Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 4
Setelah menempuh perjalanan tiga jam dengan menggunakan metromini dan juga sepeda motor, akhirnya Abizar dan Safira tiba di sebuah perkampungan, sangat jauh dari jalan raya, beruntung sudah bisa di jangkau koneksi internet meskipun kadang kesulitan signal.
Perkampungan dengan suasana pesawahan dan juga perkebunan teh yang sangat luas sejauh mata memandang, dan juga rumah-rumah yang masih berupa rumah panggung.
Mereka singgah di rumah RT setempat dulu sebelum ke rumah orang tua Abizar, karena masih memerlukan waktu sekitar lima belas menit lagi berjalan kaki untuk sampai di rumah orang tua Abizar. Jadi mereka memutuskan untuk melapor dulu.
"Perkenalkan Pak, ini teman saya, namanya Safira. Dia berniat untuk pindah dan menjadi warga di sini, Safira berniat menetap di kampung ini," ucap Abizar menjelaskan pada Pak Marno tentang niat Safira.
"Oh. saya Marno, Neng. Saya yang menjabat RT di sini," ucap pak Marno mengenalkan dirinya pada Safira.
"Iya Pak. Seperti yang di ucapkan Bang Abi barusan, saya ingin menetap di sini," terang Safira.
"Iya pak, untuk tempat tinggalnya saya akan meminta Ni Eti untuk menampungnya dulu," usul Abizar
Ni Eti yang di maksud Abizar adalah neneknya, beliau tinggal seorang diri.
"Dan untuk status, saya seorang janda Pak, baru sebulan yang lalu saya pisah dengan suami saya," ucap Safira.
Abizar yang baru mengetahui kenyataan itu sempat terkejut, tapi ia segera menstabilkan mimik wajahnya seperti biasa, Pak RT dengan ramah beliau menerima kedatangan Safira sebagai warganya.
Setelah perbincangannya mereka usai, Abizar dan Safira pun pamit dari rumah Pak RT, mereka berlalu untuk pergi ke rumah orang tua Abizar. Saat sampai di rumah, kebetulan orang tuanya dan Ni Eti sedang berkumpul. Mereka baru selesai memanen buah jambu air yang ada di halaman rumah.
"Assalamu'alaikum," sapa Abizar.
"Wa'alaikum salam" jawab Bu Resti, pak Bambang dan Ni Eti dari dalam rumah. Setelah mendapatkan jawaban salam dari dalam rumah, mereka pun berlalu masuk.
"Bu, apa kabar?" tanya Abizar pada ibunya.
"Ibu sehat, Bi. Ini siapa?" tanya Ibu Resti.
"Ini teman ku dari kota bu, dia sedang ada masalah jadi ingin singgah di sini dulu, namanya Safira," jawab Abizar.
Ibu Resti memperhatikan Safira yang hanya menunduk, dan tak berani mengangkat wajahnya. Abizar pun mengatakan kepada orang tuanya tentang keadaan Safira, seperti yang Safira katakan pada Pak RT tadi, dan menceritakan tentang kehamilannya juga.
Keheningan melanda, saat Abizar telah selesai bercerita. Semua yang berada di rumah itu pun merasa iba dan kasihan, Bu Resti dan Ni Eti pun berpindah duduk ke samping Safira agar dapat memberi pelukan.
"Kamu yang sabar ya, semua masalah pasti ada jalan keluarnya, mudah-mudahan masalah mu cepat selesai ya Nak Fira," ucap Bu Resti di sela pelukannya.
"Iya Bu, terima kasih. Maaf sudah merepotkan Ibu dan keluarga," jawab Safira. Ia merasa terharu karena ada orang yang masih peduli padanya.
"Sudah, jangan menangis lagi. kasihan calon bayimu jika kamu bersedih seperti ini," ucap Ni Eti.
Setelah Safira beristirahat sebentar, Ni Eti pun mengajak pulang kerumahnya, karena hari sudah mulai beranjak petang. Butuh waktu setengah jam untuk sampai ke rumah Ni Eti dari rumah Bu Resti dan Pak Bambang, Abizar juga ikut mengantarkan Safira dan Ni Eti. Dengan melewati sawah dan beberapa rumah, akhirnya mereka pun sampai di sebuah rumah yang sederhana, halamannya banyak di tanami dengan sayuran, tanaman bumbu.
"Ini rumah Nini, ayo masuk Fira," ajak Ni Eti.
"Abi, kamu simpan tasnya Nak Fira di kamar yang satu, ya," ucap ni Eti pada Abizar yang dari tadi membawakan tasnya Safira yang berukuran sedang itu.
"Ni terima kasih karena nini sudah mau menampungku," ucap Safira.
"Gak apa-apa Fira, Nini ikhlas melakukan ini semua," ucap Ni Eti.
***
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, kehamilan Safira sudah memasuki usia tujuh bulan. Safira beruntung karena dia hamil dengan kondisi tubuh yang tetap sehat, meski pun selama mengandung dia tetap bekerja, membantu Ni Eti ke sawah kadang ikut memetik daun teh bersama tetangga yang lain.
Awalnya banyak tetangga yang mencibir dan mengatakan bahwa dia bukan perempuan baik-baik tapi setelah ia mengatakan kejadian yang sebenarnya pada Ni Eti, Ni Eti pun turut prihatin dan semakin memperhatikan Safira, ia sudah menganggap Safira seperti cucunya. Entah apa yang Ni Eti katakan pada para tetangga, sehingga kini mereka sudah tak menggunjingnya lagi. Bahkan banyak diantara mereka yang membantu Safira dengan memberikan perlengkapan untuk sang jabang bayi.
Sampai saat ini Safira tidak mengetahui bahwa janin yang ia kandung sebenarnya ada tiga, karena ia tak memeriksakan kehamilannya pada bidan. Belum ada bidan di daerah itu dan hanya ada dukun beranak.
Sebenarnya banyak tetangga yang bertanya tentang kehamilannya, karena ukuran perut Safira yang terbilang cukup besar dari ukuran sewajarnya, tapi Safira pun tersenyum untuk menanggapinya.
"Ni, ini perut ku kenapa terasa sakit, ya?" tanya Safira pada Ni Eti
"Sakit kenapa, Fir?" tanya Ni Eti pada Safira.
"Apa sudah waktunya melahirkan, Ni? Padahal ini kan baru tujuh bulan," ucap Safira.
"Kamu tahan aja kalau kontraksinya semakin sering berarti itu memang mau lahiran, tapi jika nanti biasa lagi, berarti itu hanya kontraksi palsu," ucap Ni Eti menjelaskan.
"Oh iya, Ni. Mudah-mudahan hanya kontraksi palsu," jawab Safira.
"Lagian Fir, apa kamu gak curiga anak kamu kembar?" tanya Ni Eti.
"Aku gak tau Ni, kalau memang mereka kembar, mudah-mudahan mereka sehat, lengkap dan tidak kekurangan suatu apa pun, kalau bukan mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa," jawab Safira.