Di usianya yang sudah sangat matang ini, Khalif Elyas Hermawan belum juga menemukan pasangan yang cocok untuk dijadikan pendamping hidup. Orang tuanya sudah lelah menjodohkan Khalif dengan anak rekan bisnis mereka, tapi tetap saja Khalif menolak dengan alasan tidak ada yang cocok.
Mahreen Shafana Almahyra gadis cantik berumur 25 tahun, tidak dapat menolak permintaan sang bibi untuk menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali.
Ya, gadis yang akrab di sapa Alma itu tinggal bersama paman dan bibinya, karena sejak umur 15 tahun, kedua orang tuanya sudah meninggal.
Bagaimana kisah Khalif dan Salma? Ikuti terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
..."Cinta dan kebaikan selalu memiliki kekuatan yang luar biasa"...
...🌹🌹🌹...
Keheningan menyelimuti ruangan kerja Khalif, hari masih pagi sudah ada saja yang memancing emosinya. Bagaimana tidak, informasi yang di berikan Rey sang asisten membuat dia tidak bisa menyembunyikan emosinya. Baru saja dia di beritahu bahwa perusahaan yang akan menjalin kerjasama dengan HM furniture perusahaannya, di ambil alih oleh Chaterine. jika begitu sudah pasti Khalif dan Chaterine akan sering bertemu untuk membahas soal kerjasama perusahaan.
Dia tau Chaterine akan menggunakan kesempatan ini untuk kembali dekat dengannya. Dari awal dia sudah mengatakan bahwa tidak ada jalan untuk mereka kembali lagi. Tapi itu tidak membuat Chaterine mundur juga. Malahan dia semakin gencar mendekati Khalif.
Chaterine memang keras kepala dia tau betul bagaimana sifatnya. Selama tiga tahun mereka menjalin hubungan, banyak kenangan yang telah mereka ukir bersama. Khalif akui perasaannya dulu terhadap Chaterine begitu tulus, sejak dia dan Chaterine menjalin hubungan, Khalif tidak pernah melirik wanita lain. Meskipun masih banyak wanita yang menunjukkan minat padanya. Dia selalu setia pada Chaterine.
Saat kenangan itu muncul lagi di kepala Khalif, segera dia menepis ingatan itu. sekarang dia lelaki beristri, perasaan istrinya harus dia jaga, tidak seharusnya dia mengingat kenangan yang sudah lama ia hapus.
kalau Alma sampai tau mereka menjalin kerjasama yang melibatkan Chaterine, bisa-bisa Alma akan mendiamkannya. Khalif melirik tajam Rey, yang berdiri mematung di depannya.
"Kenapa baru pagi ini saya di kasih tau?" dengan wajah datarnya Khalif bertanya pada Rey.
"Saya juga baru tau pagi ini, makanya saya baru ngasih kabar" jawab Rey. Dia memang sekretaris yang tidak ada takutnya dengan Khalif. Khalif menghela napas panjang.
Tok tok tok
pintu ruangan Khalif di ketuk, seorang perempuan masuk kedalam yang menjabat sebagai sekretaris kedua Khalif. Dia memang punya dua sekretaris, Lina sekretaris yang mengurus urusan di dalam perusahaan saja. Sedangkan Rey urusannya di dalam dan luar perusahaan. Semua urusan Khalif di limpahkan padanya, itu yang membuat dia betah dengan status jomblonya sampai sekarang.
"Maaf pak, urusan dari perusahaan Global group sudah datang, dan sekarang sudah menunggu di ruang rapat" ucap Lina.
"Suruh mereka menunggu sebentar" ucap Khalif.
"Baik pak" kemudian Lina undur diri. Keluar dari ruangan bosnya serasa terbebas dari bahaya. Melihat wajah bosnya yang menyeramkan tapi tampan itu membuat Lina sesak napas. Sudah dua tahun Lina menjabat sebagai sekretaris Khalif, tidak membuatnya bosan memandang wajah Khalif. Bahkan baginya, memandang wajah bosnya bisa mengisi tenaganya di waktu dia lelah. Berbeda dengan sekarang, wajah bosnya terlihat tidak bersahabat sekarang.
Lina kembali ke tempatnya, sesekali melirik ke ruangan Khalif
"Apa kamu juga tidak tau soal ini?" Khalif memandang Rey dengan curiga, pasti Rey tau kalau Chaterine ingin bergabung dengan perusahaan Global group sebelumnya.
Rey yang di pandang merasa gugup, dia tau tidak bisa menipu Khalif begitu saja. Khalif orangnya pandai membaca situasi.
"Sorry sebenarnya Chate cerita kemaren, tapi gua nggak ngasih tau, soalnya gua tau kalau Lo akan membatalkan kerjasama kita. Padahal itu menguntungkan bagi perusahaan" jawab Rey dengan cemas.
"Gaji kamu di potong lima persen bulan ini" usai berkata seperti itu Khalif menuju ruang rapat.
Sedangkan Rey sudah pasrah, karena dia sadar ini salahnya. Resikonya harus dia tanggung sendiri.
"Tidak gajikuuu..." teriak Rey di ruangan Khalif, Rey berjalan keluar dari ruangan Khalif, sudah seperti orang yang tidak di kasih makan selma dua hari. Lina yang melihatnya heran.
"Pak Rey kenapa" tanya Lina yang mendekat ke arah Rey.
"Bos Lo keterlaluan lin"
"Yeee itu kan bos bapak juga" sewot Lina.
"Tapi ganteng kan pak?" puji Lina, senyuman menghiasi bibirnya.
"Kalau gua nggak ganteng lin?"
"Hmmm" Linah memandang wajah Rey dengan serius, meletakkan tangannya di dagu, seperti orang yang sedang berpikir keras.
"Apa menjawab itu saja Lo harus mikir-mikir?" Rey yang sudah kesal, tambah kesal melihat Lina.
"Hahahaha" Lina tertawa dengan keras.
"Maaf pak Rey" Lina menghapus air matanya yang sedikit keluar di sudut matanya.
"Bapak tampan juga, tapi tidak bisa mengalahkan pak Khalif" ucap Lina jujur.
Rey memperhatikan Lina dengan serius, kalau di lihat-lihat Lina cukup cantik untuk ukuran wanita, dia orangnya juga ramah, mudah bergaul. Lina yang di tatap seperti itu jadi salah tingkah.
"Kenaoa bapak liatin saya seperti itu?"
"Kamu cantik juga" ujar Rey tiba-tiba, tidak ada yang menanyakan itu. lalu dia berdiri meninggalkan Lina yang terdiam di tempatnya. Pipinya sudah merona mendengar pujian dari Rey.
"Apaan sih nggak jelas banget" gumam Lina tapi ada sedikit rasa aneh di hatinya saat Rey memujinya tadi.
*****
"Baiklah untuk desainnya paling lambat kami kirim dua hari lagi" ucap Khalif mengakhiri rapat.
Semua orang sudah bubar kecuali Khalif yang masih sibuk dengan berkas di tangannya.
"Khalif mau makan siang bareng?" ternyata bukan cuman Khalif yang masih di ruangan ini, masih ada Chaterine juga.
"Maaf saya masih ada uru-"
"Khalif kita makan siang di tempat biasa kan?" tiba-tiba saja Rey muncul.
"Oh masih ada Chaterine" ucap Rey dengan polosnya.
"Kebetulan saya juga mau makan siang, sekalian aja yuk" Chaterine mengambil kesempatan ini untuk bisa lebih lama bersama Khalif.
Rey yang sudah terlanjur bicara tidak bisa menolak ajakan Chaterine. Matanya melirik Khalif.
"Aku udah booking tempatnya" putus Chaterine tidak memberi Khalif kesempatan untuk menolak lagi. Dengan perasaan malas Khalif terpaksa ikut.
Di supermarket Tidka jauh dari rumahnya Alma sedang berbelanja kebutuhan rumah, biasanya hanya bik Minah saja yang belanja, karena bosan di rumah tidak ada kegiatan akhirnya Alma ikut berbelanja.
Saat Alma ingin mengambil buah jeruk, tangannya bersamaan dengan tangan orang lain mengambil jeruk yang sama. Spontan dia menoleh kesamping.
"Maaf, silahkan ambil duluan mbak" ucap gadis itu yang tidak lain adalah Zalfa.
"Oh mbak Alma ternyata, masih ingat dengan saya mbak?" tanya Zalfa dengan wajah cerianya.
"Zalfa ya?" ucap Alma ragu-ragu.
"Iya mbak, saya kira mbak Alma lupa nama saya" Alma tersenyum pada Zalfa.
"Mbak belanja sendiri?"
"Tidak saya berdua sama bik Minah" tunjuk Alma ke arah bik Minah yang sedang sibuk memilih sayurna tidak jauh darinya.
"Zalfa sendiri?" tanya Alma balik.
"Tadinya sih sendri, tapi di samperin sama kak Alex. Tidak lama kemudian Alex datang dengan seorang perempuan di sampingnya. Alma melirik sekilas ke arah Zalfa. Dia melihat ketidak nyamanan Zalfa.
"Hai Zalfa, kita ketemu lagi" sapa Alex ramah.
"Iya mas" dia menatap perempuan yang berdiri di samping Alex.
"Kenalin ini Ghea" Alex mengenalkan Ghea pada Alma. Alma mengulurkan tangan pada Ghea yang di sambut oleh Ghea.
"Alma ini istrinya Khalif" ucap Khalif.
"Oh ya, sudah lama saya penasaran sama istrinya pak Khalif, ternyata orangnya cantik?" punji Ghea tulus.
"Alhamdulillah, mbak Ghea juga cantik"
Zalfa sudah pindah kesamping Alma dari awal Alex dan Ghea datang. Saat mata Zalfa dan Alex bertemu, Zalfa pasti menghindar. Alma dapat melihat ada kecanggungan antara Zalfa dan Alex. Saat di pesta ulang tahun mama Shanum, Zalfa dan Alex masih akrab, kenapa sekarang mereka seperti orang asing? Apa ada masalah di antara mereka? pertanyaan-pertanyaan itu muncul dalam kepala Alma.
Sedetik kemudian dia menggelengkan kepalanya, untuk apa dia memikirkan itu semua. Itu bukan urusannya.
*****