Rate. 21+ 🔥
Darren Alviansyah, anak konglomerat yang terkenal dengan sifatnya yang sombong dan juga hidupnya ingin selalu bebas, serta tidak mau di atur oleh siapapun. Darren juga tidak mau terikat dengan yang namanya wanita, apalagi pernikahan.
Setiap harinya Darren selalu menghabiskan waktunya hanya untuk bersenang-senang dan akan selalu pulang dalam keadaan mabuk, membuat kedua orang tuanya kesal. Darren juga tidak bisa memimpin perusahaan Papinya dan hal itu semakin membuat orang tuanya murka. Pada akhirnya orang tuanya mengirimkannya ke kampung halaman supir pribadinya.
Dira Auliyana, gadis yang sederhana juga mandiri. Dia di tugaskan untuk merubah sifat sombongnya Darren, hingga dirinya harus terjebak pernikahan dengan Darren.
Mampukah Dira menaklukkan sifat Darren yang selalu membuatnya kesal dan pernikahan seperti apa yang mereka jalani?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon roliyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membantu Darren
"Ini pasti sakit." Dira menyentuh dahi Darren yang terluka.
"Aaww...." ringis Darren mengaduh.
"Maaf-maaf, sakit ya?" ujar Dira, yang langsung meniup luka yang di sentuh olehnya.
Dira terus meniup dahi Darren yang terluka. Sedangkan Darren menatap wajah cantik Dira dan tersenyum melihat Dira begitu perhatian terhadap dirinya.
"Jangan yang itu terus yang di tiup, ini juga harus di tium," ucap Darren sembari memonyongkan bibirnya.
"Ck, lagi keadaan kaya gini aja masih bisa modus," cibir Dira.
Darren tertawa kecil.
"Permisi... maaf mengganggu," kata dokter, yang datang bersama suster.
Dira dan Darren menengok ke arah dokter, dan tersenyum. Dira langsung berdiri dari duduknya dan mempersilahkan dokter untuk memeriksa keadaan Darren.
"Gimana Dok keadaan suami saya? apa lukanya ada yang serius? tanya Dira.
"Alhamdulillah tidak ada, cuma tulang di bahu kanan terkilir, untuk sementara jangan terlalu banyak bergerak dulu, apalagi membawa yang berat-berat itu sangat berbahaya."
" Baik dok," jawab Dira.
"Suami mba sudah boleh pulang, semoga lekas sembuh," tutur sang dokter.
"Iya, dok. Terima kasih dok... sus...." ucap Dira.
"Iya, sama-sama," balas dokter tersebut.
Setelah dokter pergi, Dira membantu Darren turun dari brankar.
"Pelan-pelan," Kata Dira sembari membantu Darren yang kini sudah berdiri depannya. Dira meraih tangan kiri Darren dan di kalungkan ke belakang lehernya, sedangkan tangan kanan Dira melingkar ke belakang tubuh Darren.
"Iishhtt...." Desis Darren yang ternyata salah satu pergelangan kakinya terasa nyeri jika di bawa berjalan.
"Sakit banget ya?" tanya Dira yang tak tega melihat Darren meringis menahan sakit saat berjalan.
Darren mengangguk. "Aku pinjam kursi roda saja kalau begitu," tukas Dira.
"Nggak usah, aku kuat kok."
"Yakin?"
"Iya...."
Dira dan Darren kembali melanjutkan langkahnya dan ternyata pak Riswan masih setia menunggu Darren di rumah sakit.
"Sudah boleh pulang?" tanya pak Riswan.
"Iya, pak," jawab Dira.
"Sini, biar saya saja yang memapah kang Darren."
"Bapak yakin?"
Pak Riswan mengangguk dan segera menggantikan posisi Dira, sedangkan Dira berjalan di samping kanan Darren sembari memegangi lengan kanan Darren.
Pelan tapi pasti Darren mampu berjalan ke pintu keluar rumah sakit. Darren di dudukkan di kursi tunggu.
"Saya ambil mobil dulu di parkiran," seloroh pak Riswan.
"Iya pak," jawab Dira , sedangkan Darren hanya mengangguk kecil.
Dira memeriksa pergelangan kaki Darren.
" Kakinya sedikit bengkak," cetus Dira yang kini ikut duduk di samping Darren.
Darren pun ikut melihat kakinya yang terasa sakit saat di bawa jalan.
"Iya, ternyata bengkak."
Tidak lama pak Riswan datang dan pak Riswan kembali membantu Darren berjalan naik ke mobilnya.
Kini mobil yang di kendarai oleh pak Riswan sudah meluncur keluar dari rumah sakit dan kini tengah menuju rumah Darren dan Dira.
Tiba di rumah, pak Riswan kembali membantu Darren berjalan masuk ke dalam rumah.
"Terima kasih banyak, pak. Sudah membantu suami saya."
" Tidak masalah, kang Darren semoga cepat sembuh."
"Iya, pak. Maaf untuk sementara saya tidak bisa bekerja dulu," ucap Darren.
"Iya, nggak apa-apa. Saya mengerti kok, kalau begitu saya permisi dulu."
"Iya pak," jawab Darren. Pak Riswan pun pergi meninggalkan rumah mereka.
"Lebih baik sekarang istirahat di kamar," titah Dira yang langsung membantu Darren berdiri dan juga berjalan.
"Pelan-pelan saja," kata Dira.
Darren pun berjalan dengan sangat hati-hati, meski sakit Darren tetap berjalan ke dalam kamar. Tiba di kamar Darren langsung merebahkan tubuhnya, dan Dira mengangkat kaki Darren ke atas kasur.
"Aku ke dapur dulu mau masak. Kalau butuh sesuatu teriak saja."
"Iya...."
Sekitar satu jam lebih Dira meninggalkan Darren di kamar dan sekarang Darren ingin sekali buang air kecil.
"Ra...." teriak Darren.
Dira yang baru selesai memasak, mendengar teriakkan Darren dan segera menemui Darren di kamar.
"Iya, kenapa?" seru Dira yang baru tiba di kamar.
"Aku mau kencing, bisa bantu aku ke kamar mandi?"
" Ayo...."
Dira membantu Darren berjalan ke kamar mandi. Darren terus meringis menahan kakinya yang sakit dan dengan susah payah Darren tiba di kamar mandi.
"Aku tunggu di luar," ucap Dira dan Darren pun mengangguk.
Darren akan membuka kancing celananya, tapi karena tangannya terluka Darren kesulitan membuka kancing celananya, di tambah lagi bahunya yang terkilir semakin mempersulit tangannya membuka kancing celananya.
"Huft...." Darren menghela nafasnya. "Sepertinya aku harus meminta tolong Dira. Ra...."
"Iya... apa sudah selesai?" tanya Dira di balik pintu kamar mandi.
"Tolong bantuin aku dong," pinta Darren.
Dira segera membuka pintunya.
"Minta tolong apa?"
"Emm....ini... anu...." Darren ragu ngomong ke Dira.
"Anu apa?"
"Bisa... bukain kancing celananya aku, dari tadi aku berusaha membuka kancing celana aku tapi masalahnya tangannya aku sakit."
"Apa!!"
"Aku mohon...."
Dira menelan Salivanya. Dengan ragu tangannya Dira terulur membuka kancing celananya Darren dan setelah itu Dira menutup matanya saat menurunkan resleting celana Darren. Sedangkan Darren tersenyum melihat Dira yang gugup membuka celananya.
Selesai membuka celananya Darren, Dira langsung keluar kamar mandi dengan jantung yang berdetak kencang.
"Ra... aku sudah selesai," ujar Darren.
Dira kembali masuk ke kamar mandi dan melihat celana Darren masih terbuka. Dira kembali membantu Darren menaikkan resleting celana Darren dan mengancingkan celana Darren.
"Nanti juga kamu akan terbiasa melihatnya, apalagi jika kamu sudah merasakan senjataku," bisik Darren di telinga Dira.