"Panggil Bee aja seperti biasa. Gak ada akan ada yang curiga kan kalau kita in relationship, namaku kan Bilqis keluarga panggil aku Bi."
"We have no relationship."
Samapai kapanpun aku akan mengingat kalimat itu.
>_<
Bahkan hubungan yang aku pahami, lain dari hubungan yang kamu pahami.
Kamu tidak salah.
Aku yang salah mengartikan semua kedekatan kita.
Aku yang begitu mengangumimu sejak kecil perlahan menjelma menjadi cinta, hingga salah mengartikan jika apa yang kamu lakukan untukku sebulan terakhir waktu itu adalah bentuk balasan perasaannku.
Terima kasih atas waktu sebulan yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasakan layaknya seorang kekasih dan memilikimu.
Tolong jangan lagi seret aku dalam jurang yang sama, perasaanku tulus, aku tidak sekuat yang terlihat. Jika sekali lagi kamu seret aku kejurang permainan yang sama, aku tidak yakin bisa kembali berdiri dan mengangkat kepala.
This is me, Bee Ganendra.
I'm not Your Baby Bee Qiss anymore
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unik Muaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Call Me Bilqis
"Salahkan takdir, bukan aku."
Aku mengatakan kalimat barusan dengan dagu terangkat penuh kepercayaan diri.
Memang benar bukan, salahkan takdir bukan aku. Jika bukan takdir yang menggerakkan Bunda memintaku ke Raja Throne, aku tidak akan tahu apa yang mereka bahas.
"Bilqis ...." Geram Bang Ar.
Jika Bang Ar sudah menggeram dan memanggil namaku dengan benar, itu pertanda Abangku ini sedang marah.
Nyaliku tentu saja menciut, namun aku tidak ingin mengaku salah, karna aku emmang tidak salah.
Aku mengedip-ngadipkan mataku, menatap Abang Ar dengan puppy eyes lalu beralih pada Chaka yang duduk tepat disamping Bang Ar.
"Enggak, kamu memang salah" Chaka malah membuang muka.
Kukembungkan pipiku dan bersedekap emnatap kesal pada dua ornag didepanku ini.
"Niat awal emang gak mau nguping kok!" Seruku, "tapi Bi cuma penasar setelah liat Elio masuk keruangan yang Para Raja dan Aase masuki. Sumpah Bang, awal aku gak niat nguping, suwer ... Masak gak percaya sih ..." rengekku.
Memang benar, awalnya aku tidak ingin menguping pembicaraan mereka diruang VVIP restaurant hotel Raja Throne, tetapi aku penasaran sejak Elio ikut bergabung dengan mereka semua.
Bangaimana caraku menguping?, tentu saja dengan kemampuan meretesku. Seandainya Bang Ar tidak meminjam ponsel Ayah, pasti tidak ketahuan.
Dan alasanku ke lapangan basket diperkampungan ya ... demi menghindar Abang Ar. Tapi ... Karna otak Bang Ar beberapa persen lebih pintar dariku, persembunyianku ketahuan saudara-saudara.
"Dengar baik-baik Bi" ucap Abang Ar dengan tatapan serius dan dominannya. "Sekali saja kamu ikut turun tangan dalam permasalahn ini, jagan salahin Abang untuk menyita segala hal elektronik, motormu di rumah Bang As dan semua kartu uangmu. Paham Adesya Bilqis Ganendra!."
Kepala langsung mengangguk cepat.
"Hihihi ..."
Tatapanku langsung berubah tajam menatap Chaka yang cekikikan.
Aku tidak takut jika itu semua dirampas Bang Ar maupun Ayah, karna aku sudah menyembunyikan barang-barang milikku yang lain disuatu tempat tampa sepengetahuan siapapun, kecuali pemilik nama yang aku gunakan.
Yang menjadi kekhawatiranku cuma satu, jika Bang Ar dan Ayah bertindak, makan tinggal menghitung menit sampai jam Bunda akan tahu dan mengomel panjang kali lebar, kali tinggi, kali luas.
^-^
Lelah ...
Hanya karna satu tindakan salahku, semua tindakanku serasa Bang Ar batasi, bahkan Chaka ikut cerewet memperingatiku terus menerus.
Kenapa orang-orang tidak ada yang memahamiku, padahal mereka sudah tahu sebesar apa passionku pada coding, motoran, beladiri juga. Hanya karna Bunda tidak mengizinkan aku menggemari kegemaran cowok, mereka semua malah ikut tidak menyukainya. Lalu aku harus apa?, harus ngelukis aja gitu?, karna itu satu-satunya kesukaanku yang Bunda dukung.
Tring ...
Notifikasi ponselku tiba-tiba berdenting.
aressa.sgr
Mataku seketika terbelalak membaca pengirim pesan untukku, buru-buru aku membuka pesan dari dia.
aressa.sgr lagi apa?
bilqis.abg gak lagi ngapa-ngapin.
Baru aja pesanku dia baca, tiba-tiba muncul icon memanggil.
Melihat icon memanggil sembari berdentingnya ponselku membuat mataku terbelalak melihatnya.
Dia menghubungiku untuk pertama kalinya.
Aku tidak langsung mengangkat panggilannya, kuletakkan ponselku didepanku, menenangkan diri sejenak agar tidak panik, barulah aku mengangkat panggilannya.
"Lagi dimana?."
"Dirumah."
"Jalan yuk" ajaknya.
Keningku langsung mengerut, kutahan nafasku sejenak mencoba berfikir dengan tenang.
Dia hanya mengajak jalan biasa Bi.
Kuulang kalimat itu berkali-kali agar tidak terlalu gr dan mengharap yang berlebihan, karna aku tahu kenyataan kami bagaimana.
"Gak mau" tolakku.
"Kenapa?."
"Kita gak sedekat itu untuk jalan-jalan, ajak jalan pacar lo aja."
"Gue gak punya" jedanya, "lo gak lagi takut ketahuan pacar lo kan?."
"Gak punya" ucapku.
Aku berbaring dikasur, menatap pada poster anime yang aku pajang di kamarku.
"Ya udah ayo jalan, main ama A ..."
"Kenapa ngajak gue?."
"Temen-temen gue pada sibuk, ini hari minggu. Sakura juga pergi, kayaknya dia lagi ngambek ama gue gitu."
Tuh kan ... Lo hanya pilihan terakhir dia Bilqis, jadi jangan Baper.
Aku terkekeh tampa suara, menatap dalam pada poster dikamarku itu.
"Jadi lo lagi badmood?."
"Iya, ayo jalan-jalan kemana kek."
"Ayo" akhirnya aku memutuskan untuk mengiyakan, "tapi kita main bareng Adit aja. Gue gak mau cuma berdua ama lo."
"Kenapa?, kok gitu ngomongnya?."
Aku menghela nafas berat, "mau atau enggak?."
"Ya maulah, gue lagi bete ini."
"Ya udah ketemuan disana aja."
Meski dia menghubungiku lebih dulu, nyatanya aku yang memutuskan komunikasi lebih dulu.
Bukan jalan apa lagi kencan Bi, hanya bermain saja ... Dia lagi bosan dan bad mood aja, jangan baper ya Bi.
^-^
Sesampai di lapangan perkampungan, ternyata dia sudah disana, bermain dengan Adit dan yang lainnya.
Aku berlari kecil langsung bergabung dengan mereka semua setelah meletakkan tas milikku di pinggir lapangan basket.
Sesekali aku melirik padanya, hang tertawa lepas dan terlihat bahagia. Dia lebih menekuni sepak bola beberapa tahun ini, tapi dia juga jago basket, mungkin karna Sakura kembarannya adalah kapten basket dan dia sering menemani Sakura main.
"Lo bawa minuman pakek ceret?" Tanyaku setelah kami selesai berain dan anak-anak berlari untuk minum.
"Enggak, tadi Ibu-Ibu yang bawain."
"Oh ..."
Kami duduk bersebelahan, dia duduk disebelahku sembari mengeluarkan handuk kecil dari dalam tasnya dan menyeka keringatnya.
Sedangkan aku bertahan sekuat tenaga agar tidak menoleh padanya.
"Sudah berapa lama kenal semua orang disini?, sampek keliatan lo ama mereka deket banget."
Aku tersenyum mendengar kalimatnya, "gak tau" jawabku karna benar-benar lupa. "Pokoknya sebelum lapangan dan taman ini sebagus sekarang."
"Dari berlumutnya pinggir lapangan ini, pasti udah lama banget" tebaknya.
Aku tidak mengatakan apapun, menatap lurus pada anak-anak yang kembali bermain bola.
"Tadi Ibu-Ibu nanya, gue pacar lo apa bukan."
Kepalaku seketika menoleh padanya, "terus lo jawab apa?."
"Kenalan, seperti yang lo bilang sama anak-anak itu."
Entah kenapa ada rasa kecewa, namun aku tersenyum lebar.
Menekankan pada diri sendiri agar tidak kembali mengharap yang tidak pasti, toh memang aku yang lebih dulu mengatakan dia hanya kenalanku saja.
"Jalan Yuk, laper" ajaknya.
Ku pejamkan mata sejenak sebelum menatapnya dengan pasrah.
"Gue bawa mobil, lo bisa ajak anak-anak kalo gak mau berduaan bareng gue" ucapnya sembari mengangkat kunci mobil ditangannya. "Meski gue gak suka keramaian, tapi gue beneran laper sumpah."
Aku terkekeh kecil mendengar lanjutannya, "emangnya lo gak lagi takut deket ama gue dan keluarga gue?."
Senyum dibibirnya seketika hilang, "Bi ... lo ..."
"Jangan memanggil gue Bi" potongku
Meski jantungku menggila degan dia memanggil nama kecilku.
"Lo masih inget?."
"Gue udah bilang kalo gue masih inget semua."
"Bi."
"Bilqis, Sagara" ucapku setenang mungkin dengan senyum dibibirku, "jangan panggil Bi."
Kami terdiam cukup lama.
Saling tatap, dan aku untuk pertama kalinya membalas tatapannya yang cukup lama dari biasanya dengan jarak sedekat ini, dan dengan perasaan menggebu.
Aku menghela nafas, memutuskan tatapan kami lebih dulu, dan beranjak untuk berkumpul dengan anak-anak.
DEG ....
Dia menarik lengaku hingga menghentikan langkahku, namun aku bertahan agar tidak berbalik badan.
"Gue minta maaf, saat itu gu ..."
"Kita sama-sama masih anak-anak" potongku sembari berbalik badan dan kembali menatapnya, "Lagi pula siapa yang tidak marah pada orang yang menjadi penyebab kembarannya menderita. Gue akan melakukan hal yang sama jika itu terjadi ama Chaka."
"Bi."
"Bilqis, Sagara" koreksiku lagi. "Please call me Bilqis, not Bi."
^-^
.
Minta tolong feedbacknya dung 😇 untuk jadi masukan next Chapter 🙏
Terima kasih sudah mampir 🤗
Lope you 😘
Unik_Muaaa💋