di tubuhnya.
"Sebaiknya kita keluar saja Bu Anne, sepertinya nona Hani tidak mau diganggu. Maklum pengantin baru" bisik Mita kepada Bu Anne. Tampak Bu Anne sempat berpikir sejenak lalu setuju dengan ucapan Mita.
"Kalau begitu kami permisi dulu, jika nona butuh sesuatu, maka panggil kami lewat saluran telepon" ucap Bu Anne sambil menunjuk gagang telepon di samping pintu.
"Oke, Bu Anne" ucap Hani sambil menaikkan jempolnya, lalu mengantar Bu Anne dan dua pelayan sampai ke pintu.
Setelah memastikan mereka keluar, Hani langsung menutup pintu kamar lalu menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Kamarnya sangat luas, tapi tempat tidurnya cuma satu. Dimana aku akan tidur malam ini, aku tidak ingin satu ranjang dengannya" gumam Hani sambil memandangi kamar Hans yang sangat luas dengan perabot mewah.
Hani melangkah pelan mendekati kursi meja rias, namun langkahnya terhenti saat mendengar pintu kamar mandi terbuka dan muncullah sosok Hans yang hanya bertelanjang dada dengan handuk terlilit di pinggangnya.
Hans merasa sedang diperhatikan, dia langsung mengalihkan pandangannya kearah Hani, hingga pandangan mata mereka bertemu dan terkunci beberapa detik.
Hans menelan ludahnya dengan susah payah melihat penampilan Hani yang sangat seksi malam ini.
"Sial, milikku langsung terbangun hanya melihatnya" gumam Hans yang langsung merasa gerah, pasalnya burungnya dibawah sana sudah menegang.
Hans berbalik badan dan melangkah cepat masuk ke dalam kamar mandi, dia harus menuntaskan hasratnya di dalam kamar mandi.
"Bersabarlah, perjalanan kita masih panjang" ucap Hans yang kembali melakukan ritual mandi.
Sementara Hani kembali duduk di kursi meja rias sambil menghapus sisa-sisa make up nya.
"Aneh sekali, mungkin dia kebelet" ucap Hani sambil menunggu Hans keluar dari kamar mandi.
Tak berselang lama kemudian, Hans keluar dari kamar mandi, Hani segera berjalan menuju kamar mandi.
"Apa yang dia lakukan di dalam kamar mandi, lama sekali" gumam Hani dengan kesalnya.
Tak sengaja Hans mendengar ucapannya, namun Hans tidak mau berbalik badan untuk melihatnya, jangan sampai dia mandi ketiga kalinya.
Kini Hans sedang duduk di sofa sembari menunggu Hani yang sedang berpakaian di ruang ganti. Tak lama kemudian, terlihat Hani mulai melangkah tertatih-tatih mendekati sofa.
"Kenapa dengan kaki mu?" tanya Hans menghampirinya lalu berjongkok di hadapannya.
"Minggir, jangan menghalangi jalan ku, aku tidak segan-segan untuk menendang mu" ucap Hani dengan ancamannya.
"Kaki mu memar, kenapa kamu tidak bilang dari tadi" ucap Hans dengan perhatiannya, namun Hani langsung mundur beberapa langkah.
"Dengar ya, aku sangat membencimu! Jadi jangan sok peduli kepadaku" ucap Hani marah lalu memilih duduk di kursi meja rias.
Hans menyambar kotak obat di atas nakas lalu berjongkok di samping Hani, dia mengobati kaki Hani dengan telaten, tak peduli istrinya terus memakinya.
Sementara Nyonya Miranda sedang menyusun rencana untuk membuat menantunya tak betah tinggal di rumah.
"Caraku pasti berhasil, hahaha"
Bersambung....